Khutbah idul Adha
Khutbah Idul Adha
Anak Shaleh, Jalan Surga Orangtua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ ِباللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ
سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ
مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ
الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
Allahu akbar, Allahu akbar la ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahilhamd
Kaum muslimin yang berbahagia!
Hari ini, kita kembali menjadi saksi betapa luasnya kasih-sayang Allah Azza wa Jalla kepada kita semua. Pagi hari ini, kita kembali
merasakan betapa besarnya rahmat dan ampunanNya untuk kita semua.
Dosa demi dosa kita kerjakan nyaris sepanjang hari. Perintah demi perintahNya hampir kita abaikan setiap saat. Tapi lihatlah, Allah Azza
wa Jalla yang Maha Pengasih itu tidak pernah bosan memberikan kesempatan demi kesempatan kepada kita untuk bertaubat dan kembali padaNya. Allah Azza wa Jalla yang Maha Penyayang itu tidak pernah
menutup pintu ampunanNya yang luas.
Allahu akbar, Allahu akbar, la ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahilhmad
Kaum muslimin yang berbahagia!
Hari Raya Idul Adha adalah kisah tentang sebuah keluarga mulia yang diabadikan oleh Allah Azza wa Jalla untuk peradaban manusia. Itulah kisah keluarga Ibrahim ‘alaihissalam. Melalui kisah keluarga Ibrahim ‘alaihissalam itu, Allah Ta’ala ingin menunjukkan kepada
kita betapa pentingnya posisi keluarga dalam membangun sebuah peradaban
yang besar. Sebuah masyarakat yang bahagia dan sejahtera, tidak hanya di
dunia, namun juga di akhirat.
Sebuah masyarakat tidak akan bisa menjadi bahagia dan sejahtera jika
masyarakat itu gagal dalam membangun keluarga-keluarga kecil yang ada di
dalamnya.
Dan jika kita berbicara tentang keluarga, maka itu artinya kita juga
akan berbicara tentang salah satu unsur terpenting keluarga yang
bernama: Anak. Dalam kisah keluarga Ibrahim ‘alaihissalam, sang anak
itu “diperankan” oleh sosok Isma’il ‘alaihissalam.
Inilah sosok anak teladan sepanjang zaman yang kemudian diangkat menjadi
seorang nabi oleh Allah Azza wa Jalla. Bahkan yang luar biasanya
adalah melalui keturunan Isma’il ‘alaihissalam inilah kemudian lahir
sosok nabi dan rasul paling mulia sepanjang sejarah manusia bahkan alam
semesta, yaitu: Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam!
Allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahil
hamd…
Kaum muslimin rahimakumullah!
Saya kira hampir semua dari kita mengikuti bagaimana anak-anak remaja
kita yang bergabung dalam geng-geng motor mulai berani melakukan
tindakan-tindakan anarkis yang tidak pernah diduga sebelumnya.
Kita semua juga nyaris menyaksikan setiap hari di sudut-sudut jalan
raya, bagaimana anak-anak kita dieksploitasi dan diperalat menjadi anak
jalanan, mengemis dan meminta-minta sambil mengisap lem dari balik
bajunya yang lusuh dan kotor.
Saya kira kita juga tahu hasil-hasil survey mutakhir yang menunjukkan
bagaimana jumlah ABG yang hamil di luar nikah terus meningkat dalam
jumlah yang sangat memprihatinkan.
Dan itu semua barulah segelintir masalah dan problem anak-anak kita di
masa kini… Wallahul musta’an.
Allahu akbar Allahu akbar La ilaha illaLlah Allahu akbar walillahilhamd…
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!
Harus kita akui dengan jujur bahwa salah satu penyebab utama terjadinya
ini semua adalah orangtua itu sendiri. Tidak sedikit Orangtua yang
terjebak dalam dua sikap ekstrem yang saling bertolak belakang: sikap
yang memanjakan terlalu berlebihan dan sikap pengabaian yang
menelantarkan anak-anak.
Ada orangtua yang menganggap bahwa kasih sayang kepada anak harus
ditunjukkan dengan pemberian dan pemenuhan segala keinginannya. Bahkan
ada juga orangtua yang memanjakan anak dengan segala fasilitas untuk
mengangkat gengsinya sendiri sebagai orangtua!
Pada sisi yang lain, tidak sedikit orangtua yang tidak peduli dengan
anak-anaknya. Atau menunjukkan kepedulian dengan melakukan kekerasan
demi kekerasan kepada anak.
Karena itu, di hari yang penuh berkah ini, marilah kita berhenti
sejenak, membuka hati untuk sejenak belajar dari ayahanda para nabi dan
rasul, Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam. Belajar tentang betapa
pentingnya nilai keluarga kita, tentang betapa pentingnya nilai seorang
anak bagi orangtuanya di dunia dan akhirat.
Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar la ilaha illaLlahu Allahu akbar,
Allahu akbar walillahil hamd…
Para ayah dan bunda yang dimuliakan Allah!
Pelajaran pertama dari kisah Ibrahim ‘alaihissalam adalah bahwa untuk
mendapatkan anak yang shaleh, maka orangtua terlebih dahulu berusaha
menjadi orang yang shaleh. Karena siap menjadi orangtua artinya siap
menjadi teladan untuk keluarga, bukan sekedar memberi makan dan
mencukupi kebutuhan anak.
Keberhasilan Ibrahim ‘alaihissalam mendapatkan karunia anak shaleh
seperti Isma’il ‘alaihissalamadalah karena beliau sendiri berhasil
mendidik dan membentuk dirinya menjadi seorang hamba yang shaleh.
Allah Azza wa Jalla menegaskan:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
“Sungguh telah ada untuk kalian teladan yang baik dalam diri Ibrahim
dan orang-orang yang bersamanya.” (al-Mumtahanah: 4)
Pujian Allah Azza wa Jalla untuk Ibrahim ‘alaihissalam ini tentu
saja didapatkannya setelah ia berusaha dan berusaha menjadi sosok
pribadi yang dicintai oleh Allah Azza wa Jalla.
Pertanyaannya sekarang untuk kita semua adalah: siapakah di antara kita
yang sejak awal menjadi orangtua sudah berusaha untuk belajar dan
berusaha menjadi orangtua yang shaleh? Apakah kesibukan kita
menshalehkan pribadi kita sudah menyamai kesibukan kita mengurus rezki
dan urusan dunia lainnya?
Prof. DR. Abdul Karim Bakkar, seorang pakar pembinaan anak dan keluarga
menegaskan: “Tarbiyah dan pembinaan keluarga yang kita capai itu adalah
gambaran tentang bagaimana pembinaan pribadi kita sendiri!”
Allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illaLlahu Allahu akbar, Allahu
akbar walillahilhamd
Ma’asyiral muslimin rahimahukumullah!
Pelajaran kedua dari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah jika ingin
memiliki anak yang shaleh, maka bersungguh-sungguhlah meminta dan
mencita-citakannya dari Allah Azza wa Jalla.
Allah Ta’alamengabadikan doa-doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tentang
itu di dalam al-Qur’an:
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Tuhanku, karuniakanlah untukku (seorang anak) yang termasuk
orang-orang shaleh.” (al-Shaffat: 100)
رَبِّ اجْعَلْنِى مُقِيمَ الصَّلَوٰةِ وَمِن ذُرِّيَّتِى رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku orang yang menegakkan shalat, juga dari
keturunanku. Ya Tuhan kami, kabulkanlah doaku.” (Ibrahim: 40)
Kaum muslimin yang berbahagia!
Mungkin banyak di antara kita yang sekedar “mau” memiliki anak yang
shaleh. Tapi siapa di antara kita yang sungguh-sungguh berdoa memintanya
kepada Allah dengan kelopak mata yang berderai air mata? Siapa di antara
kita yang secara konsisten menyelipkan doa-doa terbaiknya untuk keluarga
dan anak-anaknya?
Allahu akbar, Allahu akbar La ilaha illaLlahu Allahu akbar wa
lillahilhamd…
Jika kita memang sungguh-sungguh bercita-cita mendapatkan anak shaleh,
maka kita harus berpikir dan berusaha sungguh-sungguh pula mencari
jalannya, sama bahkan lebih dari saat kita bercita-cita ingin mempunyai
penghasilan yang besar, rumah tinggal impian dan kendaraan idaman kita.
Berikut ini beberapa hal yang sungguh-sungguh harus kita jalankan untuk
mewujudkan impian “anak shaleh” tersebut:
Pertama, konsisten mencari rezki yang halal untuk keluarga:
Dalam pandangan Islam, apa yang dikonsumsi oleh tubuh manusia akan
berpengaruh terhadap perilakunya. Karena itu, Islam mewajibkan kepada
setiap orangtua untuk memberikan hanya makanan halal yang diperoleh
melalui harta yang halal kepada anak-anak mereka. Bahkan nafkah yang
halal untuk keluarga akan dinilai sebagai sedekah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا أَنْفَقَ عَلَى أَهْلِهِ كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً
“Sesungguhnya seorang muslim itu jika ia memberi nafkah kepada
keluarganya, maka itu akan menjadi sedekah untuknya.” (HR. Ibnu Hibban
dan dishahihkan oleh al-Albani)
Usaha memberikan nafkah yang halal tentu saja menjadi tantangan
tersendiri bagi orangtua. Dan untuk itu, kita harus selalu mengingat
peringatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tantangan
tersebut. Beliau bersabda:
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ أَمِنَ الْحَلاَلِ أَمْ مِنْ الْحَرَامِ
“Akan datang kepada manusia suatu zaman di mana seseorang tidak lagi
peduli apa yang ia kumpulkan; apakah dari yang halal atau dari yang
haram?” (HR. al-Bukhari)
Apakah kita termasuk yang disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadits ini? Orang yang tidak peduli dari mana mengais dan
membawa pulang nafkah untuk keluarga; apakah itu dari hasil suap,
korupsi dan manipulasi seperti yang sekarang ini sedang menjadi trend
sebagian pejabat di negeri ini?! Semoga saja tidak, karena nafkah yang
tidak halal yang tumbuh menjadi daging dalam tubuh. Dan Rasulullah telah
berpesan:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنَ السُّحْتِ، النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Tidak akan masuk surga daging tumbuh dari harta haram, karena neraka
lebih pantas untuknya.”(HR. al-Tirmidzi dengan sanad yang shahih)
Allahu akbar, Allahu akbar, la ilaha illaLlahu Allahu akbar
walillahilhamd…
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!
Yang kedua, memberikan kasih sayang kepada anak tapi tidak memanjakannya:
Pada hari ini, seiring dengan perkembangan teknologi yang nyaris tak
terbendung, kita sudah tidak aneh lagi melihat anak-anak yang dibekali
oleh para orangtua dengan peralatan-peralatan komunikasi yang bisa apa
saja, termasuk mengakses tayangan-tayangan pornografi.
Di samping dampak lain seperti kecanduan game dan semacamnya yang
semakin merenggangkan hubungan komunikasi antara anak dan orangtua. Ini
adalah satu contoh kasus di mana mungkin saja kita menganggap itu
sebagai bukti kasih sayang kita kepada mereka.
Namun marilah memikirkan dengan jernih bahwa bukti cinta dan sayang kita
yang sesungguhnya kepada mereka adalah dengan berusaha menyelamatkan
mereka dari api neraka. Allah Ta’alaberfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah diri dan keluarga kalian dari
api nerakan yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (al-Tahrim: 6)
Apakah Anda rela membiarkan anak-anak Anda terpanggang di dalam kobaran
api neraka? Apakah kita rela membiarkan anak-anak yang kita sayangi itu
menjadi bahan bakar neraka Allah?Na’udzu billah min dzalik.
Kaum muslimin rahimakumullah!
Para ayah dan bunda yang berbahagia!
Selanjutnya yang ketiga adalah terus belajar dan belajar menjadi
orangtua yang shaleh dan cakap:
Apakah kita sudah mengetahui semua panduan dan petunjuk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mendidik anak?
Apakah kita sudah memahami bagaimana menghadapi karakter anak kita yang
berbeda-beda itu?
Kita tidak dilarang mempelajari konsep pendidikan anak dari siapa saja,
tapi selalu ingat bahwa konsep pendidikan dan pembinaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang terbaik dan yang
wajib untuk kita jalankan. Tentu saja kita tidak lupa untuk meneladani
jejak para sahabat Nabi dan Ahlul bait beliau secara benar, dan tidak
berlebih-lebihan.
Cobalah kita renungkan betapa banyaknya hal yang harus kita pelajari
sebagai orangtua. Karenanya sesibuk apapun urusan dunia kita, kita harus
menyediakan waktu untuk belajar menjadi orangtua yang shaleh dan cakap.
Itulah harga yang harus kita bayar untuk menyelamatkan keluarga kita
dari kobaran api neraka yang membara.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illaLlahu Allahu
akbar walillahil hamd…
Kaum muslimin yang berbahagia!
Mengapa kita harus benar-benar serius merancang kehadiran anak shaleh di
dalam rumah tangga kita? Menjawab pertanyaan itu, marilah merenungkan
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ: مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila seorang insan meninggal dunia, akan terputuslah seluruh
amalnya kecuali dari 3 hal: dari sedekah jariyah, atau dari ilmu yang
bermanfaat, atau anak shaleh yang berdoa untuknya.”(HR. Abu Dawud dan
dishahihkan oleh al-Albani)
Melalui hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengisyaratkan bahwa anak yang shaleh adalah investasi yang tak
ternilai harganya. Anak yang shaleh adalah pelita yang tak padam meski
kita telah terkubur dalam liang lahat. Anak yang shaleh adalah sumber
pahala yang tak putus meski tubuh kita telah hancur berkalang tanah.
Sebaliknya, anak-anak yang tidak shaleh kelak akan menjadi sumber
bencana bagi kehidupan kita para orangtua di akhirat, wal ‘iyadzu biLlah.
Allahu akbar, Allahu akbar walillahil hamd…
Kaum muslimin yang berbahagia!
Namun jika kita merasa gagal setelah mengerahkan upaya sungguh-sungguh
untuk menghadirkan sosok anak shaleh dalam rumah kita, janganlah kita
berputus asa kepada Allah Azza wa Jalla. Dalam kondisi putus asa
seperti itu, kita harus belajar dari kesabaran dan keteguhan Nabi
Nuh‘alaihissalam yang terus mengajak anaknya ikut bersamanya, meski
kemudian anaknya memilih untuk durhaka kepada Allah Ta’ala hingga
akhir hayatnya.
Kesabaran juga hal paling mendasar yang harus kita miliki dalam
mengarungi bahtera rumah tangga. Maraknya kasus perceraian adalah bukti
bahwa banyak orangtua yang egois memikirkan dirinya sendiri dan lupa
bahwa anak-anak sangat membutuhkan sebuah keluarga yang utuh. Karenanya,
bersabarlah karena Allah selalu bersama dengan orang-orang yang sabar.
Selanjutnya kepada para pemilik dan pelaku media, ingatlah bahwa
media-media yang Anda miliki dan kelola telah terbukti sebagai alat
paling efektif menyampaikan kebaikan dan keburukan. Ingatlah, jika Anda
mencari nafkah dengan cara menyebarkan nilai-nilai kebatilan melalui
media, maka itu akan menjadi nafkah haram untuk diri dan keluarga Anda.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!
Sebelum mengakhiri khutbah ini, marilah sejenak kita menyimak panduan
singkat menunaikan ibadah kurban kita hari ini hingga 3 hari ke depan.
Hewan yang dapat dikurbankan adalah domba yang genap berusia 6 bulan,
kambing yang genap setahun, sapi yang genap 2 tahun. Syaratnya, hewan
kurban tidak boleh memiliki cacat atau penyakit yang bisa berpengaruh
pada dagingnya, jumlah maupun rasanya, misalnya: kepicakan pada mata,
kepincangan pada kaki dan penyakit pada kulit, kuku atau mulut.
Seekor domba atau kambing hanya mencukupi untuk kurban satu orang saja,
sedangkan seekor sapi boleh berserikat untuk tujuh orang, kecuali
berserikat pahala maka boleh pada semua jenis tanpa batas. Sebaiknya
pemilik kurban yang menyembelih sendiri hewan kurbannya, tetapi bisa
diwakilkan kepada penjagal, dengan syarat seorang muslim yang menjaga
shalatnya, mengetahui hukum-hukum menyembelih dan upahnya tidak
diambilkan dari salah satu bagian hewan kurban itu sendiri, kulit atau
daging, meskipun dia juga bisa mendapat bagian dari hewan kurban sebagai
sedekah atau hadiah.
Waktu penyembelihan hewan kurban adalah seusai pelaksanaan shalat Idul
Adha hingga tiga hari tasyriq setelahnya. Pembagian hewan kurban yang
telah disembelih dapat dibagi tiga bagian, sepertiga buat pemiliknya,
sepertiga buat hadiah dan sepertiga buat sedekah kepada fakir miskin.
Pahala yang kita peroleh sangat bergantung pada keikhlasan niat kita
dalam menunaikan ibadah kurban ini.
Allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahil
hamd…
Di penghujung khutbah ini, marilah sejenak kita menundukkan jiwa dan
hati untuk menyampaikan doa-doa kita kepada Sang Maha mendengar,
Allah Azza wa Jalla. Semoga doa-doa itu terhantarkan ke sisi
Allah Ta’ala bersama dengan ibadah kurban yang kita tunaikan hari ini.
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسوله الأمين و على آله وصحبه
والتابعين،
اللَّهُمَّ إِنَّا نَحْمَدُكَ بِأَنَّكَ أَهْلٌ أَنْ تُحْمَد وَنَشْكُرُكَ بِأَنَّكَ أَهْلٌ أَنْ تُشْكَر وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ
الْخَيْرَ كُلَّهُ فَإِنَّكَ أَنْتَ أَهْلُ الْمَجْدِ وَالثَّناَءِ ،
رَبَّناَ ظَلَمْناَ أَنْفُسَناَ ظُلْماً كَثِيْراَ وَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ فَاغْفِرْ لَناَ مَغْفِرَةً
مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْناَ إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَحِيْم
Ya Allah, Engkaulah Tuhan yang menciptakan kami, Engkaulah satu-satuNya
yang berhak untuk kami sembah…Hari ini kami datang mengetuk pintu
ampunanMu. Hari ini kami hadir bersimpuh dengan peluh-peluh dosa yang
melekat di tubuh kami yang lemah ini. Ya Allah, betapa kami sering lupa
bahwa kehidupan dunia ini sangat singkat, hingga kami pun jatuh dan
jatuh lagi dalam kedurhakaan terhadap perintahMu. Ya Allah, ampunilah
kami, ampunilah kami, ampunilah kami. Ya Allah, jika Engkau menutup
pintu ampunanMu yang agung, kepada siapa lagi kami harus mencari ampunan…
Ya Allah, ya Rabbana, dari bumi khatulistiwa ini, perkenankan doa kami
untuk saudara-saudara muslim kami yang terjajah dan tertindas di
berbagai belahan bumiMu. Ya Rabbana, berikan keteguhan dan kesabaran
kepada saudara-saudara kami di Syiria, Mesir, Palestina, Irak, Myanmar
dan di manapun mereka yang tertindas… Kerahkan bala tentaraMu di alam
semesta ini untuk meluluhlantakkan para penindas mereka
sehancur-hancurnya… Lindungilah kehormatan mereka… Jadikan mereka yang
gugur sebagai syuhada’ yang selalu hidup di sisiMu… Segerakan
pertolonganMu untuk mereka, Ya Rabbal ‘alamin…
Ya Allah, ya Rabbana, di sisa-sisa hidup kami ini, berikanlah kekuatan
kepada kami untuk selalu berbakti dan menjadi anak yang shaleh untuk
ayah-bunda kami. Jika mereka masih hidup, izinkanlah kami untuk
berkhidmat dan melayani mereka dengan sebaik-baiknya di sisa-sisa usia
mereka… Jika ayah-bunda kami telah tiada, maka izinkanlah kami untuk
menjadi sisa-sisa kebaikan mereka yang terus-menerus menjadi ladang
kebaikan penerang alam kubur mereka… Ya Allah, ampuni, ampuni, ampuni
durhaka kami kepada ayah-bunda kami…
Ya Allah, ya Rabbana, berikan kami kekuatan dan kemampuan untuk menjadi
orangtua yang terbaik untuk putra-putri kami… Hanya Engkau satu-satuNya
yang dapat memberikan kekuatan untuk mendidik mereka dengan
sebaik-baiknya… Ya Allah, jadikan anak-anak kami sebagai penyejuk hati
kami, yang selalu mendoakan kami saat kami sendiri dalam kegelapan alam
kubur… Ya Allah, karuniakan kepada kami anak-anak yang mencintai
al-Qur’an dan Sunnah NabiMu…
Ya Allah, selamatkan negeri ini dari pemimpin-pemimpin yang zhalim…
Selamatkan negeri ini dari kerakusan para koruptor yang tidak
bertanggung jawab… Karuniakan untuk kami para pemimpin yang adil dan
mencintai SyariatMu… Izinkan kami untuk menikmati indahnya negeri ini di
bawah naungan SyariatMu yang Maha Adil…
Ya Allah, Zat Yang Maha Mengabulkan doa kabulkanlah doa kami, penuhilah
permintaan kami, kamilah hamba-Mu yang lemah, harapan kami hanya
kepadaMu, Engkau Maha Mendengar, Engkaulah Penguasa satu-satunya Yang
Haq, Engkaulah sebaik-baik Pemberi yang diharap.
رَبَّناَ لاَ تُزِغْ قُلُوْبَناَ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَناَ وَهَبْ لَناَ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ
الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَاْلحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ ، وَصَلَّى اللهُ
وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .
khutbah Idul Adha berikut ini.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ
رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ
مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا
عَظِيمًا أَمَّا بَعْدُ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd. (artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar,
tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Allah Maha
Besar. Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya).
Amma ba’du …
Ma’asyiral muslimin jama’ah shalat ‘Ied yang semoga senantiasa dirahmati
oleh Allah Ta’ala,
Kita bersyukur pada Allah atas nikmat dan karunia yang telah Allah
berikan pada kita. Allah masih memberikan kita nikmat sehat, umur
panjang serta kesempatan untuk menghadiri shalat Idul Adha pada tahun
ini. Mudah-mudahan kita dapat mensyukuri nikmat-nikmat yang ada dengan
meningkatkan ketakwaan pada Allah Ta’ala.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar,
Nabi agung, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
panutan dan suri tauladan kita, begitu pula pada keluarga dan sahabatnya
serta yang mengikuti beliau dengan baik hingga akhir zaman.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimanii wa rahimakumullah,
Ada dua ibadah yang kita temui pada perayaan Idul Adha, yaitu ibadah
qurban dan ibadah haji.
Ada beberapa hal yang bisa kita gali dari ibadah qurban yang kita
jalankan tahun ini, juga ada beberapa pelajaran dari ibadah haji yang
dijalankan oleh saudara-saudara kita di tanah suci.
Di khutbah Idul Adha kali ini, kami akan menyebutkan lima pelajaran dari
dua ibadah tersebut.
1. Belajar untuk ikhlas
Dari ibadah qurban yang dituntut adalah keikhlasan dan ketakwaan, itulah
yang dapat menggapai ridha Allah. Daging dan darah itu bukanlah yang
dituntut, namun dari keikhlasan dalam berqurban. Allah Ta’ala berfirman,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37)
Untuk ibadah haji pun demikian, kita diperintahkan untuk ikhlas, bukan
cari gelar dan cari sanjungan. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia
mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa yang berhaji karena Allah lalu tidak berkata-kata seronok dan
tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika
dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari, no. 1521).
Ini berarti berqurban dan berhaji bukanlah ajang untuk pamer amalan dan
kekayaan, atau riya’.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
================
2. Belajar untuk mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dalam berqurban ada aturan atau ketentuan yang mesti dipenuhi. Misalnya,
mesti dihindari cacat yang membuat tidak sah (buta sebelah, sakit yang
jelas, pincang, atau sangat kurus) dan cacat yang dikatakan makruh
(seperti sobeknya telinga, keringnya air susu, ekor yang terputus). Umur
hewan qurban harus masuk dalam kriteria yaitu hewan musinnah, untuk
kambing minimal 1 tahun dan sapi minimal dua tahun. Waktu penyembelihan
pun harus sesuai tuntunan dilakukan setelah shalat Idul Adha, tidak
boleh sebelumnya. Kemudian dalam penyaluran hasil qurban, jangan sampai
ada maksud untuk mencari keuntungan seperti dengan menjual kulit atau
memberi upah pada tukang jagal dari sebagian hasil qurban. Jika
ketentuan di atas dilanggar di mana ketentuan tersebut merupakan syarat,
hewan yang disembelih tidaklah disebut qurban, namun disebut daging biasa.
Al Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menyampaikan khutbah kepada para sahabat pada hari
Idul Adha setelah mengerjakan shalat Idul Adha. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ ، وَمَنْ نَسَكَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّهُ قَبْلَ
الصَّلاَةِ ، وَلاَ نُسُكَ لَهُ
“Siapa yang shalat seperti shalat kami dan menyembelih kurban seperti
kurban kami, maka ia telah mendapatkan pahala kurban. Barangsiapa yang
berkurban sebelum shalat Idul Adha, maka itu hanyalah sembelihan yang
ada sebelum shalat dan tidak teranggap sebagai kurban.”
Abu Burdah yang merupakan paman dari Al Bara’ bin ‘Azib dari jalur
ibunya berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، فَإِنِّى نَسَكْتُ شَاتِى قَبْلَ الصَّلاَةِ ، وَعَرَفْتُ أَنَّ الْيَوْمَ يَوْمُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ ،
وَأَحْبَبْتُ أَنْ تَكُونَ شَاتِى أَوَّلَ مَا يُذْبَحُ فِى بَيْتِى ، فَذَبَحْتُ شَاتِى وَتَغَدَّيْتُ قَبْلَ أَنْ آتِىَ
الصَّلاَةَ
“Wahai Rasulullah, aku telah menyembelih kambingku sebelum shalat Idul
Adha. Aku tahu bahwa hari itu adalah hari untuk makan dan minum. Aku
senang jika kambingku adalah binatang yang pertama kali disembelih di
rumahku. Oleh karena itu, aku menyembelihnya dan aku sarapan dengannya
sebelum aku shalat Idul Adha.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata,
شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ
“Kambingmu hanyalah kambing biasa (yang dimakan dagingnya, bukan kambing
kurban).” (HR. Bukhari no. 955)
Begitu pula dalam ibadah haji hendaklah sesuai tuntunan, tidak bisa kita
beribadah asal-asalan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّى لاَ أَدْرِى لَعَلِّى لاَ أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِى هَذِهِ
“Ambillah dariku manasik-manasik kalian, karena sesungguhnya aku tidak
mengetahui, mungkin saja aku tidak berhaji setelah hajiku ini.” (HR.
Muslim no. 1297, dari Jabir).
Ini menunjukkan bahwa ibadah qurban dan haji serta ibadah lainnya mesti
didasari ilmu. Jika tidak, maka sia-sialah ibadah tersebut.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
===================
3. Belajar untuk sedekah harta
Dalam ibadah qurban, kita diperintahkan untuk belajar bersedekah, begitu
pula haji. Karena saat itu, hartalah yang banyak diqurbankan. Apakah
benar kita mampu mengorbankannya? Padahal watak manusia sangat cinta
sekali pada harta.
Ingatlah, harta semakin dikeluarkan dalam jalan kebaikan dan ketaatan
akan semakin berkah. Sehingga jangan pelit untuk bersedekah karena tidak
pernah kita temui pada orang yang berqurban dan berhaji yang
mengorbankan jutaan hartanya jadi bangkrut.
Ingat Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya
dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pula,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim, no. 2588; dari Abu
Hurairah)
Imam Nawawi berkata, “Kekurangan harta bisa ditutup dengan keberkahannya
atau ditutup dengan pahala di sisi Allah.” (Syarh Shahih Muslim, 16: 128).
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
===============
4. Belajar untuk meninggalkan larangan walau sementara waktu
Dalam ibadah qurban ada larangan bagi shahibul qurban yang mesti ia
jalankan ketika telah masuk 1 Dzulhijjah hingga hewan qurban miliknya
disembelih. Walaupun hikmah dari larangan ini tidak dinashkan atau tidak
disebutkan dalam dalil, namun tetap mesti dijalankan karena sifat
seorang muslim adalah sami’na wa atho’na, yaitu patuh dan taat.
Dari Ummu Salamah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
“Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzulhijjah (maksudnya telah
memasuki 1 Dzulhijjah, -pen) dan kalian ingin berqurban, maka hendaklah
shohibul qurban tidak memotong rambut dan kukunya.” (HR. Muslim no. 1977).
Lebih-lebih lagi dalam ibadah haji dan umrah, saat berihram jamaah tidak
diperkenankan mengenakan wewangian, memotong rambut dan kuku, mengenakan
baju atau celana yang membentuk lekuk tubuh (bagi pria), tidak boleh
menutup kepala serta tidak boleh mencumbu istri hingga menyetubuhinya.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ada
seseorang yang berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ مِنَ الثِّيَابِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم
– « لاَ يَلْبَسُ الْقُمُصَ وَلاَ الْعَمَائِمَ وَلاَ السَّرَاوِيلاَتِ وَلاَ الْبَرَانِسَ وَلاَ الْخِفَافَ ،
إِلاَّ أَحَدٌ لاَ يَجِدُ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ ، وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ ، وَلاَ
تَلْبَسُوا مِنَ الثِّيَابِ شَيْئًا مَسَّهُ الزَّعْفَرَانُ أَوْ وَرْسٌ »
“Wahai Rasulullah, bagaimanakah pakaian yang seharusnya dikenakan oleh
orang yang sedang berihram (haji atau umrah, -pen)?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh mengenakan
kemeja, sorban, celana panjang kopiah dan sepatu, kecuali bagi yang
tidak mendapatkan sandal, maka dia boleh mengenakan sepatu. Hendaknya
dia potong sepatunya tersebut hingga di bawah kedua mata kakinya.
Hendaknya dia tidak memakai pakaian yang diberiza’faran dan wars
(sejenis wewangian, -pen).” (HR. Bukhari no. 1542)
Larangan di atas adalah ujian apakah kita mampu menahan diri dari
larangan walau sementara waktu. Bagaimana lagi untuk waktu yang lama?
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
===============
5. Belajar untuk rajin berdzikir
Dalam ibadah qurban diwajibkan membaca bismillah dan disunnahkan untuk
bertakbir saat menyembelih qurban.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
ضَحَّى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ ، فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى
صِفَاحِهِمَا يُسَمِّى وَيُكَبِّرُ ، فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ .
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berqurban (pada Idul Adha)
dengan dua kambing yang gemuk. Aku melihat beliau menginjak kakinya di
pangkal leher dua kambing itu. Lalu beliau membaca bismillah dan
bertakbir, kemudian beliau menyembelih keduanya dengan tangannya.” (HR.
Bukhari, no. 5558)
Sejak sepuluh hari pertama Dzulhijjah, kita pun sudah diperintahkan
untuk banyak bertakbir. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah
ditentukan.” (QS. Al Hajj: 28). ‘Ayyam ma’lumaat’ menurut salah
satu penafsiran adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah.
Dalam ayat lain disebutkan,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا
إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang
terbilang.” (QS. Al Baqarah: 203). Ibnu ‘Umar dan ulama lainnya
mengatakan bahwa ayyamul ma’dudat adalah tiga hari tasyriq. Ini
menunjukkan adanya perintah berdzikir di hari-hari tasyriq.
Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan,
Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang
ditentukan yaitu 10 hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari
tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada
sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia
pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat
sunnah. (Dikeluarkan oleh Bukhari tanpa sanad (mu’allaq), pada Bab
“Keutamaan beramal di hari tasyriq”)
Ibadah thawaf, sa’i dan melempar jumrah pun dilakukan dalam rangka
berdzikir pada Allah. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْىُ الْجِمَارِ لإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ
“Sesungguhnya thawaf di Ka’bah, melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah
dan melempar jumrah adalah bagian dari dzikrullah (dzikir pada Allah).”
(HR. Abu Daud, no. 1888; Tirmidzi, no. 902; Ahmad, 6: 46. Imam Tirmidzi
mengatakan hadits ini hasan shahih. Syaikh Al-Albani dan Syaikh
Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini *dh**a**’if*)
Di hari-hari tasyriq, kita pun diperintahkan untuk membaca doa sapu
jagad. Allah Ta’ala berfirman,
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ, وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah
(dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut
(membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih
banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan
kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian
(yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang
berdoa: “Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa
qina ‘adzaban naar” [Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka].” (QS. Al
Baqarah: 200-201)
Dari ayat ini kebanyakan ulama salaf menganjurkan membaca do’a “Robbana
aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar”
di hari-hari tasyriq. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh ‘Ikrimah dan
‘Atha’. (Lihat Latha-if Al-Ma’arif, hlm. 505-506).
Ini semua mengajarkan pada kita untuk rajin berdzikir.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ رضى الله عنه أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ
الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَىَّ فَأَخْبِرْنِى بِشَىْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. قَالَ « لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ
ذِكْرِ اللَّهِ »
Dari ‘Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada
seseorang yang berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Wahai Rasulullah, syariat Islam sungguh banyak dan membebani kami.
Beritahukanlah padaku suatu amalan yang aku bisa konsisten dengannya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Hendaklah lisanmu
tidak berhenti dari berdzikir pada Allah.” (HR. Tirmidzi, no. 3375;
Ibnu Majah, no. 3793; Ahmad, 4: 188. Hadits ini *s**hahih* menurut
Syaikh Al Albani).
Mudah-mudahan lima pelajaran di atas berharga bagi kita semua.
Marilah kita tutup khutbah ied ini dengan do’a. Moga Allah mengabulkan
setiap do’a kita.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ
إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنَّا نَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِى لَمْ
يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا
لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ
الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي
أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ
الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِينَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا
رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
—
Selamat Hari Raya Idul Adha
Taqabbalallahu minna wa minkum shiyamanaa wa shiyamakum, kullu ‘aamin
wa antum bi kheir, minal ‘aidin wal faizin
================
Komentar
Posting Komentar