Mengenal Kitab dan Hadists Lengkap

 


Mengenal Kitab-Kitab Hadits

Mengenal Kitab Al-Jami’, Al-Sunan, dan Al-Mushannaf

1. Kitab Al-Jami
Menurut etimologinya, al-Jami’ artinya “yang menghimpun” sehingga dapat dipahami bahwa kitab al-Jami’ adalah kitab yang menghimpun banyak hal.
Karena itulah, menurut istilah ulama hadis, pengertian kitab al-Jami’ ada dua macam, yaitu:

1. Dilihat dari segi pokok kandungan hadis yang dihimpunnya, pengertian kitab al-Jami’ adalah kitab hadis yang disusun dan dibukukan oleh pengarangnya terhadap semua pembahasan agama. Di antaranya masalah iman, thaharah, ibadah, mu’amalah, pernikahan, sirah, riwayat hidup, tafsir,
adab, penyucian jiwa, fitnah dan lain sebagainya. Inilah yang membedakan antara kitab al-jami’ dan kitab al-Musannaf. Karena hanya disusun berdasarkan permasalahan tertentu dan umumnya adalah mengenai persoalan fikih, sedangkan al-Jami’ lebih umum.

2. Dilihat dari segi sumber rujukan hadis-hadis yang dihimpunnya, pengertian kitab al-Jami’ adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis yang berasal dari kitab-kitab hadis yang telah ada.

Hanya saja secara umum, kitab al-Jami’ dimaknai dalam pengertiannya yang pertama yaitu kitab disusun berdasarkan bab dan mencakup hadis-hadis dari berbagai sendi ajaran Islam.

Sebagai contoh kitab al-Jami’ adalah kitab Sahih al-Bukhari (194-256 H), kitab tersebut ia beri nama “al-Jami’ al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min umuri Rasulillahi Sallallahu ‘alaihi wa sallama wa sunanihi wa ayyamihi". kitab tersebut dinamakan al-Jami’ karena di dalamnya mencakup masalah yang beraneka ragam, termasuk persoalan hukum, politik, dan sebagainya.

2. Kitab As-Sunan
As-sunan yaitu kitab-kitab yang disusun berdasarkan bab-bab tentang fiqhi dan hanya memuat hadis-hadis yang marfu’ saja agar dijadikan sumber bagi para Fuqaha dalam mengambil sebuah kesimpulan. As-sunan tidak terdapat pembahasan tentang Sirah, Aqidah, Manaqib, dan lain-lain.
As-sunan hanya membahas masalah fiqhi dan hadis-hadis hukum saja.
Al-Kittana mengatakan bahwa susunan kitab sunan berdasarkan bab-bab tentang fiqhi mulai bab tentang Iman, Tharah, Sholat, Zakat, Puasa, Haji, dan seterusnya.

Kitab-kitab sunan yang terkenal adalah : Sunan Abu Daud karya Sulaiman Bin Asy’ast As-Sijistani (W 275 H), Sunan An-nasa’i karya Abdurrahman
Ahmad Bin Syu’aib An-nasa’I (W 303 H), Sunan Ibnu Majah karya Muhammad Bin Yazid bin Majah Al-Qazwiniy (W 275 H), dan yang lainnya.

Salah satu kitab yang disusun secara sunan adalah kitab Sunan Abu Dawud.
Kitab tersebut disusun berdasarkan fiqhi dan hanya memuat hadis-hadis marfu’ dan tidak memuat hadis-hadis mauquf dan maqtu’, sebab menurutnya
keduanya tidak disebut sunnah. Dalam Sunan Abu Dawud terdapat beberapa kitab dan setiap kitab terbagi dalam beberapa bab. Adapun perinciannya
adalah : 35 Kitab, 1871 Bab, dan 4800 hadis. Ada juga yang mengatakan bahwa hadis dalam Sunan Abu Dawud berjumah 5274 hadis.

3. Kitab Al-Mushannaf
Menurut istilah ahli hadis mushannaf adalah sebuah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fiqhi, yang didalamnya terdapat hadis marfu’, mauquf, dan maqtu’. Karena mushannaf adalah kitab hadis yang
disusun berdasarkan kitab fiqih, maka Muwatta’ termasuk didalamnya.


Salah satu contoh hadis yang menggunakan metode ini adalah kitab al muwatta’ karya Imam Malik. Secara eksplisit tidak ada pernyataan yang tegas tentang metode yang dipakai oleh Imam Malik dalam menghimpun kitabnya al muwatta’, namun secara implicit dengan melihat paparan Imam Malik dalam kitabnya dapat diketahui bahwa metode yang ia gunakan adalah metode mushannaf atau muwatta’.

Disamping itu Imam Malik juga menggunakan tahapan-tahapan penyeleksian terhadap hadis-hadis yang disandarkan kepada nabi, kepada sahabat atau
fatwa sahabat, fatwa tabi’in, ijma' ahli Madinah, dan pendapat Imam Malik sendiri. Dalam hal ini ada empat kriteria yang diutarakan oleh Imam Malik dalam mengkritisi para periwayat hadis yaitu:

Periwayat hadis bukan orang yang berprilaku jelek
Bukan ahlul bid’ah.
Bikan orang suka berdusta.
Bukan orang yang tau ilmu tapi enggang mengamalkannya.

Meskipun Imam Malik telah berusaha seselektif mungkin dalam memfilter hadis-hadis yang ia terima untuk dihimpun, tetap saja ulama hadis berbeda pendapat dalam memberikan penilaian terhadap kualitas hadis-hadisnya. Misalnya Sufyan bin Uyainah dan al Suyuti mengatakan seluruh hadis yang diriwayatkan oleh imam Malik adalah sahih karena diriwayatkan dari orang-orang yang dapat dipercaya.

Abu Bakar Al Abhari berpendapat tidak semua hadis dalam kitab al muwatta’ sahih, ada yang mursal, mauquf, dan maqtu’. Ibnu Hazm berpendapat bahwa dalam kitab All Muwatta’ terdapat 300 hadis mursal dan 70 hadis dhaif. Sedangkan Ibnu Hajar berpendapat bahwa didalamnya terdapat hadis mursal bahkan hadis mungqati’.

Berdasarkan kitab yang telah ditahqiq oleh M. Fuad abdul Baqi’, kitab al muwatta’ Malik terdiri dari 2 juz, 61 bab, dan 1824 hadis. Berbeda dengan pendapat M. Syuhudi Ismail yang mengatakan bahwa kitab almuwatta’ terdiri dari 1804 hadis.

Mengenal Kitab Al-Mustadrak, Al-Mustakhraj, Al-Musnad, dan Al-Mu’jam

1. Kitab Al-Mustadrak
Penyusun kitab al mustadrak adalah kitab yang disusun untuk memuat hadis-hadis yang tidak dimuat didalam kitab-kitab hadis sebelumnya, padahal hadis itu shahih menurut syarat yang dipergunakan oleh ulama tersebut. Salah satu kitab Mustadrak yang terkenal adalah al Mustadrak ala Shahihaini karya al Hakim al Naisabury (321-405 H).

2. Kitab Al-Mustakhraj
Mustakhraj adalah kitab hadis yang memuat matan-matan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhary atau Muslim atau kedua-duanya atau lainnya, kemudian sipenyusun meriwayatkan matan-matan hadis tersebut dengan sanad sendiri yang berbeda. Misalnya: mustakhraj shahih bukhary susunan Al
Jurjaniy.

3. Kitab Al-Musnad
Sebuah kitab hadis dinamakan musnad apabila ia memasukkan semua hadis yang pernah ia terima dengan tanpa menerangkan derajat ataupun nyaring
hadis-hadis tersebut. Kitab musnad berisi tentang hadis-hadis kumpulan hadis, baik itu hadis shahih, hasan dhaif. Atau kitab hadis yang disusun menurut nama rawi pertama yang menerima dari Rasul selanjutnya sampai pada perawi terakhir. Mencari suatu hadis dalam kitab ini sangatlah rumit, tapi dengan terbitnya Tiftah Kunusi, al-Mu’jam al-Mufahrasy dan Taysirul Manfaah, maka kesukaran itu pun hilang.

Al-masanid yang dibuat oleh para ulama hadis sangatlah banyak. Menurut al-Kattani jumlahnya sebanyak 82 musnad dan menurutnya lebih banyak dari itu. Adapun Musnad yang terkenal adalah : Musnad Imam Ahmad Bin Hambal (W 241 H), Musnad Abu Dawud Sulaiman Bin Dawud Ar-rashili (W 204 H), Musnad Abu Bakar Abdullah Bin Azzubair Al-humaidy (W 219 H), dan lain-lain.

Musnad-mussnad ini sebagaimana disebutkan sebelumnya tidak hanya berisi kumpulan-kumpulan hadis shahih saja, tetapi mencakup semua kualitas
hadis dan berurutan sesuai bab fiqhi saja tetapi juga berdasarkan urutan nama sahabat.

Karena kitab Musnad jumlahnya cukup banyak maka dalam menentukan title sahabat ada yang berdasarkan alphabet atau abjad berdasarkan sahabat
yang pertama tama masuk Islam, ada yang berdasarkan Al-asyaratul Mubassyirina Fil Jannah atau sepuluh sahabat yang dijamin masuk syurga
dan lain-lain.

Salah satu kitab musnad yang dijadikan kitab Al-ushuliy (sumber) adalah musnad Ahmad Bin Hambal. Musnad Ahmad Bin Hambal termasuk kitab termasyhur yang disusun pada periode tahun kelima perkembangan hadis (abad ketiga Hijriyah). Kitab ini menghimpun dan melengkapi kitab-kitab hadis yang ada sebelumnya dan merupakan satu kitab yang yang dapat memenuhi kebutuhan kaum muslimin dalam dalam hal agama dan dunia pada masanya. Seperti halnya ulama-ulama abad ketiga semasanya, Imam Ahmad Bin Hambal menyusun kitab haditsnya secara musnad. Hadis-hadis yang terdapat dalam kitab musnadnya tersebut tidak semua diriwayatkan olehnya, akan tetapi sebagiannya merupakan tambahan dari putranya Abdullah dan juga Abu Bakar Al-qat’i.

Musnad Ahmad Bin Hambal memuat 40.000 hadis dan 10.000 diantaranya dengan berulang serta tambahan dari putranya Abdullah dan Abu Bakar
Al-qat’i kurang lebih 10.000 hadis.

Secara umum terdapat tiga penilaian ulama yang berbeda tentang derajat hadis dalam kitab hadis Musnad Ahmad Bin Hambal antara lain :

Seluruh hadis yang terdapat dalam kitab Musnad Ahmad Bin Hambal dapat dijadikan sebagai Hujjah.
Dalam kitab Musnad Ahmad Bin Hambal terdapat hadis shahih, dhaif, dan bahkan maudhu’.
Dalam kitab Musnad Ahmad Bin Hambal terdapat hadis shahih dan dhaif dan mendekati hasan.

Diantara mereka yang berpendapat demikian adalah Al-Zahadi, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ibnu Taimiyah dan Assuyuti.

4. Kitab Al-Mu’jam
Mu’jam disusun mengikut tertib huruf ejaan, atau mengikut susunan nama guru-guru mereka. Nama guru-guru mereka juga disusun mengikut ejaan nama
atau laqob mereka.

Mu’jam juga hanya mengumpulkan Hadis-hadis Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tanpa melihat kwalitas Hadis-hadisnya.

Contoh kitab-kitab mu’jam ialah Mu’jam Tabrani, Mu’jam kabir, Mu’jam as-Sayuti, dan Mu’jam as-Saghrir, Mu’jam Abi Bakr, ibn Mubarak, dan sebagainya.

Kitab rijal yang mengumpulkan orang-orang yang tersebut dalam meriwayatkan Hadis-hadis Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
mengikiut ejaan bersama dengan kuniyyahnya. Ini semua adalah untuk memastikan kesahihan sesebuah Hadis.
 ************************************
MENGENAL KITAB-KITAB HADITS POKOK


BAB I
PENDAHULULAN
Pemeliharaan hadits dari masa ke masa terus dilakukan oleh setiap generasi umat ini. Mulai dari zaman Rasulullah saw. sampai pada masa akhir tabi’ at-tabi’in. Sehingga muncullah berbagai kitab hadits yang banyak kita kenal hari ini, seperti al Muwaththa’, Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Musnal al-Imam Ahmad bin Hanbal, kitab-kitab sunan yang empat, dan yang lainnya. Sebagaimana kitab-kitab tersebut telah masyhur di kalangan umat Islam sebagai kitab rujukan hadits-hadits Rasulullah saw. yang bersifat pokok. Kemudian diteruskan
oleh generasi sesudahnya dengan mensyarah kitab-kitab tersebut, seperti Fath al-Baari, Syarah shahih Muslim, da lain sebagainya.
Tidak terhenti sampai di sana, bahkan sampai hari ini para ulama terus mengkaji dan meneliti hadits-hadits tersebut, sehingga benar-benar terlihat jelas bahwa hadits itu bersumber dari Rasulullah saw.
Perjuangan para ahli ilmu dan ahli hadits di masa lalu, patut kita teladani hari ini. Dengan perjuangan mereka, kita dapat menikmati dengan meudah mempelajari hadits-hadits Rasulullah saw. yang shahih. Berikut di antara gambaran perjuangan mereka sebagaimana yang diungkapkan oleh
al-Imam al-Hakim dalam ma’rifah Ulumil Hadits:
 “Mereka lebih memilih untuk menempuh padang gurun dan tanah kosong daripada bersenang-senang di tempat tinggal dan negeri mereka. Mereka
merasakan kenikmatan dalam kesengsaraan di dalam perjalanan bersama dengan ahli ilmu dan riwayat. Mereka jadikan masjid-masjid sebagai rumah
mereka. Mereka jadikan menulis sebagai makanan kesehariannya.
Mencocokkan tulisan sebagai percakapan di waktu malam. Mengulang pelajaran sebagai istirahat mereka. Tinta sebagai parfum mereka.
Begadang sebagai tidur mereka. Dan kerikil sebagai bantal mereka.”

Maka patutlah kita hari ini sedikit menilik bagaimana perjuangan mereka dan kembali membaca dan mengkaji hasil karya mereka yang besar. Karena
begitu pentingnya kajian ini, maka penulis akan mencoba menggambarkan sekelumit tentang kitab-kitab pokok hadits-hadits Rasulullah saw. Pada
makalah ini penulis akan membahas tentang empat kitab saja yaitu:
Muwaththa’ al-Imam Malik bin Anas, Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal.


BAB II

MENGENAL KITAB-KITAB HADITS POKOK
A.    AL-MUWAHTHA'
1. Tokoh
Kitab al-Muwaththa’disusun oleh Imam Malik bin Anas. Dia merupakan seorang imam mazhab dari imam yang empatdan juga seorang ahli hadits.
Nama lengkapnya yaitu Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir al-Ashbahy al-Himyary yang biasa dipanggil Abu Abdullah, gelarnya Imam Dar
al-Hijrah. Dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H atau 712 M dan wafat pada tahun 179 H.

Di tengah lingkungan yang sarat iman dan ilmu yang murni Imam Malik dilahirkan. Ia tumbuh dan berkembang di sana. Di antara pepohonan Madinah, Imam Malik meretas jalan untuk menghadiri berbagai halaqah (pengajian) keilmuan dan hadis. Ia duduk menghadiri majelis keilmuan para pakar ilmu pada masanya. Imam Malik ketika itu adalah anak muda yang pandai, luar biasa banyak hafalannya, teguh, disiplin, tekun, berbakti, dan bertaqwa.

Kakek dan ayahnya termasuk ulama hadis terpandang di Madinah. Oleh sebab itu, sejak kecil Imam Malik tidak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu, karena beliau merasa Madinah adalah kota sumber ilmu yang berlimpah dengan ulama-ulama besar.Imam Malik selalu menghadiri majelis keilmuan salah seorang ulama Madinah, Abdurrahman bin Hurmuz selama tujuh tahun penuh. Selama rentang waktu tersebut, ia benar-benar
mendapat pengaruh dari sang guru, Ibnu Hurmuz. Selain itu, Imam Malik juga ikut menghadiri majelis keilmuan Rabi’ah bin Abdurrahman, dan Nafi’
maula (mantan budak) Ibnu Umar.

2. Gambaran Umum Isi Kitab
Al-Muwaththa’ berasal dari kata wathi’a – yatha’u–wath’an yang berarti “berjalan di atas” atau “melalui”. Sedangkan kata al-Muwaththa’ itu sendiri merupakan ism maf’ul dari fi’il tsulatsi mazid bi harf
fi ‘ain fi’il, yang berarti “Dimasuki”.

Artinya mudah dimasuki atau dipahami. Sebab dinamakan kitab ini dengan al-Muwaththa’ adalah karena dua sebab:
a.  Karena kitab ini menjadi pembicaraan manusia, maksudnya ia dimudahkan untuk manusia.
b. Karena para ulama Madinah sepakat dan setuju atasnya.

Imam Malik berkata:

عرضت كتابى هذا على سبعين فقيها من فقهاء المدينة فكلهم و اطأنى عليه
فسميته: الموطأ

“Saya menunjukkan kitabku ini kepada tujuh puluh ahli fikih Madinah.
Semuanya menyepakatiku atasnya, maka saya memberinya nama al-Muwaththa’.”


Kitab ini berisi hadits-hadits Rasulullah saw., atsar-atsar sahabat, dan fatwa-fatwa tabi’in. Dia memilahnya dari seratus ribu hadits yang pernah dia riwayatkan.
Hadits yang terkumpul di dalamnya menurut riwayat Yahya bin Yahya al-Andalusi mencapai 853 hadits.
Abu Bakar al-Abhari mengatakan, “Jumlah hadits Rasulullah saw., atsar sahabat, dan fatwa tabi’in yang ada dalam al-Muwaththa’ adalah 1720 hadits, yang bersanad 600, mursal 222, mauquf 613, dan fatwa tabi’in 285.”

Perbedaan perhitungan jumlah hadits yang terdapat dalam al-Muwaththa’ berdasarkan perbedaan riwayat dari Imam Malik. Imam Malik selalu membersihkan dan memperbaiki isi Muwaththa’nya, dan tetap menulisnya dan memperbaikinya.
Adapun derajat hadits-hadits yang terdapat dalam al-Muwaththa’ sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam asy-Syafi’i: “Kitab paling shahih setelah al-Qur’an adalah Muwaththa’ Imam Malik.” Tidaklah ada pertentangan antara pernyataan ini dengan kesepakatan ulama bahwa kitab paling shahih setelah al-Qur’an adalah Shahih al-Bukhari dan Shahih
Muslim. Hal itu karena beberapa hal:
a.  Pernyataan Imam asy-Syafi’i ini sebelum adanya shahih al-Bukhari dan shahih Muslim. Dia meninggal pada 204 H, sedangkan umur Imam al-Bukhari pada waktu itu belum melewati sepuluh tahun, dan Imam Muslim lahir pada tahun tersebut.
b. Sebagian besar hadits yang ada pada al-Muwaththa’ terdapat pula pada Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dan sisanya terdapat pada kitab sunan yang empat.
Sebagianulama dari barat dan timur mengatakan bahwa semua yang ada pada al-Muwaththa’ adalah shahih. Di antara al-Hafizh Ibnu ash-Shalah dan
Ibnu Hajar. Akan tetapi yang rajih menurut pendapat jumhur ulama bahwa derajat al-Muwaththa’ adalah di bawah Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa al-Muwaththa’ adalah kitab yang keenam dari kitab hadits yang enam (al-Kutub al-Sittah), di antara mereka adalah Razin bin Mu’awiyah as-Saraqusthi
(w. 535 H) dan al-Majd bin al-Atsir (w. 606 H).

3. Penilaian Ulama
Di mata masyarakat dan umat Islam, Imam Malik memiliki kedudukan luar biasa yang menyamai kedudukan para khalifah, gubernur, dan walikota.
Majelis ilmunya diliputi ketenangan, kewibawaan, dan kehormatan. Bahkan para pemimpin sekalipun di kala itu sangat senang mendengarkan pengajian
sang Imam.
Suatu ketika amir al-Mukminin Harun al-Rasyid berkata kepada sang Imam:

يا أبا عبد الله، أريد أن أسمع منك (الموطأ).

“Wahai Abu Abdullah, aku ingin mendengarkan darimu (al-Muwaththa’).”

Lalu Imam Malik menjanjikan esok harinya. Pada hari yang dijanjikan Harun al-Rasyid duduk di rumahnya menunggu Imam Malik, dan begitu juga
sang Imam menunggu sang Amir di rumahnya. Karena sudah lama menunggu, Harun al-Rasyid mengutus seseorang untuk mengundang Imam Malik. Lalu ia berkata kepada Imam Malik:

يا أبا عبد الله، ما زلت أنتظرك منذ اليوم.

“Wahai Abu Abdullah, aku telah menunggumu seharian”

Imam Malik menyatakan:

وأنا أيضا يا أمير المؤمنين لأم أزل أنتظرك منذ اليوم، إن العلم يؤتى ولا
يأتي، وإن ابن عمك صلى الله عليه وسلم هو الذي جاء بالعلم؛ فإن رفعتموه
ارتفع، وإن وضعتموه اتضع

“Aku juga menunggumu seharian wahai Amir al-Mu’minin, sesungguhnya ilmu itu dicari, tidak datang sendiri, dan sesungguhnya anak pamanmu saw.  yang dia datang bersama ilmu, jika engkau meninggikannya, dia akan tinggi, dan jika engkau rendahkan, maka ia menjadi rendah.”
Beberapa pendapat Ulama mengenai Imam Malik dan al-Muwaththa’:
a.  Imam asy-Syafi'i rahimahullah
Dalam memposisikan Imam Malik di kalangan Ulama Imam asy-Syafi'i menyatakan:

إذا ذكر العلماء فمالك النجم، و قال: مالك معلمى و عنه أخذتُ العلم

“Apabila disebutkan Ulama, maka Malik adalah Najm (bintang), dia juga berkata: "Malik adalah guruku, dan darinya aku mengambil ilmu.”

Mengenaial-Muwaththa’, Imam asy-Syafi’i berkata:

ما على طهر الأرض كتاب أصح بعد كتاب الله من كتاب مالك

“Tidak ada kitab yang paling shahih di permukaan bumi ini setelah al-Qur’an daripada kitab (Muwaththa’) Imam  Malik.”


b. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Mengomentaripendapat Imam Syafi’i di atas, Ibnu Taimiyah menyatakan:

وهو كما قال الشافعي رضي الله تعالى عنه

“Dan dia (Muwaththa’Imam Malik) sebagaimana yang dinyatakan asy-Syafi’i ra..”

هذه كتب الصحيح التى أجلّ ما فيها كتاب البخارى أول ما يستفتح الباب بحديث
مالك، و إن كان فى الباب شيءٌ من حديث مالك لا يقدّم على حديثه غيره

"Kitab-kitab shahih ini yang di dalamnya terdapat kitab al-Bukhari, awal babnyadibuka dengan hadits Malik, apabila di dalam bab tersebut terdapat sesuatu dari hadits Malik, maka dia tidak mendahulukan
haditsnya selain dari hadits Malik.

c.  Al-Hafizh Ibnu 'Abdil Bar
Al-Hafizh Ibnu ‘Abdil Bar rahimahullah (w. 463 H) merupakan seorang ulama yang menyarahkan al-Muwaththa’ dalam kitabnya yang berjudul
al-Istidzkar fi Syarh Madzahibi Ulama’ al-Amshar dan at-Tamhid lima fi al-Muwaththa’ min al-Ma’ani wa al-Asanid yang telah dicetak di Maroko sebanyak 24 Jilid. Ibnu ‘Abdil Bar berkata:

من اقتصر على حديث مالك رحمه الله فقد كُفي تعب التفتيش و البحث، ووضع يده
من ذلك على عروة وُثقى لا تنفصم، لأن مالكا قد انتقد و انتقى، و خلص، و لم
يرو إلا عن ثقة حجة

“Siapa yang mencoba untuk meringkas hadits Malik rahimahullah, maka cukuplah keletihan dalam mengkaji dan membahasnya, lalu ia berpegang
dengan tali kokoh niscaya tidak juga akan putus. Karena Malik telah mengkritik, membersihkan, memurnikan, dan dia hanya meriwayatkan dari
hujjah yang tsiqah.”

d. Syeikh ad-Dahlawy

...تيقنتُ أنه لا يوجد الآن كتاب ما فى الفقه أقوى من موطأ الإمام مالك، لأن
الكتب تتفاضل فى ما بينها، إما من جهة فضل المصنف، أو من جهة التزام الصحة،
أو من جهة شُهرة إحاديثها، أو من جهة القبول لها من عآمة المسلمين، أو من
جهة حسن الترتيب واستيعاب المقاصد المهمة و نحوها، و هذه الأمور كلها
موجودة فى الموطأ على وجه الكمال، بالنسبة إلى جميع الكتب الموجودة على وجه
الارض الآن...

“Saya yakin sekarang tidak ditemukan kitab yang di dalam fiqh yang lebih kuat dari Muwaththa’ Imam Malik. Karena kitab-kitab yang kelebihan terdapat di dalamnya, baik dari segi kelebihan penyusun, dari segi ketegasan keshahihannya, dari segi kemasyhuran hadits-haditsnya, dari segi diterimanya oleh kaum muslimin, dari segi kerapian susunannya,
maupun kepekatan tujuan-tujuan yang sangat urgen, dan lain sebagainya.
Semua itu terdapat dalam al-Muwaththa’ secara sempurna disbanding dengan seluruh kitab yang ada di permukaan bumi ini.”

Demikianlah berbagai pendapat ulama mengenai kitab al-Muwaththa’ yang disusun oleh Imam Malik bin Anas. Dari berbagai pendapat yang telah
dikemukakan oleh ulama di atas sebenarnya tidak bertentangan dengan pendapat jumhur ulama yang mengatakan bahwa kitab yang paling shahih
setelah kitab Allah (al-Qur’an) adalah shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Sebagaimana yang telah penulis jelaskan sebelumnya dengan
beberapa alasan.
Di antara syarah al-Muwaththa’ yang paling penting yaitu:
1) Al-Istidzkar fi Syarh Madzahibi Ulama’ al-Amshar
2) At-Tamhid lima fi al-Muwaththa’ min al-Ma’ani wa al-Asanid, keduanya karya Ibnu Abdil Barr, telah dicetak di Maroko sebanyak 24 jilid

B.AL-SHAHIHAYN (SHAHIH AL BUKHARYDAN SHAHIH MUSLIM)
1. Shahih al-Bukhary
a. Tokoh
Namanya adalah Muhammad, kunyahnya Abu Abdullah, laqabnya Imamul Muhadditsin (Imam para ahli hadits) atau Amirul Mukminin fil Hadits
(Amir orang-orang mukmin dalam hadits). Nasabnya yaitu Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah bin Badzidzbih.

Dia dilahirkan pada bulan Syawal 194 H dan wafat pada tahun 256 H.

Dua nama terakhir dari nasab Imam al-Bukhari sebagaimana yang penulis kutip di atas, menerangkan bahwa Imam al-Bukhari bukanlah keturunan orang Arab yang disebut dengan ‘Ajam (‘Ujmah). Menurut para ahli hadits kata Bardizbah itu berarti petani. Ayah Bardizbah adalah Badzidzbih, yang keduanya merupakan orang Persia.

Imam al-Bukhari telah menghafal hadits sebelum genap umurnya sepuluh tahun. Dia belajar lebih dari 1000 syaikh atau guru, menghafal 100.000 hadits shahih dan 200.000 hadits yang tidak shahih.

Imam al-Bukhari meninggalkan sekitar dua puluh karya dalam bidang hadits, ilmu-ilmunya, dan tokoh-tokohnya, serta ilmu-ilmu ke-Islaman lainnya. Yang terpopuler adalah al-Jami’ ash-Shahih, yang lebih
dikenal dengan sebutan shahih al-Bukhari.
b. Gambaran Umum Isi Kitab
Kitab ini dikenaldi kalangan ulama dengan nama Shahih al-Bukhari. Imam al-Bukhari mengeluarkan hadits yang terdapat dalam shahihnya dari 600
ribu hadits. Umumnya, hadits-hadits yang ini telah dibukukan dalam kitab-kitab musnad dan mushannaf yang lain sebagaimana yang telah dikodifikasi oleh para ulama pada abad ke 2 H. Imam al-Bukhari
mendengarkan dari gurunya berdasarkan musnad dan mushannaf mereka.Oleh karena itu, Imam al-Bukhari mengambil hadits dengan cara as-Sima’. Beliau menyusun kitabnya selama 16 tahun.

Menurut Al-Hafizh Abu al-Fadhl Syihabuddin bin Hajar, semua matan yang muttasil dalam Shahih al-Bukhari tanpa pengulangan berjumlah 2602 hadits. Di antara matan-matan yang mu’allaq lagi marfu’ yang tidak beliau sebutkan dengan sanad bersambung di tempt lain dalam kitab al-Jami’ berjumlah 159 hadits, sehingga semuanya berjumlah 2761 hadits.

c.  Penilaian Ulama
Jumhur ulama mengatakan, kitab al-jami’ al-shahih al-musnad al-mukhtashar min hadits rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan kitab yang paling shahih setelah kitab Allah Azza wa Jalla (al-Qur’an).

Bukanlah sesuatu yang berlebihan jika mereka mengatakan bahwa umat Islam tidak pernah mencurahkan perhatian mereka terhadap sebuah kitab, setelah kitab Allah sebagaimana kadar perhatian mereka terhadap shahih al-Bukhari dari sisi periwayatan dan penyimakannya, penghafalan dan
penulisannya, penjelasan hadits-hadits dan para perawinya, peringkasan dan pemisahan sanad-sanadnya.

1) Al-Hafizh ibn Hajar al-Asqalany

ذكر الفربرى أنه سمعه منه تسعون ألفا ... و من رواية الجامع أيضا: أبو طلحة
منصور بن محمد بن علي بن قريبة البزدوي، و إبراهيم بن معقل النسفى و حماد
بن شاكر الفسوي .... و الرواية التى اتصلت بالسماع فى هذهالأعصار وما قبلها
هي رواية: محمد بن يوسف بن مطر بن صالح بن بشر الفربري...

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Al-Farabri menyatakan bahwa sebanyak sembilan puluh ribu orang telah mendengarkan shahih al-Bukhari dari
beliau.” Al-Hafizh juga mengatakan: “Bahwa di antara perawi kitab al-Jami’ (shahih al-Bukhari) adalah: Abu Thalhah Manshur bin Muhammad
bin Ali bin Qaribah al-Bazdawi, Ibrahim bin Ma’qil an-Nasafi, dan Hammad bin Syakir al-Fasawi. Sedangkan riwayat yang sampai pada masa-masa ini
dan sebelumnya dengan cara pendengaran langsung (as-Sima’) adalah riwayat Muhammad bin Yusuf bin Mathar bin Shalih bin Bisyr al-Farabri.”

2) Para ulama yang menyusun kitab syarah shahih al-Bukhari Begitu banyaknya penilaian ulama terhadap kitab shahih al-Bukhari, sehingga jumlahnya dalam bentuk mukhaththah (manuskrip) dan yang telah dicetak mencapai tujuh puluh satu kitab sesuai penghitungan Prof. Abdul Ghani bin Abdul Khaliq. Menurut penghitungannya juga, jumlah ta’liq, ringkasan, dan yang serupa dengannya mencapai empat puluh empat kitab antara yang belum dicetak atau sudah.

Di antara kitab-kitab syarah Shahih al-Bukhari yang paling penting yang telah dicetak adalah:
a) A’lam as-Sunan, karya Imam al-Khaththabi Abu Sulaiman Hamd bin Muhammad al-Busti yang wafat pada 388 H.
b) Al-Kaukab ad-Darari fi Syarh Shahih al-Bukhari, karya al-Hafizh Syamsuddin Muhammad bin Yusuf yang dikenal dengan nama al-Karmani yang wafat pada 786 H.
c) Fath al-Baari, karya al-Hafizh Ibnu Hajar yang wafat pada 852 H. Ia termasuk syarah Shahih al-Bukhari terpenting dan terbaik.
d)Umdah al-Qari, karya al-Hafizh Badruddin Abu Muhammad Mahmud bin Ahmad al-Hanafi yang terkenal dengan nama al-‘Aini, yang wafat pada
855 H.
e) Irsyad as-Sari, karya Syihabuddin Ahmad bin Muhammad yang dikenal dengan nama al-Qasthalani, yang wafat pada 923 H.
f)  Faidh al-Bari, karya syaikh Muhammad Anwar al-Kasymiri al-Hanafi, yang wafat pada 1352 H.
g) Lami’ ad-Darari, karya al-Hajj Rasyid Ahmad al-Kankuhi dan kitab-kitab syarah yang lain.
Penilaian ulama terhadap para perawinya telah dimulai lebih awal. Yaitu ketika al-Hafizh Abu Ahmad Abdullah bin Adi (W. 365 H) menulis sebuah
kitab yang diberi nama Man Rawa ‘anhu al-Bukhari, kemudian penulisan karya ilmiah tentang hal itu muncul secara berurutan. Di antara kitab-kitab tersebut adalah:
a) Al-Hidayah wa al-Irsyad, yang ditulis oleh Abu Nashr Ahmad bin Muhammad al-Kalabadzi (W. 398 H)
b) At-Ta’dil wa at-Tarjih Liman Akhraja lahu al-Bukhari fi ash-Shahih, karya Abu al-Walid Sulaiman bin Khalaf al-Baji
c) Al-Jami’u Baina Rijal ash-Shahihain, karya Abu al-Fadhl Muhammad bin Thahir al-Maqdisi (W. 507 H).

2. Shahih Muslim
a. Tokoh
Shahih Muslim di susun oleh al-Imam al-Kabiral-Hafizh Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Wardi bin Kausadz al-Qusyairi
an-Naisaburi.
Dia dilahirkan di Naisabur pada 204 H dan wafat pada 261 H.

Beliau lebih dikenal dengan al-Imam Muslim.
Al-Imam Muslim adalah seorang ahli hadits dari Khurasan, yang berjalan ke berbagai negeri untuk belajara hadits dan ilmu. Selama pengembaran
itu beliau banyak menyusun mushannaf. Beliau memiliki banyak guru, di antaranya di Khurasan yaitu Yahya bin Yahya at-Tamimi, Ishaq bin
Rahuwiyah dan lainnya. Di Ray yaitu Muhammad bin Mihran al-Jammal, Abu Ghassan Muhamman bin Amr Zunaija, dan lainnya. Di Irak yaitu Ahmad bin
Hanbal, Abdullah bin Maslamah al-Qa’nabi, dan lainnya. Di Hijaz yaitu Sa’id bin Manshur, Abu Muash’ab az-Zuhri, dan lainnya. Di Mesir yaitu
Amr bin Sawwad, Harmalah bin Yahya, dan lainnya.

Sedangkan yang meriwayatkan darinya (muridnya) banyak sekali, antara lain Imam Tirmidziy, Ibnu Khuzaimah, Yahya ibn Sa’id, dan Abdurrahman
ibn Abi Hatim. Imam Muslim berhasil mencapai puncak keilmuan. Beberapa imam lebih mendahulukan beliau daripada guru-guru lain masa itu dalam rangka mengetahui hadits. Imam-imam masa itu juga sangat memuji beliau, demikian pula mayoritas ahli ilmu sesudah beliau.

b. Gambaran Umum Isi Kitab
Imam Muslim menyusun kitabnya itu dari 300.000 hadits yang didengarnya langsung. Untuk menyeleksinya, beliau menghabiskan waktu sekitar 15 tahun.
Kitab itu dikenal di kalangan para ulama dengan nama Shahih Muslim. Ibnu ash-Shalah berkata:

روينا عن مسلم رحمه الله قال: صنفت هذا "المسند الصحيح" من ثلاثمائة ألف
حديث مسموعة. و قال ابن الصلاح أيضا: "بلغنا عن مكى بن عبدان قال: سمعت
مسلم بن الحجاج يقول: لو أن أهل الحديث يكتبون مائتي سنة الحديث فمدارهم
على هذا المسند، يعنى مسنده الصحيح

“Diriwayatkan kepada kami dari Muslim rahimahullah dia berkata:‘Saya menyusun kitab ini, al-Musnad ash-Shahih dari 300 ribu hadits yang saya
dengar.’ Ibnu ash-Shalah juga berkata: Telah sampai kepada kami dari Maki bin Abdan, dia berkata, saya mendengar Muslim bin al-Hajjaj berkata: “Seandainya para ahli hadits menulis hadits selama dua ratus tahun, maka poros mereka adalah pada musnad ini yakni musnad ash-Shahih.”

Menurut Ibnu ash-Shalah, dalam shahih Muslim tidak terdapat hadits mu’allaq kecuali sedikit. Menurut Abu Ali al-Ghassani al-Andalusi
menyebutkan bahwa terjadi inqitha’ (terputus) dalam shahih Muslim pada empat belas tempat.

Ibnu ash-Shalah kemudian memperjelas perkataannya, ia menyebutkan tiga tempat yaitu:
1) Dalam kitab tayammum,
2) Kitab buyu’ (jual beli),
dan
3) Bab hudud (hukuman yang telah ditentukan kadarnya oleh syari’at). Menurut ar-Rasyid al-Aththar hanyalah tiga belas, salah satunya pengulangan.

Dua hadits yang terakhir (dalam kitab buyu’ dan bab hudud) telah diriwayatkan oleh Muslim sebelum dua jalan periwayatan tersebut dengan sanad muttashil, kemudian dia mengikutkannya dengan dua sanad ini.
Maka berdasarkan ini, dalam hadits muslim tidak terdapat hadits mu’allaq setelah mukadimah yang mana dia tidak memaushulkannya kecuali hadits Abu al-Jahm dalam kitab tayammum. Di dalamnya masih
tersisa empat belas tempat lagi yang beliau riwayatkan dengan sanad muttashil yang kemudian beliau lanjutkan dengan perkataan “Si fulan
meriwayatkannya’.

Al-Hafizh Ibnu Hajar lebih sepakat dengan perkataan ar-Rasyid al-Aththar yang mengatakan terjadi di tiga belas tempat. Dalam mengomentari pendapat al-Hafizh al-Iraqi beliau mengatakan bahwa perkataan Muslim “Si fulan meriwayatkan” tidak terjadi pada semua hadits yang disebutkan, akan tetapi terjadi hanya pada enam hadits di dalam mukadima Shahih
Muslim. Kemudian tujuh hadits yang tersisa, di dalam terdapat satu hadits yang diulang. Maka jumlahnya hanya dua belas saja, enam yang
ta’liq (terputusnya perawi setelah sahabat) dan enam lagi dengan bentuk ittishal (bersambung), tetapi masing-masing tidak disebutkan dengan jelas tentang nama orang yang meriwayatkannya. Maka ungkapan yang benar adalah dengan mengatakan, ‘di dalamnya masih tersisa enam tempat.’
Dalam riwayat lain dikatakan, bahwa hadits-hadits tersebut zahirnya munqathi’ (terputus sanadnya), padahal bukan munqathi’. Sebagaimana pendapat jumhur ulama hadits tentang sanad hadits yang di dalamnya terdapat seorang yang mubham (tidak disebutkan namanya) bahwa ia adalah muttashil yang di dalamnya terdapat seorang yang mubham.

Imam an-Nawawi menyebutkan dalam tambahannya di dalam kitab at-Taqrib, dia berkata: “Jumlah haditsnya sekitar 4000 dengan membuang hadits yang diulang.”

Jumlahnya melebihi jumlah hadits dalam kitab al-Bukhari, karena banyaknya jalur periwayatnya. Abu Fadhl Ahmad bin Salamah meriwayatkan bahwa jumlahnya 12.000 hadits.

c.  Penilaian Ulama
Para ulama tidak memberikan perhatian yang khusus kepada sebuah kitab sesudah kitab Allah sebagaimana perhatian mereka kepada kitab Shahih
al-Bukhari dan Shahih Muslim. Sebagaimana penulis telah membahasnya pada pembahasan sebelumnya tentang Shahih al-Bukhari.
Ulama sangat memperhatikan shahih Muslim dalam sisi periwayatan dan penyimakan, hanya saja pada kurun masa terakhir dikenal masyhur riwayat
Shahih Muslim yang muttashil melalui riwayat Abu Ishaq bin Muhammad bin Sufyan an-Naisaburi, seorang ahli fikih, mujtahid yang zuhud, perawi
Shahih Muslim. Beliau wafat pada 308 H. di antara kitab Syarah Shahih Muslim yang terpenting adalah:
1) Al-Mufhim fi Syarhi Muslim, karya Abdul Ghafir bin Ismail al-Farisi (W. 529 H)
2) Al-Mu’lim fi Syarhi Muslim, karya Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Umar al-Maziri al-Maliki (W. 536 H)
3) Ikmal al-Mu’lim bi Fawa’id Syarhi Shahih Muslim, karya al-Qadhi Abu al-Fadhl ‘Iyadh bin Musa al-Yahshubi (W. 544 H)
4) Syarh Shahih Muslim, karya Abu Amr bin Utsman bin Ash-Shalah (W. 643 H)
5) Al-Minhaj fi Syarhi Shahih Muslim bin al-Hajjaj, karya Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi (W. 676 H)
6) Ikmal al-Ikmal, karya Abu ar-Rauh Isa bin Mas’ud az-Zawawi al-Maliki (W. 744 H)
Dan syarah-syarah yang lainnya yang jumlahnya sebanyak 48 kitab syarah dan mukhtasharnya.

3. Perbandingan keduanya
Tidak diragukan lagi, bahwa masing-masing memiliki ciri khusus. Imam al-Bukhari menyebut setiap bab dalam kitab, mengulangi beberapa hadits
karena beberapa kaedah dan memotong sebagian hadits dengan menempatkannya di berbagai tempat untuk menjelaskan suatu hukum atau menambah suatu pengertian ataupun mengukuhkan kemuttashilan sanad, dan lain-lain. Sementara Imam Muslim tidak melakukan hal itu, tetapi menghimpun beberapa jalur di tempat yang sama dengan sanad yang beragam dan redaksi yang berbeda juga, sehingga mudah dipelajari.

Syarat al-Bukhari dan Muslim ialah meriwayatkan hadits yang telah disepakati ketsiqahan periwayatannya hingga sampai kepada seorang
sahabat yang masyhur, tanpa ada perselisihan antara para perawi yang tsiqah (terpercaya), dan sanadnya muttashil dan tidak terputus.
Hanya saja Imam Muslim meriwayatkan hadits-hadits dari orang yang haditsnya ditinggalkan oleh Imam al-Bukhari karena syubhat (aib) yang terdapat pada dirinya. Muslim meriwayatkan hadits-haditsnya dengan menghilangkan syubhat tersebut, seperti Hammad bin Salamah, Suhail bi Abi Shalih, Dawud bin Abi Hind, Abu az-Zubair al-Makki, al-Ala’ bin
Abdurrahman dan lainnya.

C.    MUSNAD IMAM AHMAD BIN HANBAL
1. Tokoh
Pengarang kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal yaitu Syaikhul Islam, pemimpin umat Islam pada masanya, seorang hafizh, hujjah, imam, dan
menjadi panutan umat. Kemuliaan dan martabatnya diakui oleh semua orang, baik yang pro ataupun yang kontra dengannya.
Dia adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin
Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Zuhl bin Tsa’labah bin ‘Ukabah bin Sha’ub bin Ali bin Bakar bin Wa’il adz-Dzuhli asy-Syaibani al-Marwazi al-Baghdadi,

Imam Ahmad bin Hanbal lahir pada 164 H dan wafat pada 241 H, salah seorang imam fiqh dan hadits terkemuka.

2. Sistematika Penyusunan
Imam Ahmad rah, telah menyusunnya berdasarkan sahabat yang lebih awal memeluk Islam dan lebih utama kedudukannya dalam Islam. Dia memulainya
dari sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira dengan surga, kemudian ahli Badar, disusul ahli Bai’at Ridhwan (Hudaibiyah), dan seterusnya.

Jumlah haditsnya mencapai 30.000 hadits lebih yang beliau saring dari 750.000 buah hadits. Beliau mentakhrij hadits-hadits itu dari sekitar 800 orang sahabat.

Abu Musa menyebutkan bahwa jumlah hadits dalam musnad adalah 40.000 kurang 30 atau 40 hadits yang ditakhrij dari 700 orang pria dan 100 lebih perempuan.


3. Gambaran Umum Isi Kitab
Hadits-hadits dalam musnad itu berkisar antara yang shahih, hasan, dan dha’if. Ada hadits-hadits shahih yang telah ditakhrij oleh para pemilik al-kutub as-sittah. Ada pula yang belum mereka takhrij. Ada
yang hasan dan ada pula yang dha’if yang bisa dijadikan hujjah, sampai-sampai Imam as-Suyuti mengatakan: “Semua yang ada di dalam musnad
Ahmad adalah maqbul. Karena hadits dha’if yang ada di dalamnya mendekati kualitas hasan.”
Sebagian ulama berbeda pendapat mengenai ada tidaknya hadits maudhu’ di dalam musnad, meski hanya sedikit. Kesimpulannya adalah bahwa yang
diperselisihkan itu tidak lebih dari hitungan jari tangan. Ibnu Hajar di dalam kitabnya “Ta’jil al-Manfa’ah bi Rijal al-Arba’” (Yakni al-Muwaththa’, musnad Abu Hanifah, musnad asy-Syafi’i, dan musnad Ahmad) mengatakan: dalam al-Musnad tidak ada hadits yang tidak memiliki asal kecuali tiga atau empat hadits. Beliau beralasan bahwa
hadits-hadits itu sebenarnya telah diperintahkan oleh Imam Ahmad untuk dihapus, tetapi yang diperintah lupa menghapusnya. Namun demikian, sebagian hafizh berusaha menafikan adanya hadits maudhu’ di
dalamnya.

Namun menurut Abu al-Faraj Ibnu al-Jauzi mengatakan موضوعفيه(di dalamnya terdapat hadits maudhu’)
4. Penilaian Ulama
Al-Hafizh Abu Musa al-Maidani berkata:

لم يُخرج أحمد في مسنده إلا عمن ثبت عنده صدقُه و ديانته دون من طُعن في أمانته

“Imam Ahmad tidak meriwayatkan hadits dalam kitabnya melainkan dari orang yang menurutnya jujur dan hanif agamanya, bukan orang yang tidak
amanah.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

شرط المسند أقوى من شرط أبى داود فى سننه و قد روى أبو داود فى سننه عن
رجال أعرض عنهم أحمد فى المسند و لهذا كان الإمام أحمد لا يروى في المسند
عمن يعرف أنه يكذب مثل محمد بن سعيد المصلوب و نحوه، ولكن قد يروى عمن يضعف
لسوء حفظه، فإنه يكتب حديثه ليعتضد به و يعتبر به

“Syarat al-Musnad lebih kuat daripada syarat Abu Dawud dalam sunannya. Abu Dawud meriwayatkan hadits dari para perawi yang ditolak haditsnya oleh Imam Ahmad dalam musnadnya. Oleh karena itu, Imam Ahmad tidak pernah meriwayatkan hadits dalam musnadnya dari orang yang dikenal sebagai pendusta, seperti: Muhammad bin Sa’id al-Mashlub dan semisalnya. Tetapi terkadang ia meriwayatkan hadits dari orang yang lemah karena kualitas hafalannya jelek. Dia menulis haditsnya untuk
menguatkan atau menjadikannya sebagai pedoman.”

Bentuk-bentuk perhatian ulama terhadap musnad:
1. Al-Hafizh Abu Bakar Muhammad bin Abdullah bin al-Muhib as-Shamit menyusunnya menurut urutan huruf mu’jam (hija’yah) nama sahabat dan orang-orang yang meriwayatkan hadits dari mereka, sebagaimana susunan kitab-kitab al-Athraf.
2. Al-Hafizh Abu al-Fida’ Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir rahimahullah mengambil kitab musnad dengan susunan Ibnu al-Muhib ash-Shamit dan menggabungkannya dengan al-kutub as-sittah, musnad al-Bazzar, musnad Abu Ya’la al-Mushili dan Mu’jam al-Thabrani al-Kabir. Kemudian beliau menyusun semuanya sebagaimana penyusunan Ibnu
al-Muhib terhadap al-musnad dan memberinya nama Jami’ al-Masanid wa as-Sunan.
3. Al-Hafizh Ibnu Hajar juga menyusunnya menurut al-Athraf hadits dalam kitabnya yang diberi nama Athraf al-Musnid al-Mu’tala bi Athrafi
al-Musnad al-Hanbali. Kemudian beliau menggabungkannya dengan sepuluh kitab hadits lain dalam kitabnya Ithaf as-Saadah al-Maharah al-Khiyarah bi Athraf al-Kutub al-Asyrah.
4. Al-Hafizh Syamsuddin al-Husaini membuat tarjamah (biografi) para perawinya dalam kitabnya al-Ikmal biman fi Musnad Ahmad min ar-Rijal minman Laisa fi Tahzib al-Kamal li al-Mizzi. Kemudian beliau meletakkan biografi tersebut dalam kitabnya at-Tazkirah bi Rijal al-Asyrah, yaitu al-Kutub as-Sittah, Muwaththa’ Malik, Musnad Ahmad, Musnad asy-Syafi’i, dan Musnad Abu Hanifah. Dan telah diringkas oleh al-Hafizh dalam kitab Ta’jil al-Manfa’ah hanya pada perawi kitab yang empat.
5. Syaikh Ahmad bin Abdurrahman as-Sa’ati menyusun kitab musnad menurut urutan bab-bab untuk memudahkan para penuntut ilmu dalam
menggunakannya. Beliau memberinya nama dengan al-Fath ar-Rabbani bi Tartib Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal asy-Syaibani, kemudian beliau
kembali mensyarahkannya dan mentakhrij hadits-haditsnya dalam kitab yang berjudul “Bulugh al-Amani min Asrar Al-Fath ar-Rabbani. Keduanya
telah dicetak.
6. Musnad ini juga mendapat perhatian dari Syaikh Ahmad bin Muhammad Syakir rahimahullah, beliau mensyarahkan hadits-haditsnya yang gharib dan member hukum shahih atau dha’if berdasarkan
kemampuan ijtihadnya.
7. Perhatian ulama terhadap musnad ini dari sisi kedudukan, urgensi, dan penjelasan derajat hadits-haditsnya, antara lain:
a.  Khasha’is al-Musnad, karya Abu Musa al-Madini
b. Al-Mish’ad al-Ahmad dan al-Musnad al-Ahmad, karya Syamsuddin al-Jazari
c.  Al-Qaul al-Musadadad fi adz-Dzabb’an Musnad Ahmad, karya al-Hafizh Ibnu Hajar


BAB III

PENUTUP
 Demikianlah sekelumit tentang kitab-kitab hadits yang pokok, yang merupakan rujukan bagi setiap muslim untuk mengambil syari’at Allah setelah al-Qur’an al-Karim. Imam Malik merupakan ahli hadits sekaligus Imam mazhab fikih di antara imam yang empat yang terkenal hingga hari ini. Imam al-Bukhari merupakanAmirul mukminin fi al-hadits yaitu Amir orang-orang beriman dalam hadits. Imam Muslim dikenal dengan Imam besar para Hafizh. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal merupakan Syaikhul Islam yang dalam ilmunya.
Sepanjang penjabaran makalah ini, penulis menyadari akan kekurangan dan kelemahan. Baik dari aspek kurang padatnya pembahasan dan juga dari aspek kebahasaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan masukan dari pembaca yang dapat mendukung untuk menutup kekurangan makalah ini.
Penulis juga menyarankan kepada pembaca dan peserta diskusi untuk kembali membaca dan mengkaji kitab-kitab ulama yang berkaitan dengan
pembahasan dalam makalah ini, seperti at-taarikh al-baghdadi, at-taarikh al-‘iraqi, Hadyu as-Sari, dan kitab-kitab lainnya.
Akhirnya penulis hanya bisa berdoa dan berharap kepada sang Pemberi Hidayah yakni Allah Azza wa Jalla, semoga makalah ini bermanfaat, terutama bagi penulis sendiri, dan juga untuk pembaca sekalian.

**********************************
Mengenal Kitab-Kitab Rujukan Ilmu Hadist


Segala puji bagi Allah, tuhan sekalian alam, selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad SAW, para ahli keluarganya dan sahabatnya serta mereka yang menurutinya dengan kebenaran.
 
Penulisan ini ditulis khasus untuk para pencinta ilmu hadith serta para pelajar ilmu Islam di tingkat permulaan dan pertengahan. Penulisan ini hanya menumpukan aspek sumber rujukan (kitab utama) dalam pengajian ilmu hadith dan tidak akan mengulas bab-bab hadith yang lain. Penulisan ini
akan menjelaskan topik-topik berikut.

1. Kitab-kitab utama dalam ilmu hadith.
2. Kitab-kitab utama dalam bidang ‘ulum hadith, maudu’at dll.
3. Kitab-kitab utama dalam ilmu rijal hadith.

Bagaimanapaun, penulisan ini tidak akan melengkapi keseluruhan kitab utama, bahkan ia cuma sebagai panduan kepada beberapa kitab yang muktamad dalam bidang hadith dan ilmu-ilmunya.

KITAB-KITAB UTAMA DALAM ILMU HADITH

1. Shohih al-Bukhari

·Ditulis oleh Imam al-Hafiz Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, lahir pada 13 Syawal tahun 194 H, wafat pd 256 H.

·Tergerak hati untuk mengumpulkan hadith2 shohih apabila mendengar kalam salah seorang gurunya iaitu Imam Ishak Rahawaih berkata “ Sekiranya kamu mengumpulkan sebuah kitab yang ringkas
bagi hadith2 shohih dari Nabi SAW”

·Kitab beliau menduduki tangga teratas selepas al-Quran. Menurut Ibn Hajar al-asqolani dalam muqaddimah Fath al-BariShohih Bukhari mempunyai 7398 hadith dengan perulangan. Tanpa perulangan sebanyak 2602 hadith.

·Lebih utama daripada shohih Muslim karena :

a) Imam Bukhari mensyaratkan setiap perawi yang mengambil dari perawi lain mesti berada dalam satu zaman dan mesti berjumpa sekurang-kurangnya sekali. Manakala Imam Muslim hanya mensyaratkan berada di satu zaman, tanpa syarat berjumpa.

 b) Imam Bukhari lebih merupakan seorang yang faqih berbanding Imam Muslim.

c) Imam Bukhari tidak mengambil hadith dari Imam Muslim, manakala Muslim mengambil dari Bukhari.

d) Bukhari mengkaji perihal perawi.

e) Paraperawi yang dikritik dalam sanad hadtih dalam shohih Bukhari hanya lebih kurang 80 orang sahaja. Manakala Muslim lebih kurang 160 orang. Dalam keadaan Bukhari mengambil Hadith dari guru2nya yang amat dikenalinya, kebanyakan guru2 nya telah dikritik sebagai dhoif, tetapi beilau lebih kenal akan guru2nya daripada para pengkritik.

 f) Kurangnya pengkritik ke atas Bukhari dari sudut
‘syaz’ dan ‘illah’ berbanding Muslim. Bukhari sebanyak 78, manakala Muslim sebanyak 130.

 ·Kitab syarah dan ringkasan Shohih Bukhari terlampau banyak, hinggakan kitab syarahnya sahaja mencecah 82 buah ( Sila lihat Kasyf az-Zunun) ·Syarah Bukhari yang paling popular adalah :

a) I’lam as-Sunan, Imam al-Khattabi ( 386 H)

b) At-Tanqih, Imam Badr al-Deen al-Zarkasyi (794 H)

 c) Fath al-Bari, Al-Hafiz Ibn Hajar al-asqolani (852 H)

d) Umdah al-Qari, Badr ad-din al-‘aini (855H)

e) At-Tawsyikh, Al-Hafiz Jalaluddin As-Suyuti (911H)

f) Irsyad al-Sari, Ahmad Bin Muhd al-Qastalani (923 H)

·Kitab khusus yang meneliti perawi2 di dalam shohih Bukhari :

a)Asma’ Rijal Shohih al-Bukhari, Ahmad Bin Muhd
Al-Kalabazi (398 H)

2. Shohih Muslim

·Ditulis oleh Imam al-Hafiz Muslim Bin Hajjaj al-Qusyairy al-Nisaburilahir 204 H, wafat 261 H. Menduduki tangga kedua selepas Shohih Bukhari atas sebab2 yang dinyatakan di atas.

·Bagaimanapun, Shohih Muslim lebih terkenal dibanding shohih Bukhari dari sudut ilmu penulisan, seperti Muslim tidak banyak perulangan hadith, begitu juga isnad. Ia juga menggabungkan seluruh
hadist berkaitan dalam satu bab, juga meletakkan jalan2 (turuq) yang diredhainya. Begitu juga meletakkan isnad dan lafaz yang berbeda, yang mana itu menjadikan lebih mudah bagi pengkaji dibanding Bukhari.

·Hadist di dalamnya sebanyak 7275 dengan perulangan, sebanyak 4000 tanpa ulang.

·Imam Muslim mempunyai kaedah tersendiri yang hebat dalam menringkaskan sanad menurut keadah matematik.

·Kitab syarahnya mencecah 15 buah. Yang terpopular :

a) Al-Mu’lim bi fawaid Muslim, Imam Muhd Ali Al-Mazari al-Maliki (536 H)

b) Ikmal al-Mu’allim bi fawaid Muslim, Al-Qadhi ‘Iyadh al-Maliki (544 H)

c) Al-Minhaj Syarh Shohih Muslim, Imam an-Nawawi (676 H)

d) Talkhis Shohih Muslim wa syarhuh, Ahmad Umar al-Qurtubi (656H) – kitab ikhtisor Muslim

e) Mukhtasor al-Hafiz Zaki ad-Din al-Munziri (656H)

·Kitab yang meneliti rijal( perawi) dalam shohih Muslim:

a) Rijal Shohih al-Imam Muslim, Ahmad Ali Manjuyah ( 428 H)

b) Rijal al-Bukhari wa Muslim, Al-Hafiz al-Dar Qutni (385 H)

3. Sunan An-Nasaie

 Ditulis oleh Imam al-Hafiz Ahmad Bin Syuaib al-Khurasani(215 H-303H).

 Ia menduduki tempat ketiga karena merupakan sunan yang tersedikit mengandung hadith Dhoif.( demikian menurut Dr Mustofa as-Siba’ie dalam kitabnya as-Sunnah wa makanatuha fi at-Tasyri’ al-Islami).
Imam Suyuti menyatakan pula sunan ini adalah terbersih sanadnya dari empat sunan selepas shohihain. (lihat Zahr al-Ruba, 13, juga Syurut
al-aimmah al-sittah, Al-Maqdisi, ms 12)

 Beliau menjelaskan perihal rawi dari sudut shohih, dan asoh, dhoif dan ad’af.

 Hadith dalam kitabnya terbagi 3 jenis:

a). Hadith yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim.

b). Hadith shohih di atas syarat Bukhari dan Muslim, tetapi tidak dikeluarkan oleh mereka berdua.

c). Hadith yang terpisah dari illat hadith, difahami oleh ahli ilmu.Aa

·Kitab syarahnya :

a). Zahru al-Ruba ‘ala al-Mujtaba, Imam As-Suyuti (911 H)

b). Ihktisharnya dikarang oleh Imam as-Sandi (1138 H)

4. Sunan Abu Daud

·Ditulis oleh Imam al-Hafiz Sulaiman bin As’ath al-Sijistani(202 H- 275 H)

·Beliau mengeluarkan hadith dari kumpulan 500,000 hadith lalu memilih yang terbaik. Sunannya mencecah 4800 hadith.

·Beliau menghadkan sunannya kepada hadith ahkam, lalu merupakan kitab hadith pertama yang bersifat kumpulan hadith ahkam.

·Jika hadith dlm kitabnya terlampau wahan, beliau akan menjelaskannya, (Ibnu Solah menaqalkan kalam Abu Daud sendiri)

·Kitab beliau istimewa kerana menyebut masalah2 furu’. Cthnya dalam Bab al-Adab yang mempunyai 80 bab. Juga mengandungi perincian terhdp sunnah perbuatan, perkataan, taqrir dan sifat Nabi.

·Syarahnya oleh :

a). Imam Al-Khattabi ( 386 H), Ma’alim as-Sunan

b). Qutb ad-Din as-Syafie (752 H)

c). Al-Syeikh Shihabuddin Ar-Ramli al-Syafie (844 H)

d). Syaraf al-Haq Abadi, ‘Aun al-Ma’bud

·Ikhtisornya oleh :

a).Al-Hafiz al-Munziri ( 656 H)

b).Imam Ibn Qayyim (751 H)- beserta syarah.

 

5. Sunan at-Tirmidzi  al-Jami’ li Imam at-Tirmidzi

·Imam al-Hafiz Abu Isa Muhd Bin Isa at-Tirmidzi ( 209 H – 270 H)

·Sunannya disusun menurut bab feqh dan lainnya, terkandung hadith Shohih, Hasan dan Dhoif. Beserta penjelasan darjah (kekuatan) hadith.

·Ia merupakan kitab yang khusus dalam menyatakan Hadith2 bertaraf Hasan. Ini kerana beliaulah yang pertama mengkelaskan hadith sbg Hasan lalu menjadikan kitabnya sebagai sumber utama untuk tujuan itu.

·Kitab beliau ini tidak sunyi dari kritikan para ulama’ hadith, serta dianggap beliau ‘mutasahil’ dalam men’shohih’ dan meng’hasan’ serta mengambil hadith dari rijal dhu’afak (perawi dhoif) dan
‘Matruk’. Antara yang mengkritik ini adalah al-Imam al-Hafiz Shamsuddin az-Zahabi ( 748 H). Rujuk Mizan al-I’tidal krgn az-Zahabi.

a) Hadith Hasan menurut Imam At-Tirmidzi adalah b) Perawi dalam Isnadnya tidak dituduh ‘al-kizb’ ( pembohong).
c) Tidak ‘syazd) Diriwayatkan lebih dari satu jalan.
(lihat al-ilal al-Shoghir , Imam at-Timidzi, 5658)

·Syarahnya oleh:

a) Abu Bakar Ibn al-‘arabi (543 H) ‘aridatul ahwazi.

b) Imam As-Suyuti as-Syafie (911 H)

c) Ibn Rejab al-Hanbali (795 H)

d) Abd Rahman al-Mubarakpuri al-Hindi ( 1353 H), Tuhfatul ahwazi.

6. Sunan Ibn Majah

·OlehImam al-Hafiz Yazid Bin Majah( 207 H – 263 H),

·Mengandungi lebih kurang 4000 hadith.

·Ulama’ terdahulu hanya menjadikan usul utama hadith dalam 5 kitab yang disebut di atas, lalu ulama’ terkemudian meletakkan kitabnya di nombor 6 krn banyaknya manfaat dlm bidang feqh. Individu yang
pertama meletakkannya di tangga ke 6 adalah, al-Hafiz Muhd Bin Tohir al-Maqdisi (507 H).

·Bagaimanapun terdpat ikhtilaf dalam meletakkan kitab hadith di tangga ke 6, ada yang memilih Muwatta’ Imam Malik, atau Sunan ad-Darimi. Ini adalah karen Ibn Majah terkenal mengeluarkan hadith dari perawi yang dituduh pembohong dan pencuri hadith.

·Syarahnya oleh:

a) Muhd Musa al-Damiri ( 808 H)

b) Imam as-Suyuti (911 H) , Misbah az-Zujajah ala sunan Ibn Majah.
***********************************
Mengenal Kitab-kitab Hadits yang Diakui
 

    Kitab Shahih, Sunan, dan Musnad

Hadits shahih dan hadits hasan itu banyak terdapat di dalam Kitab Shahih dan di dalam kitab-kitab Sunan yang disusun oleh Imam Hadits yang mu’tamad. Kitab Shahih ialah kitab yang disusun hanya dengan memasukkan hadits-hadits yang shahih. Bab-bab yang ada di dalamnya biasanya disusun menurut permasalahannya sebagaimana penyusunan bab-bab dalam Kitab Fiqh.

Sedang kalau Kitab Sunan juga disusun sebagaimana Kitab Shahih. Hanya memang, di dalamnya memuat hadits-hadits hasan dan juga, terkadang, terdapat hadits dhaif. Berbeda dengan Kitab Musnad. Kitab Musnad disusun tidak didasarkan pada permasalahannya seperti Kitab Fiqh, tetapi
didasarkan pada sahabat (perawi) yang meriwayatkannya. Misalnya hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah disusun di bawah nama atau judul Abu Hurairah. Di dalamnya terdapat hadits-hadits shahih, hasan dan dhaif yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.

    Profil Kitab Shahih dan Sunan


 1. Kitab Shahih Bukhari

Pengarangnya adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah (lahir di Bukhara th. 194 H dan wafat 254 H di dekat Kota Samarqand).

Jumhur ulama’ telah sepakat bahwa Kitab Shahih Bukhari merupakan kitab yang paling shahih setelah Al-Qur’an, dan merupakan kitab pokok yang
pertama dari kitab hadits. Imam Syafi’i telah berkata: “Tidak ada suatu kitab di muka Bumi ini, setelah kitab Al-Qur’an yang lebih shahih daripada kitab Imam Malik (Al Muwaththa’).”

Ucapan tersebut diucapkan oleh Imam Asy syafi’i ketika Imam Bukhari belum menulis kitab shahihnya. Setelah Imam Bukhari menulis Kitab
Jami’ush Shahihnya, Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa Kitab Shahih Bukhari adalah yang paling tinggi nilainya.

Hadits-hadits yang ditulisnya merupakan saringan dari beribu-ribu hadits yang ada padanya. Setiap beliau menulis satu hadits dalam kitabnya, ia
shalat istikharah lebih dahulu. Ia berkata:

“Tidaklah aku menulis satu hadits ke dalam kitab shahih kecuali aku mandi sebelumnya dan aku shalat dua rakaat lebih dahulu.”

Tidak ada satu hadits pun yang tidak dapat dipakai sebagai hujjah, hanya diperselisihkan apakah hadits-hadits yang ada di dalamnya itu memberifaidah qath’i ataukah memberikan faidah dhanny.

Ibnu Shalah menyatakan bahwa jumlah hadits yang ada di dalam Kitab Bukhari sejumlah 7275 hadits, termasuk hadits-hadits yang mukarrar (yang disebut berulang-ulang), hitungan tersebut diikuti oleh Imam
Nawawi. Tetapi menurut Ibnu Hajar Al Asqalany, setelah menghitung dengan teliti, dia menyatakan bahwa jumlah hadits dalam Shahih Bukhari termasuk
yang mukarrar selain hadits mu’allaq dan mutabi’ ada 7377. Kalau hadits yang mukarrar tidak dimasukkan ke dalamnya, ada 2602, yang muallaq ada 1341, dan yang mutabi’ ada 344 hadits, jumlah semuanya ada 9082 hadits, tidak termasuk hadits mauquf dan hadits maqthu’.

Syarah dari kitab Bukhari ada 82 buah, di antaranya:

  * At Tanqieh karangan Badruddin Az Zarkasyi
  * At Tausyieh karangan Jalaluddin As Sayuthy
  * Umdatul qaari karangan Badruddin Al Ainy
  * Fat hul Baari karangan Syihabuddin Al As qalany
  * A’lamus sunan karangan Al Khaththaby
  * Al Kawakibud Daraarie karangan Muhammad binYusuf Al Kirmany dan lain-lainnya

Yang merupakan induk dari syarah Bukhari ialah Fat-hul Baari karangan Syihabuddin Al As qalany. Dan sebaik-baiknya mukhtashar dari Shahih
Bukhari ialah At Tajriedush shahih yang disusun oleh Husain Ibnul Mabarak.


 2. Kitab Shahih Muslim

Penyusunnya adalah Abdul Husain Muslim ibn Al Hajjaj ibn Muslim Al Qusyairi An Naisabury (lahir di Naisabur th. 204 H, wafat th. 261 H).

Kitab Shahih Muslim merupakan kitab kedua setelah Shahih Bukhari. Kitab Shahih Muslim lebih bagus susunannya dibandingkan kitab Shahih Bukhari.
Sehingga mencari hadits-hadits dalam Kitab Shahih Muslim lebih mudah dibandingkan mencari hadits di Kitab Bukhari, karena beliau tidak mentaqthi’ suatu hadits. Misalnya, ia meletakkan hadits-hadits tentang
wudhu, di bagian wudhu. Berbeda dengan Shahih Bukhari, yang susunan tidak teratur.

Imam Muslim menyusun kitabnya ketika guru-gurunya masih hidup. Rijalus hadits yang dipakai oleh Imam Muslim semuanya dapat dipertanggungjawabkan tentang ketsiqahannya. Menurut Muhammad Abu Zahwu dalam kitab Al Haditsu wal Muhadditsun halaman 382 sebagai berikut:

“Imam Muslim – rahimahullah- telah menyebutkan dalam muqaddimah Jami’ush Shahihnya, ia membagi hadits-hadits menjadi tiga bagian:

Pertama, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang hafidh dan kuat sekali hafalannya; Kedua, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh
orang-orang yang kurang dikenal keadaannya serta tidak begitu kuat benar hafalannya; Ketiga, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang lemah yang ditinggalkan, kalau sudah habis dari bagiangolongan pertama barulah diikuti bagian kedua, sedang bagian yang ketiga, maka tidak diambil untuk dipegangi.”

Sebagian ulama’ berpendapat bahwa Imam Muslim wafat sebelum menulis hadits yang diambil dari golongan kedua tersebut, dan sebagian ulama’
yang lain mengatakan bahwa Imam Muslim hanya mencukupkan dari golongan pertama dan kedua, dan itu adalah endapat yang belakangan ini dianggap
lebih kuat oleh Imam An Nawawi.

Jumlah hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Sahih Muslim sebanyak 7273 termasuk hadits-hadits yang mukarrar (yang berulang-ulang). Kalau hadits-hadits mukarrar tidak dimasukkan, jumlahnya ada 4000 hadits.

Kitab yang memberikan syarah ada 15 buah, antara lain:

  * Al Mu’allim bi Fatwa-idi Muslim, karangan Al Maazary.
  * Al Ikmaal karangan Al Qadli Al ‘Iyad.
  * Minhajul Muhadditsin karangan An Nawawi.
  * Ikmaalul Ikmaal karangan Az Zawawi.
  * Ikamalu Ikmalil Muallim karangan Abu Abdillah Muhammad Al Abiyi Al Maliki.


 3. Kitab Sunan An Nasai

Penyusunnya adalah Ahmad bin Syuaib bin Ali Ibn Sinaaan An Nasai. Ia menyusun Kitab Sunan Kubra yang memuat hadits-hadits shahih dan hadits
ma’lul (yang di dalamnya ada cacat tersembunyi), kemudian beliau menyusun Kitab Sunan Sughra dan menamakannya dengan Kitab Al Mujtaba.
Tentang kedua kitab ini beliau berkata:

“Kitab sunan seluruhnya shahih dan sebagiannya ma’lul dan kami pilih kami namakan: Al Mujtabaa, semua haditsnya shahih.”

Setelah menyusun Kitab Sunan Kubra, Imam an-Nasa-i menunjukkan kepada Amir Ar Ramlah. Amir pun berkata kepadanya, apakah semua haditsnya
shahih? Imam An-Nasai menjawab, tidak. Maka Amir minta agar ia memilih yang shahih saja, kemudian disusunlah kitab Al Mujtabaa.

Kitab Mujtabaa ini adalah kitab yang paling sedikit hadits-hadits dhaifnya demikian pula perawi yang dinilai cacat oleh ulama. Derajatnya lebih tinggi dari Sunan Abu Daud, Sunan At Turmudzi bahkan ada yang mengatakan rijalul hadits yang dipakainya lebih tinggi nilainya daripada yang dipakai oleh Imam Muslim. Abu Ali An Naisaburi mengatakan:

“Syarat Imam An Nasai dalam memakai rijalul hadits adalah lebih berat bila dibanding syarat Muslim.”

Ibnu Hajar Al Asqalany mengatakan:

“Banyak orang yang dipakai sebagai perawi untuk menakhrijkan hadits oleh Imam Abu Daud dan At Turmidzi, tetapi dijauhi (tidak dipakai) oleh
An Nasai untuk menakhrijkan haditsnya, bahwa ia juga menjauhi untuk menakhrijkan hadits dari beberapa rijalul hadits shahihain.”

Tetapi pada umumnya, syarat An Nasai adalah lebih rendah daripada syarat shahihain, karena menurut Abu Abdillah bin Mandah yang beliau dengar
dari Muhammad bin Saad Al Bawardi (Mesir) yang berkata:

“Adalah dari mazhab Abu Abdurrahman An Nasai untuk menakhrijkan dari semua orang yang tidak disepakati untuk ditinggalkannya.”

Di antara yang menulis syarah kitab sunan An Nasai ialah Jalaluddin As Suyuthi dalam Kitab Zahrur Rabbi alal Mujtaba. Demikian juga halnya dengan Abdul Hadi As Sindy. Kitab Sunan An Nasai adalah kitab yang kurang mendapat syarah dibandingkan kitab sunan yang lain. Dan Kitab Al Mujtaba adalah kitab pokok yang ketiga.

 4. Kitab Sunan Abu Daud

Penyusunnya adalah Abu Daud Sulaiman Ibn Asy ats As Sijistani (lahir di Sijistan th. 202 H dan wafat: th. 275 H)

Di dalam muqaddimah dari kitabnya beliau mengatakan:

“Di dalam kitabku ini, hadits-hadits yang di dalamnya terdapat kelemahan yang sangat, aku menjelaskannya, sedang hadits-hadits yang aku
tidak memberikan komentar sesuatu, maka hadits-hadits itu shalihbaik, sebagiannya menguatkan yang lain.”

Demikian pula ia berkata: “Aku telah menulis hadits Rasulullah SAW sebanyak lima ratus ribu hadits dan aku memilih darinya empat ribu delapan ratus hadits, dan aku menyebutkan hadits shahih, dan yang
menyerupai shahih serta yang mendekati shahih.”

Dari kata-kata Abu Daud tersebut, dapat dimengerti bahwa penulisan hadits-hadits dalam kitabnya ialah, kalau hadits yang ditulis itu terdapat kelemahan, ia menjelaskan di mana letak kelemahannya. Jika
hadits tersebut adalah hadits shahih, beliau tidak memberikan komentar sesuatu.

Apakah hadits-hadits yang maksut ‘alaih (yang tidak diberi komentar sesuatu) oleh Imam Daud dapat diamalkan?

Menurut Ibnu Shalah dan Imam nawawi, kita boleh mengamalkan hadits maskut ‘alaih yang ada di dalam Kitab Sunan Abu daud, karena Imam Abu
Daud sendiri mengatakan demikian, ia termasuk orang yang tsiqah dan luas pengetahuannya dalam bidang hadits. Menurut penelitian Ibnu Shalah,
bahwa hadits maskut ‘alaih ternyata hadits shahih dan hadits hasan sehingga dapat dipakai untuk hujjah. Imam An Nawawi memberi catatan,
kalau tampak kelemahan hadits maskut ‘alaih, maka harus ditinggalkan.
Menurut Imam As Suyuti, bahwa yang dimaksud hadits shalih adalah shalih lil ihtibar (baik sebagai pujian) bukan shalih lil ihtijaj (baik untuk berhujjah), sehingga meliputi juga hadits hasan dan dhaif. Imam Al Mundziri setelah mengadakan penelitian mendapatkan beberapa hadits dhaif yang tidak diberi komentar.

Di antara yang memberikan syarah ialah Imam Abu Sulaiman Al Khaththabi dalam Kitab Ma’alimus Sunan dan juga Syihabuddin Ar Ramly. Kitab Sunan
Abu Daud merupakan kitab pokok yang keempat.

 5. Kitab Sunan At Turmudzi

Penyusunnya adalah Abu Isa Muhammad Ibn Isa Ibn Surah As Silmy At Turmudzi. Sebetulnya Imam Turmidzi sendiri menamakan kitabnya dengan
kitab “Jami”. Namun Jumhur Ulama’ menyebutnya dengan Kitab Sunan, karena disusun menurut permasalahannya seperti Kitab Fiqih dan di dalamnya terdapat hadits shahih, hasan dan beberapa hadits dhaif. Imam At Turmudzi mengatakan:

“Aku tidak memasukkan ke dalam kitabku ini, kecuali hadits-hadits yang telah diamalkan oleh sebagian fuqaha’ kecuali hadits (.... kalau peminum
khamar itu minum yang keempat kalinya maka bunuhlah) dan Hadits; (... Nabi SAW telah menjama’ shalat zhuhur dan ashar di Madinah tanpa adanya
khauf ketakutan dan tidak dalam bepergian).”

Jumhul Ulama’ mengakui Sunan At- Turmudzi ini tinggi nilainya dan besar sekali manfaatnya serta isinya hampir tidak ada yang berulang-ulang.
Menurut Ibnu Hazm, orang tidak boleh mengamalkan apa yang telah dinyatakan shahih atau hasan oleh Turmudzi, karena Turmudzi termasuk
orang yang majhul (orang yang tidak dikenal) sedang penilaian orang yang majhul tidak dapat diterima. Dan Imam Turmudzi telah menashih atau
menghasankan hadits yang di dalam sanadnya terdapat orang yang bernama Katsir bin Abdullah seorang yang terkenal sebagai pendusta. Hadits
tersebut berbunyi sebagai berikut:

“Telah menceritakan kepada kami Hasan bin Ali Al Khalal, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al Aqdi, telah menceritakan kepada kami Katsir bin Abdullah bin Amir bin Auf Al muzany dari ayahnya, dari kakeknya sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: Shuluh (perdamaian) itu boleh d iantara kaum muslimin kecuali satu perdamaian, ialah
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Dan orang muslimin wajib menepati syarat-syarat yang dibuatnya kecuali satu syarat ialah
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Hadits ini adalah hadits Hasan Shahih.”

Dalam kitab Nailul Authar Juz V: 286, dalam memberikan syarah hadits tersebut, dicantumkan pernyataan Imam Adz Dzahabi, sebagai berikut:

“Adapun At Turmudzi, ia meriwayatkan dari haditsnya , dan ia menshahihkannya, maka karena itu Ulama’ tidak memegangi terhadap pentashhihannya.”

Tetapi pendapat Jumhur Ulama’, pada prinsipnya hadits-hadits yang dinyatakan shahih atau hasan oleh Imam Turmudzi memang betul shahih atau hasan. Kecuali, kalau memang ada cacat yang dapat melemahkan hadits-hadits itu. Memang Turmudzi telah men-shahih hadits tersebut yang sanadnya terdapat seorang pendusta Katsir bin Abdullah, tetapi hal ini tak dapat dijadikan alasan untuk menolak semua hadits yang diriwayatka oleh Turmudzi. Selain itu, hadits tersebut diriwayatkan juga oleh Imam Abu Daud dengan sanad yang jayyid dan Ibnu Hibbah juga menashih hadits tersebut dengan sanad yang lain, melalui sahabat Abu Hurairah, dan Al
Hakim menashih melalui sahabat Anas dan Aisyah, hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al Darul Quthni.

Selain itu menurut penilaian Ulama’ jarhu wat Ta’dil, Imam Turmudzi adalah seorang yang mempunyai pengetahuan luas di dalam bidang hadits dan terkenal sebagai orang yang tsiqah.

Di antara yang memberikan syarah terhadap kitab ini ialah Ibnul Araby Al Maliky dalam Kitab Aridhatul Ahwadzy, sedangkan yang memberikan ikhtishar ialah Najamuddin Ibnu Aqiel dalam Kitab Al jami. Sunan At Turmudzi dipandang sebagai pokok yang kelima.

 6. Kitab Sunan Ibnu Majah

Penyusunnya adalah Abu Abdillah Muhammad Ibn Yazied Ibn Majah Al Qazwieny. Kitab ini nilainya lebih rendah dibandingkan dengan kitab sunan-sunan yang tersebut di atas. Ulama’-ulama’ mutaqaddimin
berkeberatan memasukkan Sunan Ibnu Majah dalam lingkungan kutubus sittah dan sebagai gantinya meletakkan Kitab Al Muwaththa’, dan sebagian ahli
hadits lebih senang menempatkan Sunan Ad Darimy sebagai kitab yang keenam dari kutubus sittah, karena sedikit sekali perawi-perawi yang
lemah dan jarang hadits yang mungkar serta hadits-hadits yang syadz.
Menurut Al Hafiz Al Muzzi, hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah sendiri pada umumnya dhaif.

Menurut perhitungan Abul Hasan Al Qaththan, dalam Sunan Ibnu Majah ada 150 bab memuat 4000 hadits. Menurut Adz Dzahabi dari sebanyak itu ada ±
1000 hadits yang dhaif dan ada yang sampai tingkat maudhu’, jumlahnya mencapai 20 (dua puluh) hadits.

Sedang orang yang pertama kali memasukkan Sunan Ibnu Majah dalam lingkungan kutubus sittah ialah Muhammad bin Thahir Al Maqdisi kemudian
disusul oleh Abdul Ghani dan disambut oleh Ulama’ Mutaakhhirin lainnya, dengan alasan dimenangkannya Sunan Ibnu Majah atas Al Muwaththa’ dan Sunan Ad Darimy karena di dalam Sunan Ibnu Majah terdapat banyak zawaid
(tambahan-tambahan atau tafsiran-tafsiran) yang tidak terdapat dalam kutubul-khamsah, walaupun zawaid tersebut ada yang shahih dan ada yang
dhaif.

Imam Ibnu Majah termasuk orang yang luas pengetahuannya dan seorang yang hafidh, tetapi sayangnya beliau memasukkan juga hadits yang dhaif dalam kitabnya yang menyebabkan turunnya derajat Sunan Ibnu Majah. Dalam hal ini Imam Adz Dzahabi berkata:

“Sungguh Ibnu Majah adalah seorang yang hafidh, yang sangat benar dan luas pengetahuannya, hanya saja didalam kitabnya terdapat hadits-hadits
mungkar dan sedikit hadits maudhu’ yang dapat menurunkan derajat sunannya.”

Di antara kitab yang memberikan syarah ialah Kitab Mishbahuz Zujajah ‘ala sunani Ibni Majah.

 7. Kitab Sunan Ad Darimy

Penyusunnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibn Abdir Rahman as Darimy As Samarkandy (lahir th: 181 H dan wafat th: 255 H). Kitab ini lebih banyak
mengandung hadits-hadits shahih, jika dibandingkan dengan Kitab Sunan Ibnu majah. Hanya sedikit hadits yang tidak shahih, karena itu sebagian
ulama’ hadits menjadikan kitab ini sebagai kitab pokok yang keenam menggeser Kitab Sunan Ibnu Majah.
***********************************

Mengenal Kitab Sunan

Kitab Sunan

Apa itu kitab sunan?. Saya pernah dengar cemarah yg menyebut kitab sunan. Trim’s

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Kata ’Sunan’ [arab: السُنَن]  adalah bentuk jamak dari kata sunah [arab: السُنّة], yang secara bahasa berarti jalan dan kebiasaan. Sedangkan secara istilah, sunah menurut mayoritas ulama adalah sinonim dari hadis
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mencakup ucapan, perbuatan, persetujuan, dan sifat-sifat beliau.

Macam-macam Kitab Hadis

Dilihat dari sistematikan penulisan, ada beberapa macam kitab hadis yang ditulis para ulama. Diantaranya,

 1. Kitab al-Jami’ [arab: الجامع], yaitu kitab hadis yang disusun menurut bab tertentu dan memuat berbagai macam, meliputi aqidah, ahkam, adab, tafsir, tarikh, siroh, manaqib (Fadhilah orang soleh),
Raqaiq (hadis yang melembutkan hati), dst. Diantara kitab jami’ yang terkenal adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Jami’ Abdurrazaq, dan yang lainnya. (Ushul at-Takhrij, hlm. 110)
 2. Kitab al-Musnad [arab: المسند], yaitu kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah dengan mengacu kepada nama sahabat. Dimulai dari nama sahabat yang diwali huruf [أَ] hingga huruf [يَ]. Misalnya, dimulai dari hadis dari sahabat Abu Bakar. Maka dikumpulkan hadis-hadis dari Abu Bakar tanpa memandang pembahasan dan tema hadis.

Kitab musnad yang terkenal adalah Musnad Imam Ahmad bin Hambal. Kitab ini memuat kurang lebih 40.000 hadis. Jika dibuang pengulangan, sekitar
30.000 hadis. Kemudian kitab musnad lainnya: Musnad at-Thayalisi, musnad al-Humaidi, dst. (Ushul at-Takhrij, hlm. 40)

 3. Kitab sunan, adalah kiab hadis yang disusun berdasarkan bab fikih, mulai masalah thaharah, shalat, zakat, dst. dan hanya berisi hadis marfu’ (sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan hanya ada beberapa atsar sahabat.
 4. Kitab Mushanaf, kitab hadis yang disusun berdasarkan bab fikih, mulai masalah thaharah, shalat, zakat, dst. dan berisi hadis marfu’
(hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), mauquf (keterangan sahabat), dan maqthu’ (keterangan tabi’in). Diantara kitab mushannaf yang terkenal adalah Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, dan Mushannaf
Abdurrazaq. (Ushul at-Takhrij, hlm. 134).

Kitab Sunan

Dari definisi beberapa kitab hadis di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa satu kitab kumpulan hadis tergolong kitab sunan, jika terpenuhi 3 syarat,

 1. Hanya berisi hadis marfu’ (hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), dan sangat sedikit selain sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
 2. Hadis-hadis tersebut terkait bab hukum fikih
 3. Susunannya mengikuti sistematika buku fikih.

(ar-Risalah al-Mustathrafah, hlm. 32)

Mengenal 4 Kitab Sunan

Pertama, Sunan Nasa’i

Imam an-Nasai, nama aslinya Ahmad bin Syuaib an-Nasai. Nasa’ adalah nama kota kelahiran beliau, satu daerah di wilayah Khurasan. Beliau wafat tahun 303 H di Ramlah Palestina di usia 88 tahun.

Imam an-Nasai menulis kitab as-Sunan al-Kubro, mencakup hadis-hadis yang shahih, dan hadis bermasalah. Kemudian beliau ringkas dalam kitab
as-Sunan as-Sughro, yang beliau beri nama ‘al-Mujtaba’ [arab: المجتبى].
Untuk kitab kedua ini, beliau hanya mengumpulkan hadis-hadis yang beliau anggap shahih. Kitab inilah yang kemudian sering dikenal dengan sunan
an-Nasai.

Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,

و”المجتبى” أقل السنن حديثاً ضعيفاً، ورجلاً مجروحاً ودرجته بعد “الصحيحين”،
فهو – من حيث الرجال – مقدم على “سنن أبي داود والترمذي”؛ لشدة تحري مؤلفه
في الرجال، قال الحافظ ابن حجر رحمه الله: كم من رجل أخرج له أبو داود
والترمذي تجنب النسائي إخراج حديثه، بل تجنب إخراج حديث جماعة في
“الصحيحين”. اهـ.

Kitab al-Mujtaba adalah kitab sunan yang paling sedikit jumlah hadis dhaifnya dan paling sedikit perawi yang majruh (dinilai lemah).
Derajatnya di bawah shahih Bukhari dan Muslim. Sehingga sunan ini, dilihat dari perawi-perawinya, lebih unggul dibandingkan sunan Abu Daud, dan Turmudzi. Karena penulis sangat ketat dalam memilih perawi hadis.
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,

‘Ada banyak perawi yang dicantumkan dalam kitab Abu Daud dan Turmudzi, namun dihindari oleh an-Nasai dalam menyebutkan hadis. Bahkan beliau
menghindari beberapa perawi yang ada di kitab shahih Bukhari dan Muslim.’ (Mustholah Hadis, hlm. 51).

Kedua, Sunan Abu Daud

Imam Abu Daud, nama lengkapnya Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq as-Sijistani. Beliau termasuk muridnya Imam Ahmad bin Hambal. Para ulama
banyak memuji beliau dengan kekuatan hafalan dan pemahamannya yang mendalam. Beliau meninggal di Bashrah pada 275 H, di usia 73 tahun.

Kitab sunan Abu Daud memuat 4800 hadis, yang aslinya adalah pilihan dari 500.000 hadis. Beliau berusaha untuk memilih hadis-hadis yang shahih,
meskipun di sana ada beberapa hadis yang dhaif.

Ibnu Mandah mengatakan,

وكان أبو داود يخرج الإسناد الضعيف إذا لم يجد في الباب غيره؛ لأنه أقوى
عنده من رأي الرجال. اهـ.

Abu Daud mencantumkan hadis yang sanadnya dhaif, jika dalam bab tersebut, beliau tidak menjumpai hadis lain. Karena hadis dhaif lebih
kuat menurut beliau, dari pada pendapat manusia. (Dinukil dari Mustholah Hadis, hlm. 52).

Ketiga, Sunan at-Turmudzi

Imam at-Turmudzi, nama lengkap beliau: Abu Isa, Muhammad bin Isa as-Sulami at-Turmudzi. Lahir di kota Turmudz tahun 209 H. Beliau termasuk murid Imam Bukhari.

Kata Turmudzi [الترمذي] ada dua cara baca, bisa dibaca Tirmidzi, dan bisa dibaca Turmudzi. Beliau wafat tahun 279 H, di usia 70 tahun.

Sunan at-Turmudzi juga disebut oleh sebagian ulama dengan Jami’ at-Turmudzi [arab: جامع الترمذي]. Dikenal dengan kitab Jami’, karena dalam sunan Turmudzi tidak hanya mengupas bab fikih, namun juga bab lainnya, seperti sirah, adab, tafsir, aqidah, fitnah akhir zaman dan yang lainnya. Hanya saja, mengingat di bagian awal beliau susun mengikuti kajian fikih, dna itu lebih dominan, banyak ulama lebih mengenalnya sebagai kitab sunan.

Dalam kitab sunannya, Turmudzi mencantumkan hadis shahih, hasan dan dhaif, dengan penjelasan derajat  masing-masing hadis, berikut keterangan sisi dhaifnya.

Beliau juga menjelaskan pendapat para ulama sebagai keterangan tambahan untuk hadis yang beliau bawakan.

Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan,

اعلم أن الترمذي خرج في كتابه الصحيح والحسن والغريب. والغرائب التي خرجها
فيها بعض المنكر، ولا سيما في كتاب الفضائل، ولكنه يبيِّن ذلك غالباً، ولا
أعلم أنه خرج عن متهم بالكذب، متفق على اتهامه بإسناد منفرد، نعم قد يخرج
عن سيئ الحفظ، ومن غلب على حديثه الوهن، ويبيِّن ذلك غالباً، ولا يسكت عنه

Ketahuilah bahwa Turmudzi menyebutkan dalam kitabnya hadis shahih, hasan, dan gharib. Hadis gharib yang beliau sebutkan, sebagiannya ada
yang munkar, terutama untuk bab tentang fadhilah amal. Hanya saja, umumnya beliau jelaskan sisi lemahnya. Dan saya tidak menjumpai, beliau
menyebutkan hadis dari perawi yang tertuduh berdusta (muttaham bil kadzib), yang disepakati pelanggarannya, dan dia sendirian. Benar bahwa
beliau terkadang menyebutkan hadis dari perawi yang buruk hafalannya, atau perawi yang umumnya hadisnya lemah. Dan umumnya beliau jelaskan hal
itu, dan tidak didiamkan. (Dinukil dari Mustholah Hadis, Ibnu Utsaimin, hlm. 53).

Keempat, Sunan Ibnu Majah

Ibnu Majah, nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah, Muhammad bin Yazid bin Abdillah bin Majah al-Qazwaini. Nama Majah adalah kakek buyut
beliau. Beliau dilahirkan di Qazwain (bagian Iraq) tahun 209 H dan meninggal tahun 273 H, di usia 64 tahun.

Beliau mengumpulkan hadis dalam kitab sunannya mencapai 4341 hadis.

Dalam urutan kitab sunan, sunan Ibnu Majah berada di urutan paling akhir. Dibandingkan yang lain, sunan Ibnu Majah paling banyak memuat hadis dhaif.

قال الذهبي: فيه مناكير وقليل من الموضوعات. اهـ، وقال السيوطي: إنه تفرد
بإخراج الحديث عن رجال متهمين بالكذب، وسرقة الأحاديث، وبعض تلك الأحاديث،
لا تعرف إلا من جهتهم.

Adz-Dzahabi memberikan komentar tentang sunan Ibnu Majah,

“Di sana ada beberapa hadis munkar dan sedikit hadis palsu.”

As-Suyuthi mengatakan,

“Ibnu Majah sendirian meriwayatkan hadis dari perawi yang dituduh berdusta, pencuri hadis, dan sebagian hadisnya, tidak dikenal kecuali dari jalur perawi bermasalah.” (Dinukil dari Mustholah Hadis, Ibnu Utsaimin, hlm. 54).

Catatan:

Enam kitab hadis rujukan pokok (al-Ummahat as-Sitta)

 1. Shahih Bukhari
 2. Shahih Muslim
 3. Sunan Nasai
 4. Sunan Abu Daud
 5. Sunan Turmudzi
 6. Sunan Ibnu Majah / Muwatha’ Imam Malik

Di urutan keenam ulama berbeda pendapat, antara Sunan Ibnu Majah dengan Muwatha’ Imam Malik.

Sebagian ulama yang memposisikan Muwatha’ Imam Malik di urutan keenam itu. Diantaranya adalah Ahmad bin Razin as-Sarqasthi (w. 535 H) dalam kitabnya at-Tajrid fi al-Jam’i baina as-Shihhah, dan Abus Sa’adat Ibnul Atsir (w. 606 H). (Taujih an-Nadzar, Thahir al-Jazairi, hlm. 153)

Demikian,

Allahu a’lam
 ********************************
Mengenal Kitab Al-Muwathta’


AL-MUWATTA’ demikianlah Imam Malik yang bergelar Imam Dar al-Hijrah menamai kitabnya. Diriwayatkan, berdasarkan penuturan Imam Malik
sendiri, bahwa “Suatu ketika aku mendemonstrasikan kitabku di hadapan tujuh puluh para ulama fiqh Madinah dan semuanya menyetujuiku (watha’ani), maka akupun menamainya dengan al-Muwaththa’”.
Riwayat ini memberi penegasan pula akan kualitas dan otoritas kitab ini.
Maka tidak mengherankan kitab ini selalu mendapatkan perhatian di kalangan para pencinta hadits (thalib al-hadits). Bahkan orientalis seperti Ignaz Goldziher tidak ketinggalan mengkaji kitab ini, meskipun dengan motiv yang berbeda.

Tema pokok bahasan dalam Kitab al-Muwaththa’ lebih didominasi oleh persoalan fiqh. Bahasan fiqh dalam kitab ini hampir mencakup tiga perempat dari keseluruhan isi kitab.
Sementara seperempat lainnya digunakan untuk membahasa adab, etika dan sejenisnya.

Barangkali fakta inilah yang membuat para ulama berbeda pendapat, apakah kitab ini lebih tepat dikatakan sebagai kitab hadits ataukah kitab fiqh.

Jumlah dan Macam-macan Riwayat dalam al-Muwatta’

Kitab ini menghimpun hadits-hadits Nabi, pendapat sahabat, qaul tabi’in, ijma’ ahl al-Madinah dan pendapat ijtihad Imam Malik sendiri.

Mengenai jumlah riwayat dalam kitab ini ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Namun menurut Syeikh Muhammad bin Turki dalam
kitabnya Manahij al-Muhaddisin, al-Muwatta’ mengandung:

[1] hadits musnad sebanyak 500 hadits dengan kualitas shahih,
[2] hadits mursal sebanyak 222 hadits,
[3] hadits munqati’ dengan jumlah yang sangat sedikit,
[4] hadits balagat (hadits yang isnad awalnya dibuang dan didahului dengan kata-kata balagani), jumlahnya sebanyak 61 hadits,
[5] hadits mubham (hadits yang tidak jelasnya siapa naratornta. Imam Malik hanya menyebutnya dengan, misalnya, haddasani siqah” atau haddasani rajulun”.
[6] hadits Mauquf sebanyak 613, dimana sebagiannya berstatus marfu’ bil al-hukm,
[7] Pendapat para Tabi’in, yaitu hadits maqtu’ sekitar 235 hadits, dan
[8] pendapat Imam Malik sendiri.

Otoritas Hadits Mursal dalam Pandangan Imam Malik

Ada perbedaan di kalangan para ulama mengenai otoritas hadits mursal dalam pandangan Imam Malik. Namun berdasarkan pendapat yang paling rajih, beliau mengakui otoritas hadits mursal. Alasannya, karena dalam kitabnya beliau banyak menjadikan hadits mursal sebagai hujjah dalam banyak masalah hukum fiqh. Laporan yang sama juga disampaikan oleh murid-murid beliau. Hanya saja hadits mursal tersebut harus berasal dari perawi yang dapat dipercaya (tsiqah)

Syarat kehujjahan hadits mursal dalam pandangan Imam Malik, kemudian diberikan notasi tambahan oleh Mahmud Shalih Jabir dan Hatim Daud.
Menurut keduanya, hadits mursal dalam Kitab al-Muwattha’ tidak terlepas dari empat kasus berikut ini, yaitu:

Pertama, hadits tersebut dimursalkan oleh imam Malik dan dimasuk dalam redaksi hadits balagahat dan maqthu’. Dalam kasus ini semua hadits tersebut shahih karena beliau dikenal sebagai ulama yang tidak menerima hadits kecuali dari narator yang tsiqah

Kedua, Imam Malik menerima hadits dari tabi’in senior, misalnya Sa’id bin Musayyab, kemudian dimursalkan. Semua bentuk mursal dalam kasus
seperti ini kualitas haditsnnya shahih, karena semua perawi tabi’in senior menerima haditsnya dari para sahabat. Dan tentunya mereka semuanya adalah para narator yang tsiqah

Ketiga, Imam Malik meriwayatkan hadits dari tabi’in yunior tetapi dikenal tsiqah, misalnya Zaid bin Aslam, kemudian dimursalkan. Dalam kasus ini, haditsnya juga dianggap hujjah oleh imam Malik

Keempat, Imam Malik meriwayatkah hadits dari tabi’in yunior kemudian dimursalkan.

Hanya saja tabi’in yunior tersebut menerima hadits dari perawi tsiqah dan tidak tsiqah. Dalam kasus ini, Imam Malik tidak akan berhujjah dengan hadits tersebut sampai terbukti kualitas keshahihannya.

Penulis Pengasuh Pesantren Hidayatullah Berau. Tulisan disarikan dari Manahijul Muhadditsin, Hujjiyah Al-hadits Al-mursal ‘Inda al-imam Malik
bin Anas, dan beberapa sumber lainnya
***********************************
  Mengenal Kitab Rijal al-Hadits

 
RINGKASAN KITAB RIJAL HADITS
 
A. Ushul al-Ghabah Fi Ma’rifatil Asma’is Shahabah Kitab ini merupakan karya Izzuddin Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad ibnu al-Atsir al-Jazari
(w. 630 H). Kitab ini sangat baik untuk mengetahui nama-nama sahabat, karena pengarangnya telah mencurahkan segala kemampuannya guna
menghimpun, memperbaiki, dan menyusunnya. Kitab ini juga memuat 7554 biografi sahabat yang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyyah sesuai
dengan huruf pertama dan kedua sampai huruf terakhir nama-nama tersebut, juga berdasarkan nama bapak dan kakek serta kabilahnya. Ungkapan
tersebut, sebagaimana pernyataan pengarangnya dalam mukaddimah kitab ini susunan kitab ini berdasarkan urutan alif, ba, ta, tha, dan berdasarkan
huruf pertama, kedua, ketiga sampai pada huruf terakhir dari nama setiap sahabat. Demikian juga berdasarkan nama bapak, kakek, orang setelahnya,
dan kabilah. Kemudian disebutkan nama-nama sahabat sesuai dengan urutan tersebut, baru kemudian nama shahabat perempuan, dan nama kuniyahnya sekaligus. Pada setiap awal biografi disebutkan huruf, sebagai rumus pengarang terdahulu yang telah menyebutkan nama-nama itu dalam kitabnya.
Rumusan-rumusan itu ada empat, yaitu: a. ( د ) untuk Ibnu Mundah : Abu Abdullah Muhammad bin Yahya (w. 301 H). b. ( ع ) untuk Abu Nu’aim :
Ahmad bin Abdullah al-Asfahani (w. 430 H). c. ( ب ) untuk Ibnu Abdil Bar : Abu Umar Yusuf bin Abdullah al-Qurthubi (w. 463 H). d. ( س ) untuk Abu
Musa : Muhammad bin Amr al-Madani (w. 581 H). Pada akhirnya biografi disebutkan nama-nama pengarang yang telah menyebutkan biografi tersebut,
guna menghindari huruf-huruf itu.

B. Al-Thabaqat al-Kubra.
Kitab ini adalah karya Abu Abdullah Muhammad bin Sa’ad Katib al-Wahidi (w. 230 H). Dalam kitab ini beliau menghimpun biografi para sahabat, tabi’in orang-orang setelah sampai pada masa beliau sendiri, dengan susunan yang baik dan luas. Kitab ini telah dicetak menjadi delapan jilid dengan pembahasan sebagai berikut:
1) Jilid pertama, tentang
perjalanan Nabi Muhammad saw semasa hidupnya. 2) Jilid kedua, tentang peperangan Nabi Muhammad saw sakit yang mendekati wafat, peristiwa
kewafatannya, kemudian orang yang memberi fatwa di Madinah, sahabat yang termasuk penghimpun al-Qur’an baik pada masa Nabi Muhammad saw atau
serelahnya, kemudian sahabat Muhajirin dan Anshar yang memberi fatwa di Madinah setelah Rasulullah wafat.
3) Jilid ketiga, tentang biografi sahabat Muhajirin dan sahabat Anshar yang mengikuti perang Badar.
4) Jilid keempat, tentang biografi sahabat Muhajirin dan sahabat Anshar yang tidak mengikuti perang Badar, namun lebih dahulu masuk Islam, dan
sahabat yang masuk Islam sebelum Fath al-Makkah. 5) Jilid kelima, tentang tabi’in Madinah dan sahabat yang tinggal di Makkah, Thaif, Yaman, Yamamah, dan Bahrain, kemudian tabi’in yang tinggal di kota-kota tersebut dan orang-orang setelahnya.
6) Jilid keenam, tentang sahabat dan tabi’in Kufah serta ahli Fiqh dan ilmu lain setelah tabi’in sampai
pada masa pengarang.
7) Jilid ketujuh, tentang sahabat, tabi’in dan para
pengikutnya pada masa pengarang, yang semuanya bertempat tinggal di berbagai daerah dan kota. Tetapi, kebanyakan menyebutkan bahwa mereka
tinggal di Basrah, Syam, dan Mesir.
8) Jilid kedelapan, tentang sahabat perempuan. Para ulama berpendapat, penilaian jarh dan ta’dil oleh Ibnu Sa’ad (pengarang kitab Thabaqat al-Kubra) dapat diterima. Karena itu, kitab ini merupakan sumber yang dapat dipegang dari beberapa sumber
biografi perawi.

C. Al-Tarikh al-Kabir
Kitab ini adalah karya Imam al-Bukhari (w. 256 H) yang disusun dalam bentuk yang besar, sehingga memuat 12.305 biografi. Sebagaimana dalam
naskah yang telah dicetak dan dipakai nomor urut. Kitab ini disusun berdasarkan urutan huruf mu’jam dengan memperhatikan huruf pertama dari nama perawi dan nama bapaknya. Al-Bukhari memulai pembahasan dengan menyebutkan nama-nama Muhammad, karena mulianya nama Nabi Muhammad saw, seperti halnya beliau mendahulukan nama-nama sahabat dalam setiap nama perawi tanpa memperhatikan nama bapaknya. Kemudian baru menyebutkan seluruh nama perawi dangan memperhatikan urutan nama-nama bapaknya.

D. Al-Jam’u Bayna Rijal al-Shahihayn
 Kitab ini ditulis oleh Abu al-Fadhl, Muhammad ibn Tahrir al-Muqaddasi yang terkenal dengan Ibnu Qirani ( w. 507 H). kitab ini merupakan
himpunan kitab al-Kalabazi dan Ibnu Manjuyah dengan tambahan beberapa hal yang tidak dimuat dalam keduanya, pembuangan sebagian keterangan
yang berlebih-lebih, dan hal-hal yang tidak dibutuhkan. Kitab ini disusun berdasarkan urutan huruf mu’jam dengan cara menghimpun
perawi-perawi kedua kitab Shahih Bukhari dan Muslim serta menjelaskan riwayat perawi dari kedua kitab dan telah dicetak di India oleh Da’irat
al-Ma’arif al-Usmaniyyah secara berturut-turut pada tahun 1323 H. E.
Taqrib al-Tahzib Adalah kitab ringkasan Ibnu Hajar dari kitabnya sendiri, yaitu Tahzib al-Tahzib, yang hanya mencapai seperenam dari besar kitab itu. Sebagaimana disebutkan dalam mukaddimah kitabnya, motivasi penyusunan kitab Taqrib al-Tahzib ini adalah permintaan sebagian teman untuk menyendirikan nama-nama perawi dalam kitabnya
Tahzib al-Tahzib secara khusus. Sistematika pembahasannya adalah:
1. Menyebutkan seluruh biografi dalam kitab Tahzib al-Tahzib tanpa membatasi biografi perawi-perawi kitab hadits enam, sebagaimana dilakukan oleh al-Zahabi dalam al-Kasyif. Biografi ini disusun sesuai
dengan susunan kitab Tahzib.
2. Menggunakan semua tanda dalam kitab
Tahzib al-Tahzib dengan sedikit perubahan. Beliau juga menambahkan tanda tamyiz bagi perawi yang tidak mempunyai riwayat dalam kitab-kitab
bahasan kitab Tahzib al-Tahzib.
3. Dalam kitab Tahzib al-Tahzib ini Ibnu
Hajar menyebutkan derajat perawi yang diringkas menjadi dua belas derajat lengkap dengna istilah jarh dan ta’dil sesuai dengan derajat tersebut. Orang yang menggunakan kitab ini hadus memahami derajat dan
istilah yang ada, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman, sebab terkadang Ibnu Hajar menggunakan istilah tertentu dalam kitab ini.
4. Dalam muqaddimah kirab ini, beliau juga mengelompokkan tabaqat (tingkatan) para perawi menjadi dua belas yang harus diketahui oleh orang yang menggunakan kitab ini guna mengerahui istilah khusu yang dipakai oleh Ibnu Hajar dalam kirab ini. 5. Pada akhir kitab ini, beliau menambahkan
satu pasal tentang perawi perempuan yang masuh samar sesuai dengan urutan muridnya, baik laki-laki maupun perempuan.
*********************************
MAKALAH MENGENAL KITAB HADIST DAN BIOGRAFI PENGARANGNYA

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan sehari-hari telah kita jumpai bersama banyaknya orang tidak mengetahui tentang kitap-kitap Hadist, dan lebih banyak lagi orang
yang selalu berkata tentang Hadist-hadist Nabi Muhamad namun dia tidak mengetahui dari kitab mana Hadist tersebut diambil dan siapa pengarang
serta bagaimana biografi pengarang Hadist tersebut, Karena banyaknya problema yang terjadi pada kehiduapan kita maka kami telah sepakat mengambil makalah dengan judul Mengnal Kitab-kitab hadist dan Biografi Pengarangnya, dengan harapan agar segala masalah tersebut dapat diminimalisir.

RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah Biografi pengarang Hadist-Hadist yang telah kita jumpai bersama?
Apa saja macam-macama hadist ?
TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Adapuntujuanpenulisanmakalahiniantara lain:
Agar kita dapat mengetahui bagaiman biografi tentang berbagai macam Hadist Agar kita dapat lebih faham dan mengetahui tentang macam-macam Hadist dan apa saja isi dari Hadist-hadist

BAB II
PEMBAHASAN
MENGENAL KITAB-KITAB HADIS DAN BIOGRAFI PENGARANGNYA

KITAB AL MUWATTA’ oleh IMAM MALIK
Biografi Imam Malik
Berikut sekilas biografi tentang Imam Malik  yang memiliki nama lengkap Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir ibn Amr ibn al-Haris
ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Haris al-Asbahi al-Madani. Imam Malik dilahirkan di kota Madinah, dari sepasang suami istri Anas bin Malik dan Aliyah binti Suraik, bangsa Arab Yaman. Ayah
Imam Malik yinggal di suatu tempat bernama Zulmarwah dan bekerja sebagai pembuat panah.
Tentang tahun kelahiranyya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para sejarawan. Ada yang menyatakan 90 H, 93 H, 94 H dan ada pula yang
menyatakan 97 H. tetapi mayoritas sejarawan lebih cenderung menyatakan beliau lahir tahun 93 H pada masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik ibn
Marwan dan meninggal tahun 179 H.
Imam Malik memiliki budi pekerti yang luhur, sopan, lemah lembut, suka menolong orang yang kesusahan, dan suka berderma kepada kaum miskin.
Beliau juga termasuk orang yang pendiam, tidak suka membual dan berbicara seperlunya, sehingga dihormati oleh banyak orang. Namun dibalik sifat pendiamnya tersebut, beliau juga merupakan sosok yang sangat kuat, dan kokoh dalam pendirian. Bukti terkait sifatnya tersebut adalah Imam Malik pernah dicambuk 70 kali oleh Gubernur Madinah Ja’far
ibn Sulaiman ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas karena menolak mengikuti pandangan Ja’far ibn Sulaiman.
Sebagaiman tahun kelahirannya, ada beberapa versi tentang waktu meninggalnya imam Malik. Ada yang berpendapat tanggal 11, 12, 13, 14 bulan Rajab 179 H dan ada yang berpendapat 12 Rabi’ul Awwal 179 H. Di antara pandangan yang paling banyak diikuti adalah pendapat Qadi Abu Fadl Iyad yang menyatakan bahwa Imam Malik meninggal pada hari Ahad 12 Rabi’ul Awwal 179 H dalam usia 87 tahun, setelah satu bulan menderita sakit.
Kitab Al Muwatta’
Ada beberapa versi yang mengemukakan tentang latar belakang penyusunan al-muwatta’, diantaranya yaitu:
Problem politik dan sosial keagamaan pada masa tradisi Daulah Umayyah-Abasiyyah yang mengancan integritas kaum Mslim.
Adanya permintaan Khalifah Ja’far al-Mansur atas usulan Muhammad ibn al-Muqaffa’ yang sangat prihatin terhadap perbedaan fatwa dan perkembangan yang berkembang saat itu, dan mengusulkan kepada Khalifah untuk menyusun undang-undang yang menjadi penengah dan bisa diterima semua pihak.
Selain usulan dari Khalifah Ja’far al-Mansur, sebenarnya Imam Malik sendiri memiliki keinginan kuat untuk menyusun kitab yang dapat memudahkan umat Islam dalam memahami agama.

Selanjutnya mengenai isi Kitab al-Muwatta’ ini tidak hanya menghimpun hadist Nabi, tetapi juga memasukkan pendapat sahabat, Qaul Tabi’in,
Ijma’ Ahlul Madinah dan pendapat Imam Malik. Para ulama berpendapat tentang jumlah hadis yang terdapat dalam al-Muwatta’, namun pendapat
yang banyak disetujui para ulama yakni pendapat Fuad Abdul Baqi bahwa al-Muwatta’ memuat 1824 hadis dengan kualitas yang beragamm dengan
metode penyusunan hadis berdasar klasifikasi hukum (abwab fiqhiyyah).
Dalam Kitab al-Muwatta’ tidak semua hadisnya sahih, ada yang munqati’, mursal, dan mu’dal. Meskipun demikian, banyak ulama hadis berikutnya
yang mencoba mentakhrij dan me-muttasil-kan hadis-hadis yang munqati’, mursal, dan mu’dal. Dalam pandangan Ibnu Abd al-Barr dari 61 hadis
yang dianggap tidak muttasil semuanya sebenarnya musnad dengan jalur selain Imam Malik.

KITAB MUSNAD oleh AHMAD IBN HANBAL
Biografi Ahmad ibn Hanbal
Ahmad bin Muhammad ibn Hanbal al-Syaibany dilahirkan di Baghdad tepatnya di Kota MaruMerv, pada bulan Rabi’ul awal tahun 164 H atau Nopember 780 M. nama lengkapnya ialah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Hilal ibn Asad ibn Idris abn ‘Abdillah bin Hayyan ibn ‘Bdillah bin
Anas ibn ‘Awf ibn Qasit bin Mazin ibn Syaiban ibn Zual ibn Ismail ibn Ibrahim.
  Ketika Ahmad masih kecil, ayahnya berpulang kepada Allah SWT dengan hanya meninggalkan harta pas-pasan untuk menghidupi keluarganya. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa, jika Ahmad ibn Hanbal ditanya mengenai asal-usul sukunya, dia mengatakan bahwa ia adalah anak dari suku orang-orang miskin. Dia hidup sebagaimana layaknya rakyat jelata, tinggal di tengah-tengah mereka dan merasakan penderitaan, luka san duka cita mereka.
Kondisi yang demikian menjadi salah satu pendorong bagi Ahmad untuk belajar dengan sungguh-sunghuh. Dia ingin seggera bisa mengurangi beban ibunya. Dia juga melihat banyaknya bid’ah yang tersebar di masyarakat.
Hal itu pula lah yang mendorong dia untuk pergi ke berbagai wilayah mencari hadis.
   Ahmad menikah dan memiliki dua orang putra yang terkenal dalam bidang hadis yaitu Salih dan Abdullah. Kedua puteranya banyakmenerima hadis dari sang ayah dan memasukkan sejumlah hadis ke
dalam kitab Musnad ayahnya.
    Imam Ahmad ibn Hanbal adalah gambaran seorang tokoh yang sederhana, merakyat dan mempunyai komitmen keislaman tinggi. Kecintaan
beliau pada hadis dan kesetiaan pada Nabi yang harus dibayar dengan pengorbanan fisik dan non fisik, merupakan satu nilai tambah yang harus
dihargai.
    Pada tahun 195 H sampai 197 H Ahmad belajar fiqh dan Ushul Fiqh pada Imam Syafi’I yang pada waktu itu berada di hijaz. Di Hijaz pula ia belajar pada Imam Malik dan Imam al-Laitsbin Sa’ad
al-Misri. Dalam pencarian hadis ia juga pergi ke Yaman dan ke daerah-daerah lain, seperti Khurasan, Persia, dan Tarsus.
Kitab Musnad
Sebuah kitab dinamakan kitab Musnad apabila penyusunnya memasukkan semua hadis yang pernah dia terima, dengan tanpa menyaring dan menerangkan derajat hadis-hadis tersebut.
Pengertian lain dari kitab Musnad ialah kitab yang hadis-hadis di dalamnya disebutkan berdassarkan nama sahabat yang lebih dahulu masuk islam atau berdasarkan nasab.
   Dilihat dari nilai hadis yang ada di dalam kitab,
menurut ulama, derajat kitab ini beraa di bawah kitab Sunan. Subhi al-Salih menempatkan Musnad Ahmad pada peringkat kedua yang sederajat dengan Jami’ al-Tarmizi dan Sunan Abu Dawud.
  Musnad Ahmad termasuk termasuk kitab termashur dan terbesar yang disusun pada periode kelima perkembangan hadis. Kitab ini
melengkapi dan menghimpun kitab-kitab hadis yang ada sebelumnya dan merupakan satu kitab yang dapat memenuhi kebutuhan muslim dalam hal
agama dan dunia pada masanya. Hadis-hadis yang terdapat dalam Musnad terdebut tidak semua riwayat Ahmad, sebagian merupakan tambahan dari
puteranya yang bernama Abdullah dan tambahan dari Abu Bakar al-Qati’i..
    Musnad tersebut memuat 40.000 hadis. Tambahan dari Abdullah sekitar 10.000 hadis dan beberapa tambahan pula dari Ahmad bin Ja’far al-Qatili. Abdullah ibn Ahmad ibn Hanballah yang menyusun Kitab Musnad ini.

KITAB AL SAHIH oleh IMAM AL-BUKHARI
Biografi Imam Al-Bukhari
 Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim ibn al-Mugirah ibn Bardizbah al-Ju’fi al-Bukhari.
Dilahirkan pada hari Jum’at 13 Syawal 194 H di Bukhara, dan meninggal pada tanggal 30 Ramadhan tahun 256 H pada usia 62 tahun.
 Disaat usianya belum mencapai 10 tahun, Imam al-Bukhari telah memulai belajar hadis. Sehingga tidak mengherankan apabila pada usia kurang lebih 16 tahun telah berhasil menghafal matan sekaligus rawi dari beberapa buah kitab karangan Ibn Mubarak dan Waqi.
 Karena ketekunan, ketelitian, dan kecerdasannya dalam mencari, menyeleksi dan menghafal  hadis, serta banyak menulis kitab, menjadikan ia cepat dikenal sebagai seorang ahli hadis dan mendapat
gelar Amir al-Mu’minin fi al-hadis. Sehingga banyak ulama yang belajar dan meriwayatkan hadis darinya.
Kitab Sahih Al-Bukhari
 Menurut kesepakatan ulama, sebuah hadis dapat dinilai sebuah hadis sahih apabila memenuhi criteria sebagai berikut: Sanad bersambung, periwayat bersifat adil, periwayat bersifat dabit, dalam hadis tersebut tidak terdapat kejanggalan dan tidak terdapat cacat.
Kriteria hadis sahih menuut Imam al-Bukhari adalah dalam hal persambungan sanad ia menekankan adanya informasi positif tentang periwayat bahwa mereka benar-benar bertemu atau minimal satu zaman dan dalam hal sifat atau tingkat keilmuwan periwayat ia menekankan adanya kriteria paling tinggi.
  Imam al-Bukhari mendapat wasiat dari gurunya Ishaq Ibn Ruhawaih untuk menyusun sebuah kitab yang berbeda dari kitab-kitab yang telah disusun oleh ulama sebelumnya, yaitu dengan cara hanya membukukan hadis-hadis yang sahih saja. Dengan usaha kerasnya dalam mengumpulkan dan meneliti hadis guna memastikan kesahihannya, akhirnya tersusunlah sebuah kitab hadis yang ia beri nama al-Jami’ al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min Umur Rasul Allah SAW wa Sunanih wa Ayyamih.
  Kitab hadis karya al-Bukhari disusun dengan membagi menjadi beberapa judul tertentu dengan istilah kitab berjumlah 97 kitab dan 4550 bab. Jumlah hadis secara keseluruhan adalah 7275 buah hadis termasuk yang terulang atau sebanyak 4000 buah hadis tanpa pengulangan.

KITAB SAHIH MUSLIM oleh IMAM MUSLIM
Biografi Imam Muslim
    Nama lengkap Imam Muslim ialah Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi al-Naisaburi. Beliau dinisbatkan kepada Naisaburi karena di lahirkan di Nisabur, Iran bagian
timur-laut pada tahun 204 H  820 M.
    Imam Muslim belajar hadis mulai usia kurang lebih 12 tahun. Sejak itulah beliau mulai serius mempelajari dan mencari hadis.
Beliau adalah seorang muhaddis, hafiz yang terpercaya. Beliau banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulamahadis maupun ulama lainnya.
    Selain itu, Imam Muslim juga seorang saudagar yang beruntung, ramah dan memiliki reputasi tinggi. Al-Zahabi menjulukinya sebagai Muhsin Naisbur. Beliau tidak fanatic dengan pendapatnya sendiri,
murah senyum, toleran dan tidak gengsi untuk menerima pendapat atau kebenaran dari orang lain.
Kitab Sahih Muslim
   Kitab himpunan hadis sahih karya Muslim ini judul
aslinya ialah al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min al-Sunan bi al-Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ‘an Rasul Allah SAW, namun lebih dikenal dengan nama Sahih Muslim.
Kitab ini memuat hadis yang cukup banyak. Hanya saja mengenai penentuan jumlah hadisnya, terdapat informasi atau pendapat yanh berbeda-beda. Menurut keterangan Ahmad bin Salamah menyatakan bahwa dalam Sahih Muslim memuat 12.000 hadis. Sementara yang lainnya ada yang
menyatakan berjumlah 7.275 hadis, 5.632 hadis, 4.000 hadis, dan 3.033 hadis. Perbedaan tersebut terjadi karena ada yang menghitung hadis-hadis
yang berulang-ulang ada yang tidak. Karenanya, perbedaan tersebut dapat dipahami sekaligus dapat dikompromikan.
  Imam Muslim menyusun kitabnya dengan cara menghimpun matan-matan hadis yang senada atau satu tema lengkap dengan sanad-sanadnya pada satu tempat, tidak memotong atau memisah-misahkannya
dalam beberapa bab yang berbeda, serta tidak mengulang-ulang penyebutan hadis kecuali dalam jumlah sedikit karena adanya kepentingan yang
mendesak yang menghendaki adanya pengulangan.
 Namun demikian, dalam kitab ini pun terdapat beberapa hadis yang dikritik. Kritik yang muncul terutama bukan pada aspek sanadnya tetapi lebih pada matannya, hal itu pun lebih disebabkan karena
adanya perbedaan pemahaman atau pemaknaan.

KITAB SUNAN oleh ABU DAWUD
Bigrafi Abu Dawud
   Nama lengkap Abi dawud adalah Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishaq bin Imran al-Azdi al-Sijistani.
Beliau dilahirkan pada tahun 202 H di Sijistan, Basrah. Sebagai ulama mutaqaddimin yang produktif, beliau selalu memanfaatkan waktunya untuk ilmu dan ibadah. Namun informasi kehidupan Abu Dawud di masa kecil sangat sedikit. Sedangkan masa dewasanya banyak riwayat menyatakan bahwa
beliau termasuk ulama hadis yang terkenal.
  Pola hidup sederhana tercermin dalam kehidupannya. Hal ini terlihat dari cara berpakaiannya, yaitu salah satu lengan bajunya
lebar dan satunya sempit. Menurutnya, lengan yang lebar untuk membawa kitab dan yang sempit tidak diperlukan, kalau dibuat sama-sama lebar berarti pemborosan. Maka tidak heran jika banyak ulama yang semasanya atau sesudahnya memberikan gelar zahid (mampu meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi) dan wara’ (teguh atau tegar dalam mensikapi kehidupan).
 Pada tahun 275 H Abu Dawud al-Sijistani mengheembuskan nafas terakhirnya dalam usia 73 tahun dan tepatnya pada tanggal 16 Syawal 275 H di Basrah.
Kitab Sunan Abu Dawud
   Menurut ahli hadis, Kitab Sunan adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fiqih. Kitab Sunan ini hanya memuat hadis-hadis marfu’ dan tidak memuat hadis mauquf atau maqtu’, sebab dua
macam hadis terakhir ini tidak disebut sunnah.
    Metoda yang dipakai oleh Abu Dawud berbeda dengan metode yang dipakai ulama-ulama sebelumnya, seperti Imam Ahmad bin Hanbal yang
menyusun kitab musnad dan Imam Bukhari dan Muslim ysng menyusun kitabnya dengan hanya membatasi pada hadis-hadis yang sahih saja. Adapun Abu Dawud menyusun kitabnya dengan metode mengumpulkan hadis-hadis yang berkaitan dengan hokum, dan dalam penyusunannya berdasarkan urutan bab-bab fiqih seperti taharah, shalat, zakat dan sebagainya dengan beraneka kualitas dari yang sahih sampai yang da’if. Tetapi hadis-hadis yang berkenaan dengan fada’il al-A’mal (keutamaan-keutamaan amal) dan kisah-kisah tidak dimasukkan dalam kitabnya.
 Dalam Sunan Abu Dawud, beliau membagi hadisnya dalam beberapa kitab, dan setiap kitab dibagi menjadi beberapa bab. Adapun perinciannya adalah 35 kitab, 1871 bab, serta 4800 hadis. Tetapi munurut Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, jumlahnya sebanyak 5274 hadis. Perbedaan
ini disebabkan karena Abu Dawud sering mencantumkan sebuah hadis di tempat yang berbeda, hal ini dilakukan karena untuk menjelaskan suatu
hokum dari hadis tersebut, dan disamping itu untuk memperbanyak jalur sanad.

KITAB SUNAN oleh IMAM AL-TIRMIZI
Biografi Imam Al-Tirmizi
    Imam al-Tirmizi memiliki nama lengkap Abu ‘Isa Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah ibn Musa ibn al-Dahhak al-Sulami al-Bugi al-Tirmizi.
Adapun nisbah yang melekat dalam nama al-Tirmizi, yakni al-Sulami, dibangsakan dengan Bani Sulaim, dari kabilah Ailan. Sementara al-Bugi adalah nama tempat dimana al-Tirmizi wafat dan dimakamkan. Sedangkan kata al-Tirmizi sendiri dibangsakan kepada kota Tirmiz, tempat al-Tirmizi dilahirkan. Al-Tirmizi lahir pada tahun 209 H dan wafat pada
malam Senin tanggal 13 Rajab tahun 279 H di desa Bug dekat kota Tirmiz dalam keadaan buta.
 Al-Tirmizi adalah pakar hadis yang masyhur pada abad ke-3 H. Sebagai pakar hadis, beliau ingin menjaga keutuhan hadis sebagai dasar syari’at Islam. Ia lebih memilih menggunakan hadis da’if laisa
bihi matruk (hadis daif yang kelemahannya tidak menghalangi pengamalannya) daripada hokum qiyas dan ijma’.
Kitab Al-Jami’ Al-Sahih
Kitab ini memuat berbagai permasalahan pokok agama, di antaranya yaitu: al-aqa’id (akidah), al-riqaq (budi luhur), adab (etika), al-tafsir (tafsir al-Qur’an), al-tarikh wa al-syiar (sejarah dan jihad Nabi), al-syama’il (tabi’it), al-fitan (fitnah),
dan al-manaqib wa al-masalib.
Secara keseluruhan, kitab al-Jami’ al-Sahih atau Sunan al-Tirmizi ini terduru dari 5 juz, 2376 bab dan 3956 hadis. Kitab ini disusun berdasarkan urutan bab fiqih, dari bab taharah samapi dengan bab akhlaq, do’a, tafsir, fada’il dan lain-lain.
    Kitab al-Tirmizi banyak memuat hadis hasan, maka membuat kitab tersebut popular dengan nama kitab hadis hasan. Namun para ulama berbeda pendapat mengenai hadis hasan ini, karena al-Tirmizi tidak member definisi yang pasti, terlebih al-Tirmizi menggabungkan dengan istilah yang beraneka ragam, seperti: hadis hasan sahih, hasan garib dan
hasan sahih garib.

KITAB SUNAN oleh AL-NASA’I
Biografi Imam al-Nasa’i
 Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin bahr bin Dinar, dan diberi gelar dengan Abu Abd al-Rahman al-Nasa’i. Beliau dilahirkan pada tahun 215 H di kota Nasa’ yang masih termasuk wilayah Khurasan. Kepada tempat kelahiran beliau inilah namanya dinisbatkan.
   Setelah menjadi ulama hadis, beliau memilih Negara Mesir sebagai tempat bermukim untuk menyiarkan dan mengajarkan hadis-hadis kepada masyarakat.
Beliau tinggal di Mesir ini sampai setahun sebelum beliau wafat, karena setahun menjelang beliau wafat ia pindah ke Damaskus. Di sinilah terjadi suatu peristiwa yang sangat menyedihkan yang sekaligus merupakan sebab kematiannya. Beliau wafat padahari Senin, tanggal 13 Bulan Syafar, tahun
303 H (915 M) di al-Ramlah.
 Dari segi fisik, al-Nasa’I dikenal sebagai seorang imam hadis yang mempunyai wajah cukup ganteng. Ia dikenal sangat rajin, sungguh-sungguh dalam beribadah malam maupun siang, ibadah puasa sunat
dan puasa dawud, selalu melaksanakan ajaran islam dalam segala aspek kehidupan, serta melakukan haji setiap tahunnya secara kontinyu.
Kitab Sunan Al-Nasa’i
  Kitab Sunan al-Nasa’i ini disusun berdasarkan metode sunan. Kata sunan adalah jamak dari kata sunnah yang pengertiannya juga sama dengan hadis. Sementara itu yang dimaksud dengan metode sunan
disini adalah metode penyusunan kitab hadis berdasarkan klasifikasi hokum islam (abwab al-fiqhiyyah) dan hanya mencantumkan hadis-hadis
yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW saja (marfu’). Berbeda dengan kitab muwatta’ dan mushannif yang banyak memuat hadis-hadis mauquf dan maqtu’, meskipun metode penyusunannya sama dengan kitab sunan.
 Kemudian dapat ditegaskan juga bahwa Imam al-Nasa’i dalam menyusun kitabnya hanya mengkhususkan hadis-hadis sunnah dan yang
berbicara tentang hukum dan tidak dimasukkan di dalamnya yang berkaitan dengan khabar, etika dan mau’izah-mau’izah. Hal ini dikarenakan kitab
ini pilihan berupa hadis-hadis hokum dari kitab beliau yang lain, yaitu sl-Sunan al-Kubra.
Kitab Sunan al-Nasa’I ini tak luput dari perhatian dan komentar dari beberapa ulama hadis. Hal ini terbukti dengan banyaknya syarah dan penjelasan yang diberikan oleh beberapa ulama hadis yang
datang sesudah beliau.hal ini membuktikan bahwa kitab Sunan al-Nasa’I mendapat respon yang positif dan begitu baik di kalangan ulama hadis, karena belum pernah ada kitab hadis diberi syarah begitu banyak oleh ulama hadis sebagaimana yang terjadi pada kitab Sunan al-Nasa’i.

KITAB SUNAN IBN MAJAH
Biografi Imam Ibnu Majah
    Imam Ibnu Majah memiliki nama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi’I al-Qazwini. Beliau dilahirkan di daerah Qazwin pada tahun 209H.
Sejak kecil hingga dewasa, Imam Ibnu Majah dikenal sebagai orang yang gemar mempelajari ilmu pengetahuan, lebih khusus lagi mengenai hadis.
Sekian banyak keberhasilan yang telah beliau raih selama hidup, sebanyak itu pula Imam Ibnu Majah telah banyak meninggalkan warisan keilmuwan. Karena jasanya sangat besar, Ibnu Majah tetap
dikenang hingga saat ini.
    Beliau wafat pada tanggal 22 Ramadhan 273 H dan jenazahnya dishalatkan oleh saudaranya, Abu Bakar. Pemakamannya dilakukan oleh kedua saudaranya, Abu Bakar dan Abdullah serta putranya
yang bernama Abdullah.

Kitab Sunan Ibn Majah
  Kitab ini merupakan karya terbesar Ibnu Majah. Dalam kitab sunan tersebut, Imam Ibnu Majah menulis sebanyak 4.000 hadis, dengan menyusunnya menjadi 1.500 bab dan penulisannya disusun menurut sistematika fiqih.

KITAB SUNAN AL-DARIMI
Biografi al-Darimi
 Nama lengkapnya yaitu ‘Abdurrahman ibn ‘Abdirahman ibn al-Fadhl ibn Bahram ibn ‘Abdis Shamad. Ia dilahirkan pada tahun wafatnya
Ibn al-Mubarak, yaitu pada tahun 181 H di kota Samarqand.
Sejak kecil ia telah dikaruniai kecerdasan otak sehingga ia mudah untuk memahami dan menghafal setiap yang didengarnya. Dengan bakal
kecerdasannya itulah ia menemui para syaikh dan belajar ilmu.
Imam al-Darimi meninggal dunia pada hari Tarwiyah tahun 255 H setelah shalat ‘Ashar. Ia dikubur pada hari Jum’at yang bertepatan
dengan hari ‘Arafah. Ketika meninggal, al-Darimi umurnya telah mencapai 75 tahun. Ada satu pendapat yang menyatakan bahwa ia meninggal pada
tahun 205 H, akan tetapi pendapat ini diragukan kebenarannya.

Kitab Sunan al-Darimi
 Kitab hadis karya al-Darimi ini berjudul al-Hadis
al-Musnad al-marfu’ al-mauquf wa al-Maqtu’. Kitab ini disusun dengan menggunakan sistematika berdassarkan pada bab-bab fiqih. Sehingga kitab
hadis ini lebih popular dengan sebutan Sunan al-Darimi.
  Kitab ini berisi hadis-hadis marfu’, mauquf, dan maqtu’.
Bagian terbesar dari hadis-hadis yang terdapat dalamkitab tersebut adalah hadis-hadis yang marfu’, ini pula lah yang menjadi sandaran utama dalam mengemukakan hokum-hukum pada setiap babnya. Namun ada kalanya al-Darimi memperpanjang lebar penbahasan dengan menambah hadis yang marfu’ dan mengemukakan berbagai asar dari para sahabat maupun dari para tabi’in.
    Dalam menyusun kitab Sunan al-Darimi ini, baliau
tampaknya tidak berkehendak untuk memperbanyak jalur sanad, tetapi ia lebih berkeinginan untuk menyusun suatu kitab yang ringkas. Dalam satu
bab ia hanya memasukkan satu hadis, dua hadis, atau tiga hadis saja.
Inilah alasan beliau hanya memasukkan tidak lebih dari 10 buah hadis mu’allaq.
    Kitab karya al-Darimi ini memiliki sistematika penyusun yang baik, yang terangkai dalam 24 kitab, artisan bab, dan 3367 buah hadis yang terdiri dari 89 hadis mursal dan 240 hadis maqtu’ serta kebanyakan hadis bersandar langsung dari Nabi Muhammad SAW (marfu’).

KITAB AL-SUNAN AL-SAGIR oleh AL-BAIHAQI
Biografi Imam Al-Baihaqi
 Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Aliy ibn ‘Abd Allah abn Musa al-Baihaqi. Ia dilahirkan pada bulan Sya’ban tahun 384 H di desa Khasraujird, daerah Biahaq.
Menurut al-Subkiy, al-Baihaqi adalah seorang imam kaum Muslimin, pemberi petunjuk orang beriman, da’i yang mengajak kepada agama Allah SWT yang kokoh, seorang fiqih yang mulia, hafiz kabir, ahli usul yang cerdas, zahid,wara’, merendahkan diri untuk Allah SWT, pembela mazhab Syafi’I dalam hal usul maupun furu’-nya.
Al-Baihaqi meninggal dunia di Naisaburi pada tanggal 10 Jumadi al-Ula tahun 458 H dan dikuburkan di Baihaq.

Kitab al-Sunan al-Sagir
 Kitab al-Sunan al-Sagir oleh al-Baihaqi diperuntukkan bagi orang-orang yang sudah benar aqidahnya. Al-Baihaqi menyatakan bahwa kitabnya tersebut memuat tentang berbagai hal yang harus di lalui oleh mereka yang telah lurus aqidahnya, yaitu memuat tentang ibadah, mu’amalah, munakahat, hudud, siyar, hukunat.
Kitab ini memiliki dua versi, yakni versi pertama yang berjudul al-Sunan al-Sagir dan versi kedua yang berjudul al-Sunan al-Kubra. Al-sunan al-Sagir bukanlah ringkasan dari kitab al-Sunan al-Kubra. Tidak semua hadis yang ada dalam al-Sunan al-Sagir telah ada dalam al-Kubra, begitu juga sebaliknya.
 Al-Sunan al-Kubra disusun oleh al-Baihaqi dalam rangka membela fiqih al-Syafi’I dan memperkokoh pendapatnya dengan mengemukakan
hadis yang syawahid yang banyak jumlahnya dan memenuhi isi kitab al-Kubra. Sedangkan Sunan al-Sagir disusun untuk memenuhi kebutuhan orang yang mencari ilmu dan sebagai tuntunan dalam beramal untuk orang yang telah lurus aqidahnya.

KITAB SAHIH oleh IBN KHUZAIMAH
Biografi Ibn Khuzaimah
  Ibn Khuzaimah nama lengkapnya ialah Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah al-Naisaburi. Ia lahir pada bulan Safar 223 H
838 M di Niasabur (Nisapur).
Sejak kecil ia telah mempelajari al-Qur’an. Setelah itu konon ia sangat ingin untuk menemuui Ibn Qutaibah guna mencari dan mempelajari hadis. Namun pada saat itu ayahnya meminta anaknya untuk terlebih dahulu mempelajari al-Qur’an hingga benar-benar memahaminya.
Setelah dianggap mampu memahami la-Qur’an, barulah ia diizinkan oleh ayahnya untuk mencari dan mempelajari hadis-hadis Nabi dan melawat ke
Marwa serta menemui Muhammad bin Hisyam serta Ibnu Qutaibah.
 Berkat kecerdasan dan keuletannya dalam mencari ilmu pengetahuan, akhirnya beliau menjadi seorang imam besar di Khurasan. Ia pun banyak menggeluti hadis dengan mempelajari dan mendiskusikannya.
Karena itulah ia terkenal sebagai seorang hafiz dan digelari imam al-a’immah (pemimpin diantara para pemimpin).
    Setelah mengisi masa hidupnya dengan berbagai perjuangan dan pengabdian, akhirnya pada malam Sabtu tanggal 2 Zulqa’idah 311 H  924 M, Ibn Khuzaimah wafst dalam usia kurang lebih 89 tahun. Jenazahnya dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dimakamkan di bekas kamarnya yang kemudian dijadikan makam.

Kitab Sahih Ibn Khuzaimah
   Naskah cetakan Sahih Ibn Khuzaimah yang beredar di masyarakat pada mulanya merupakan manuskrip. Manuskrip-manuskrip itu pertama kali ditemukan sekitar akhir abad ke-6 atau awal abad ke-7 H di toko kitab Ahmad Salis di Istanbul. Manuskrip tersebut berjumlah 311 lembar halaman, dan setiap halamannya terdiri dari 25 s.d. 31 baris.
Diantara manuskrip-manuskrip yang ditemukan, pada bagian awal dan akhirnya terdapat lembaran-lembaran yang hilang.
  Belum diketahui secara pasti kapan manuskrip-manuskrip itu mulai disalin ulang atau diperbanyak menjadi naskah cetakan. Namun, naskah cetakan yang sekarang beredar di pasaran atau di masyarakat ialah naskah cetakan Sahih Ibn Khuzaimah  yang merupakan hasil suntingan Dr. M.M. Azami. Naskah ini pertama kali diterbitkan oleh al-Maktab
al-Islami, Beirut pada tahun 1390 H  1970 M.
  Menurut Dr. M.M. Azami, beliau tidak menemukan seorang pun ulama muttaqaddimin yang menamai kitab susunan Ibn Khuzaimah dengan nama al-Sahih. Penyebutan karyanya dengan nama al-Sahih bukanlah berasal darinya, akan tetapi muncul sesudahnya. Para ulama tang pernah menamai dengan sebutan tersebut ialah para ulama yang tergolong ulama mutaakhirin.
 Tiap-tiap kitab dibagi atau diklasifikasikan menjadi beberapa bab dengan jumlah yang berbeda-beda untuk tiap-tiap kitabnya, berkisar antara 100-500 bab. Bagi bab-bab yang dianggap masuk dalam satu tema atau topik kemudian digabungkan atau dimasukkan ke dalam satu kelompok bab yang disebut dengan jumma’u abwab.
  Dengan melihat nomor urut terakhir hadis, maka jumlah keeluruhan hadis dalam karya Ibn Khuzaimah dapat segerra diketahui yaitu
sebanyak 3.079 buah hadis yang disajikan dalam empat jilid. Jumlah tersebut termasuk yang diulang-ulang.
  Banyak sanjungan yang dialamatkan kepada kitab tersebut, salah satunya diungkapkan oleh Ibn Kasir yang mengatakan bahwa lebih baik Sahih Ibn Khuzaimah daripada Mustadrak al-Hakim.

KITAB AL-MUSTADRAK’ALA AL-SAHIHAIN oleh AL-HAKIM
Biografi Al-Hakim
Al-Hakim yang mempunyai nama lengkap Abu ‘Abdullah Muhammad bin ‘Abdullah bin Muhammad bin Hamdun bin Hakam bin Nu’aim bin
al-Bayyi’ al-Dabbi al-Tahmani al-Naisaburi. Ia dilahirkan di Naisabur pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal 321 H.
    Ayah al-Hakim yang bernama ‘Abdullah bin Hammad bin Hamdun adalah seorang pejuang yang dermawan dan ahli ibadah, serta sangat loyal terhadap penguasa Bani Saman yang menguasai daerah Samaniyah. Dalam catatan sejarah, daerah Samaniyah pada abad ke-3 H telah melahirkan tokoh-tokoh hadis kenamaan dan ditempat inilah al-Hakim muncul dan dibesarkan.
Kondisi seperti ini pula lah yang sedikit banyak mempengaruhi kemunculan al-Hakim sebagai seorang pakar hadis abad ke-4 H.

Kitab al-Mustadrak’ala al-Sahihaini
   Kitab ini disusun pada tahun 373 H, pada saat al-Hakim berusia 52 tahun. Inisiatif penulisan kitab al-Mustadrak’ala al-Sahihaini yakni asumsi al-Hakim bahwa masih banyak hadis sahih yang
berserakan, baik yang belum dicatat oleh para ulama maupun yang sudah tercantum dalam beberapa kitab hadis yang ada. Al-Hakim juga mnyusun
kitabnya berdasarkan kaedah-kaedah ilmiah dalam menentukan keabsahan sanad dan matan.
  Kitab tulisan al-Hakim dinamakan al-mustadrak artinya ditambahkan atau disusulkan atasal-sahih. Al-Hakim menamakan demikian karena berasumsi bahwa hadis-hadis yang disusun dalam kitabnya merupakan hadis-hadis shahih atau memenuhi syarat kesahihan Bukhari Muslim, dan belum tercantum dalam Sahih Bukhari maupunSahih Muslim.
 Kitab ini tersusun dalam 4 jilid besar yang berisi 8.690 hadis dan mencakup 50 bahasan (kitab). Kitab karya al-Hakim ini termasuk kitabal-Jami’, karena muatan hadisnya terdiri dari berbagai dimensi,
yaitu: aqidah 251 hadis; ibadah 1277 hadis; hokum halal haram 2519 hadis; takwil mimpi 32 hadis; pengobatan 73 hadis; rasul-rasul 141 hadis; 1218 hadis tentang bigrafi sahabat; huru-hara peperangan 347 hadis; kegoncangan hari kiamat 911 hadis; peperangan Nabi dan al-fitan 233 hadis; tafsir 974 hadis dan fadhail al-Qur’an 70 hadis.
 Al-Hakim mengklasifikasikan hadis menjadi dua yaitu sahih dan da’if. Untuk hadis hasan (sebagaiman klasifikasi al-Turmuzi) dimasukkan dalam kriteria jadis sahih yang tidak disepakati kesahihannya.

KITAB AL-MU’JAM AL-SAGIR AL-TABARANI AL SAHIHAIN AL-HAKIM
Biografi al-Thabarani
 Nama lengkap beliau adalah Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin Muthair al-Lakhmi al-Yamani al-Tabarani. Beliau dilahirkan di Akka pada tahun 260 H, bulan Shofar, di tengah-tengah keluarga yang
terhormat, dari kabilah Lakhmsuku yaman yang berimigrasi ke Quds (Palestina) dan menetap disana.
Al-Thabarani mulai belajar hadis pada usia muda, ketika masih berumur 13 tahun. Dan di umur 14 tahun beliau berkelana ke Quds Palestina dan Syam untuk menghafalkan al-Qur’an dan belajar berbagai
ilmu pengetahuan dan agama.
 Setelah menyelesaikan studinya ke berbagai wilayah, beliau kembali lagi ke Asfahan, dan menetap di sana sampai akhir hayatnya selama kurang lebih setengah abad. Al-Thabarani meninggal di Asfahan pada 28 Zul Qa’idah tahun 360 H dalam usia seratus tahun sepuluh bulan. Beliau dimakamkan disamping kubur Hamamah al-Dausi, seorang sahabat Rasulullah.

Kitab al-Mu’jam al-Sagir
    Kitab mu’jam ialah kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat, guru-gurunya, Negara atau lainnya, dan umumnya susunan nama-nama sahabat itu berdasarkan urutan huruf hija’iyyah. Selain itu, salah satu karakteristik atau kelebihan dari kitab al-Mu’jam al-Sagir ini adalah setiap sanad diberi komentar tentang hubungan antara guru dengan muridnya atau antara rawi yang satu dengan rawi berikutnya.
    Kitab ini terdiri dari 279 halaman untuk juz I, dan bagian akhir yang merupakan juz II terdiri dari 222 halaman termasuk lima tema tambahan.
Nilai atau kualitas hadis yang dikandung dalam kitab al-Mu’jam al-Sagir ini cukup beragam. Ada hadis yang bernilai sahih, hasan dan da’if. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian lebih jauh dan mendalam agar supaya dapat diketahui hadis-hadis yang sahih dan hasan, sehingga dapat dijadikan sebagai hujjah agama.
Terlepas dari kekurangan dan kelebihan kitab ini, yang jelas metode mu’jam yang ditawarkan oleh al-Thabarani  ini member warna tersendiri dalam studi kitab-kitab hadis, setidaknya dapat memudahkan para pengkaji hadis dalam  menelusuri atau mencari hadis dari sumbernya berdasarkan periwayat atau guru dari mukharrij al-hadis.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

 Kitab kitab hadist terdiri dari banyak kitab diantaranya : Kitab Al Muwatta’, Kitab Musnad, Kitab Sahih, Al-Bukhari, dan masih banyak lagi yang lainnya.
   Para sanad kitab hadist pada umumnya mereka memiliki kecerdasan yang tinggi, serta merelakan pergi meninggalkan kotanya untuk mencari serta mempelajari hadis dari guru-guru yang tidak sedikit pula.

SARAN
Demi penyempurnaan makalah ini, saran dan kritikan teman-teman sangat dibutuhkan. Kesalahan dan kekeliruan yang terdapat dalam makalah ini adalah bukti dari kerancuan pemikiran penulis, dan semua itu tidak lepas dari sifat manusia yang selalu salah dan lupa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manaqib jawahirul ma’ani atau MANAQIB ASY-SYEICH ABDUL QADIR AL-JILANI

Kitab Lubabul Hadist dan Terjemahan

Fiqih Puasa Mazhab Syafi’i