Kitab Fathul Baari
Kitab Fathul Baari
Tidak diragukan lagi bahwa kitab Shahiihul Bukhari merupakan kitab hadis paling otentik di muka bumi ini. Penulisnya, Imam al-Bukhari, hanya mencantumkan hadis-hadis shahih di dalamnya dengan syarat-syarat periwayatan (transmisi) yang begitu ketat.
Bahkan, untuk memantapkan pilihannya beliau tidak segan-segan untuk shalat istikharah dua rakaat setiap akan mencantumkan hadisnya di kitabnya itu sebagai bukti keseriusan dan pertanggungjawaban beliau di hadapan Allah Taala.
Maka sangatlah wajar apabila kitab Fathul Bari ini dinobatkan sebagai kitab yang kandungannya paling otentik setelah kitab suci al-Quran. Dan, pantaslah kiranya setiap usaha untuk melemahkan kitab ini selalu terbantahkan.
Ribuan hadis terkandung di dalamnya. Beberapa di antaranya sangat sulitb agi orang awam untuk memahami maknanya, lebih-lebih menyelaminya.
Padahal, dari awal sampai akhir, kitab ini menyuguhkan banyak sekali pelajaran dan faedah yang sangat berguna bagi kehidupan seorang Muslim dan umat manusia secara keseluruhan.
Tidak hanya dalam masalah aqidah dan ibadah, spektrumnya merambah juga ke masalah etika, sosial, politik, budaya, dan lain sebagainya. Tentunya dalam koridor Sunnah Nabawiyyah.
Nah, bagaimana kiranya jika buku sekaliber Shahiihul Bukhari ini dijabarkan lafaznya, kalimatnya, dan maknanya? Tentunya akan lebih
deskriptif, lebih analitik, lebih mudah dipahami, dan manfaatnya pun lebih meluas ke banyak orang.
Ibnu Hajar al-Asqalani, seorang ulama hadis bergelar al-Hafizh (773 - 852 H) yang terkenal ahli dalam bidang periwayatan, telah mengukuhkan semua itu dalam sebuah kitab yang ditulisnya dengan judul Fathul Baari Syarhu Shahiihil Bukhari.
Kitab Fathul Bari ini merupakan magnum opus beliau dalam bidang hadis yang paling tersohor. Kredibilitas dan kapabilitas beliau dalam mengulas dan menganalisis satu persatu hadis dari kitab Shahiihul Bukhari sangat tuntas, lengkap, dan memukau sehingga tidak menyisakan ruang bagi orang lain untuk memberikan komentarnya.
Pantaslah jika buku ini digelari dengan Laa Hijrata Ba’dal Fath yang artinya tidak perlu menengok ke kitab lain jika telah ada Fathul Bari. Sekarang, alhamdulillah, kitab yang disebutkan itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dan, buku yang berada di tangan pembaca ini adalah hasilnya.
Senarai Jilid Fathul Bari:
Fathul Bari Jilid 1 - Wahyu & Iman
Fathul Bari Jilid 2 - Ilmu
Fathul Bari Jilid 3 - Wudhu
Fathul Bari Jilid 4 - Mandi Haid & Tayamum
Fathul Bari Jilid 5 - Shalat
Fathul Bari Jilid 6 - Waktu Shalat & Azan
Fathul Bari Jilid 7 - Shalat Jemaah
Fathul Bari Jilid 8 - Kitab Azan
Fathul Bari Jilid 9 - Kitab Shalat Jumaat
Fathul Bari Jilid 10 - Shalat Witir, Istisqa, Gerhana, Tilawah & Qashar
Fathul Bari Jilid 11 - Shalat Tahajud, Shalat di Masjidil Haram
Fathul Bari Jilid 12 - Jenazah
Fathul Bari Jilid 13 - Zakat
Fathul Bari Jilid 14 - Haji (Bahagian I)
Fathul Bari Jilid 15 - Haji (Bahagian II)
Fathul Bari Jilid 16 - Umrah
Fathul Bari Jilid 17 - Puasa, Shalat Terawih
Fathul Bari Jilid 18 - Jual Beli
Fathul Bari Jilid 19 - Kitab Salam, Syuf'ah Ijarah, Hawalah; Kaalah,
Utang Piutang, dll.
Fathul Bari Jilid 20 - Kitab Perihal Kedzaliman; Perkongsian;
Penggadaian;pembebasan Budak; Hibah.
Fathul Bari Jilid 21 - Kitab Kesaksian; Perdamaian; Syarat; Wasiat
Fathul Bari Syarah Shahih Al Bukhori [ Jilid 01 ]
Kitab fathulbari Syarah Shahih Al Bukhari telah mendapatkan sambutan paling positif dari semua kalangan umat Islam dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Lebih dari itu, mereka menyebutnya kitab yang paling shahih setelah al-Qur-anul Karim. Sebagai kitab yang diterima oleh semua kalangan, bahkan diunggulkan daripada kitab-kitab hadits lain, tentu syarahnya sangat diperlukan untuk dapat memahami makna-makna yang terkandung di dalamnya secara benar dan mendalam. Dan syarah terbaik kitab Shahiihul Bukhari ini menurut hemat kami, serta yang paling masyhur dan dijadikan rujukan oleh kaum Muslimin di seluruh dunia,
adalah kitab Fathul Baari.
Tidak diragukan lagi bahwa kitab Shahiihul Bukhari merupakan kitab hadits paling otentik di muka bumi ini. Penulisnya, Imam al-Bukhari rahimahulloh , hanya mencantumkan hadits-hadits shahih di dalamnya dengan syarat-syarat periwayatan (transmisi) yang begitu ketat.
Bahkan, untuk memantapkan pilihannya beliau tidak segan-segan untuk shalat Istikharah dua rakaat setiap akan mencantumkan haditsnya di kitabnya itu sebagai bukti keseriusan dan pertanggungjawaban beliau di hadapan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala . Maka sangatlah wajar apabila kitab ini dinobatkan sebagai kitab yang kandungannya paling otentik setelah kitab suci al-Quran. Dan, pantaslah kiranya setiap usaha untuk melemahkan kitab ini selalu terbantahkan.
Ribuan hadits terkandung di dalamnya. Beberapa di antaranya sangat sulit bagi orang awam untuk memahami maknanya, lebih-lebih menyelaminya.
Padahal, dari awal sampai akhir, kitab ini menyuguhkan banyak sekali pelajaran dan faedah yang sangat berguna bagi kehidupan seorang Muslim dan umat manusia secara keseluruhan. Tidak hanya dalam masalah'aqidah dan ibadah, spektrumnya merambah juga ke masalah etika, sosial, politik,
budaya, dan lain sebagainya. Tentunya dalam koridor Sunnah Nabawiyyah
Kitab ini menggabungkan dua karya monumental dalam bidang hadits, berupa matan dan syarahnya. Yang pertama adalah Shahiihul Bukhari, yaitu kitab induknya; dan yang kedua adalah syarahnya, yaitu Fat-hul Baari itu sendiri. Fat-hul Baari tcrgolong kitab paling paripurna dalam syarah hadits sehingga segala hal berkaitan dengan syarah hadits hampir semuanya didapatkan di sini. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika para ulama mengatakan: “Laahijrata ba'dalFathi," yang maknanya: Tidak perlu hijrah (beralih ke kitab lain) selama ada Fathul Baari”. Para ulama setelahnya banyak mengutip perkataan Ibnu Hajar dalam penulisan kitab-kitab mereka dan menjadikannya sebagai rujukan ilmiah.
Kitab Fathul Baari ini mempertemukan dua ulama ulung di bidang hadits nabawi, dan keilmuan keduanya telah diakui oleh semua kalangan umat Islam. Yang pertama adalah Imam al-Bukhari, yang digelari dengan Amirul Mukminin dalam bidang hadits; dan yang kedua adalah Imam Ibnu Hajar al-'Asqalani, yang digelari al-Hafizh. Gelar al-hafizh bagi seorang ahli hadits hanya disematkan kepada yang mampu menghafal 100.000 hadits, baik sanad maupun matannya. Gelar ini diberikan kepada Ibnu Hajar oleh gurunya, al-Hafizh al-'Iraqi, seorang syaikh (ulama besar) yang ahli dalam bidang hadits. Selain itu, Ibnu Hajar -rahimahulloh-
termasuk penulis produktif dan hasil-hasil karyanya pun banyak diminati dan dikagumi oleh kaum Muslimin di seluruh dunia. Di antara karya-karya besar beliau adalah Fathul Baari Syarh Shahiihil Bukhari, Buluughul Maraam min Adillatil Ahkaam, Tahdziibut Tahdziib, al-Ishaabah fii Tamyiizish Shahaabah, dan lain-lain.
Di samping itu, banyak ulama yang menyanjung kepakaran beliau. Al-Hafizh as-Sakhawi -rahimahulloh- berkomentar: "Mengenai pujian ulama terhadap Ibnu Hajar, sudah tidak terhitung lagi banyaknya." Al-'Iraqi -rahimahulloh- memberikan pujian: "Ibnu Hajar adalah seorang syaikh yang 'alim(berilmu luas), sempurna pemahamannya, berakhlak mulia, muhaddits (ahli hadits), banyak memberikan manfaat kepada umat, sosok yang agung, al-Hafizh, sangat bertakwa, dhabith (kuat hafalannya), tsiqah (dapat dijadikan hujjah), amanah (dapat dipercaya), mampu membedakan antara perawi-perawi yang tsiqah (tepercaya) dan yang dha'if, banyak menemui para ahli hadits, dan dapat menguasai banyak cabang ilmu dalam waktu yang relatif pendek."
Kitab syarah atau penjelasan kitab Shahiihul Bukhari ini tergolong kitab syarah yang paling sempurna karena kemampuannya dalam menyajikan
dan menerangkan banyak hal. Mulai dari pembahasan masalah yang ditinjau dari ilmu bahasa: definisi masing-masing istilah secara lughawi
(etimologi) dan syar'i (terminologi), perbandingan redaksi riwayat-riwayat, penjelasan kaidah ushul fiqih, pengungkapan keterangan ilmu hadits: sanad dan matannya, hingga pelajaran penting dan hikmah
hadits nabawi; serta, pembahasan hal-hal yang terkait lainnya. Oleh karena itulah, kitab Fathul Baari ini sering kali dijadikan sebagai bahan rujukan atau sumber referensi oleh para penulis Muslim, khususnya terkait dengan makna-makna hadits yang tertulis dalam kitab Shahiihul Bukhari. Tidak ada yang mampu menandingi kitab syarah ini. Memang, ada kitab syarah Shahiihul Bukhari lain, berjudul Umdatul Qaari' yang ditulis oleh al-Badrul 'Aini; setelah terbitnya kitab ini. Akan tetapi, ketenaran kitab syarah tersebut masih kalah jauh dibandingkan dengan kemasyhuran kitab Fathul Baari.
Inilah edisi terjemah kedalam bahasa Indonesia, yang insya Alloh diterbitkan seperti kitab aslinya, diterjemahkan apa adanya dan tanpa menghilangkan atau mengurangi sebagian teks Arabnya, baik pada sanad atau matan hadits serta syarahnya. Termasuk dalam hal ini penulisan nomor bab pada matan kitab Shahiihul Bukhari, yang sebagiannya dimunculkan oleh penulisnya dan sebagiannya tidak. ditampilkan terjemahan kitab Fathul Baari secara utuh serta lebih bermanfaat
Inilah terjemah dari Kitab Fathulbari, terjemah dari kitab asli cetakan Darussalam, Saudi yang telah ditahqiq oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz -rahimahulloh- dan Pada terbitan buku terjemahan ini, dilengkapi dengan glosarium untuk memudahkan pembaca dalam memahami kata-kata asing yang bertebaran di sela-sela pembahasan bab-babnya.
Kata-kata tersebut, baik berkaitan dengan istilah-istilah kebahasaan, yaitu nahwu dan sharaf; istilah-istilah sastra dalam ilmu balaghah, seperti ma'ani dan lasybib; maupun istilah-istilah lain yang berkaitan
dengan hadits beserta musthalahnya dan fiqih beserta ushulnya, seperti, munqathi', maushul, sanad, mansukh, nasikh, mafhum mukhalafah dan lain-lain.
*Inilah jilid 1 membahas tentang kitab wahyu dan Iman*
Kitab Fathul Baari Jilid 7 – Ibnu Hajar Al Asqalani
Fathul Bari* (Arab: فتح الباري) atau lengkapnya berjudul “/Fath Al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari/” adalah Kitab yang sangat penting kedudukannya pada kalangan ahlussunnah yang dikarang oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Kitab ini sangat masyhur dan telah dijadikan rujukan oleh kaum Muslimin baik dikalangan santri maupun muslim awam, karena merupakan Kitab Penjelasan (Syarh) dari kitab Shahih Bukhari. Penyusun kitab ini membutuhkan waktu hingga 25 tahun untuk menyelesaikannya, ia mulai mengerjakannya sejak tahun 817 H ketika itu ia berumur 44 tahun dan diselesaikannya pada bulan Rajab 842 H. Mukadimah kitab ini berjudul Hadyus Sari, mencakup 10 pasal yang digunakan sebagai landasan untuk memahami isi kitab Fathul bari.
Kitab ini mempertemukan dua ulama terbaik di bidang hadits yang keilmuan keduanya telah diakui kompetensinya dikalangan umat Islam. Yaitu Imam al-Bukhari, yang digelari dengan Amirul Mukminin dalam bidang hadits; dan Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani, yang digelari al-Hafizh. Gelar al-hafizh bagi seorang ahli hadits hanya disematkan kepada yang mampu menghafal 100.000 hadits, baik Sanad maupun matannya. Karya besar dia selain Fathul Bari adalah Bulughul Maram min Adillatil Ahkaam,
Kitab hadits ini dianggap monumental juga karena kitab ini menggabungkan dua karya terbaik dalam bidang hadits. Kitab Asal (Matan) kitab ini, yaitu Shahih Al-Bukhari, telah diterima oleh semua kalangan umat Islam.
Mereka menyebut Shahih Bukhari sebagai kitab yang paling shahih setelah al-Qur-an dan diposisikan teratas daripada kitab-kitab hadits lain. Maka kitab syarhnya sangat diperlukan untuk dapat memahami makna-makna yang terkandung di dalam Sahih Bukhari secara benar dan mendalam. Dan syarah terbaik untuk kitab Shahihul Bukhari, adalah kitab Fathul Bari ini.
Fathul Bari
Fathul Bari: فتح
الباري) atau lengkapnya berjudul "Fath Al-Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari" adalah Kitab yang sangat penting kedudukannya pada kalangan ahlussunnah yang dikarang oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani. Kitab ini sangat masyhur dan telah dijadikan rujukan oleh kaum Muslimin baik dikalangan santri maupun muslim awam, karena merupakan Kitab Penjelasan
(Syarh) dari kitab Shahih Bukhari. Penyusun kitab ini membutuhkan waktu hingga 25 tahun untuk menyelesaikannya, ia mulai mengerjakannya sejak tahun 817 H ketika itu ia berumur 44 tahun dan
diselesaikannya pada bulan Rajab 842 H. Mukadimah kitab ini berjudul Hadyus Sari, mencakup 10 pasal yang digunakan sebagai
landasan untuk memahami isi kitab Fathul bari.
Daftar isi
1 Kedudukannya
o 1.1 Penulisnya adalah dua orang Ulama yang pakar di bidangnya
o 1.2 Menggabungkan dua kitab monumental
o 1.3 Metode penyusunan
2 Lihat Pula
3 Pranala luar
4 Rujukan
Kedudukannya
17 jilid Kitab Fathul Bari beserta 2 jilid kitab mukadimahnya, Hadyus Sari. Cetakan Dar Taybah li Nasyr wat Tawzi'
Mengikuti Kitab Shahih Bukhari, Kitab Fathul Bari ini memiliki kedudukan yang tinggi. Di antara hal-hal yang menyebabkannya adalah sebagai berikut:
Penulisnya adalah dua orang Ulama yang pakar di bidangnya
Kitab ini mempertemukan dua ulama terbaik di bidang hadits yang keilmuan keduanya telah diakui kompetensinya dikalangan umat Islam. Yaitu Imam al-Bukhari, yang digelari dengan Amirul Mukminin dalam bidang hadits;
dan Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani, yang digelari al-Hafizh. Gelar al-hafizh bagi seorang ahli hadits hanya disematkan kepada yang mampu
menghafal 100.000 hadits, baik Sanad maupun matannya. Karya besar dia selain Fathul Bari adalah Bulughul Maram min Adillatil Ahkaam,
Menggabungkan dua kitab monumental
Kitab hadits ini dianggap monumental juga karena kitab ini menggabungkan dua karya terbaik dalam bidang hadits. Kitab Asal (Matan) kitab ini,
yaitu Shahih Al-Bukhari, telah diterima oleh semua kalangan umat Islam.
Mereka menyebut Shahih Bukhari sebagai kitab yang paling shahih setelah al-Qur-an dan diposisikan teratas daripada kitab-kitab hadits lain.
Maka kitab syarhnya sangat diperlukan untuk dapat
memahami makna-makna yang terkandung di dalam Sahih Bukhari secara benar dan mendalam. Dan syarah terbaik untuk kitab Shahihul Bukhari, adalah
kitab Fathul Bari ini.
Metode penyusunan
Fathul Baari merupakan kitab paling paripurna dalam syarah hadits sehingga segala hal berkaitan dengan syarah hadits hampir semuanya didapatkan di sini. Sehingga para ulama memujinya:“Laa hijrata ba’dal Fathi" (Tidak perlu ber-hijrah ke kitab Hadits lain selama ada Fathul Bari"). Pembahasan masalah yang ditinjau dari ilmu bahasa; definisi masing-masing istilah secara lughawi (etimologi) dan syar’i (terminologi), perbandingan redaksi riwayat-riwayat, penjelasan
kaidah ushul fiqih, pengungkapan keterangan ilmu hadits: sanad dan matannya, hingga pelajaran penting dan hikmah hadits.
Mukadimmah Kitab Fathul Bari diberi judul Hadyus Sari yang mencakup 10 pasal.
Tentang Kitab Fathul Baari
Dialah Imam Bukhari,, orang yang sangat berjasa bagi kaum muslimin dalam menjaga khazanah sunnah Rasulullah saw.Salah satu manusia terbaik
yang pernah dilahirkan umat Islam. Usaha kerasnya mengumpulkan hadits-hadits Nabi saw. yang berserak di beberapa negara, kemudian menyeleksinya dengan ketat, telah menyelamatkan sunnah-sunnah Nabi saw.
dari ancaman lenyap ditelan zaman.
Karya besarnya berupa kitab kumpulan hadits shahih berjudul Shahih Al-Jami’ yang kemudian populer dengan judul Shahih Al-Bukhari terus dibaca, diajarkan, dipelajari dan bahkan dihafalkan miliaran Muslim sepanjang zaman. Menjadi panduan setiap Muslim dalam mengarungi bahtera hidup menuju kebahagiaan dunia dan keselamatan akhirat, berdampingan dengan kitab suci Al-Qur’an yang menjadi panduan utama.
Mengingat pentingnya kitab Shahih Al-Bukhari ini bagi umat Islam, beberapa ulama besar berusaha menjelaskan isi yang terkandung di dalamnya dengan lebih rinci. Mereka ingin agar kaum muslimin lebih mudah dan lebih sempurna memahami isi kitab tersebut. Di antara karya-karya
syarah (penjelasan) kitab Shahih Bukhari itu adalah kitab Fathul Baari, karya Ibnu Hajar al-Asqalani. Fathul Baari ini terbilang kitab syarah Shahih al-Bukhari yang paling lengkap dan terprinci. Nama agung Ibnu Hajar al-Asqalani semakin membuat umat yakin atas kitab ini, tak peduli apa mazhabnya, hingga Fathul Baari tergolong salah satu kitab
yang paling menjadi rujukan dalam mempelajari kitab-kitab hadits.
Fathul Baari menyempurnakan kitab Syarah Al-Bukhari dengan menerangkan maksud-maksud, faidah-faidah, kaidah-kaidah yang dipakai oleh
penulisnya, uslub (gaya bahasa) penulisan dan lain sebagainya.
Penjelasan mendalam dari seorang ulama yang ahli di banyak bidang ilmu agama ini amat diperlukan mengingat dalam Shahih al-Bukhari terdapat
hadits-hadits yang nasikh dan mansukh, serta umum dan khusus. Tanpa penjelasan yang tepat, dikhawatirkan umat akan jatuh dalam kesalahan
mengambil kesimpulan sebuah hukum agama.
Ibnu Hajar al-Asqalani adalah seorang ahli hadits, mufti dan hakim agung di Mesir. Ia lahir di Mesir pada 12 Sya’ban 773 H, dan harus menjadi yatim piatu di usia empat tahun. Nama al-Asqalani yang disandangnya merujuk pada daerah Asqalan di Gaza (Palestina), dimana keluarganya berasal. Sejak kanak-kanak ia dikenal sangat jenius. Ia mampu menghafal Al-Qur’an 30 juz di usia lima tahun, dan sudah mengimami shalat tarawih di Mekkah dalam usia 12 tahun karena bagusnya bacaan shalatnya dan
keluasan ilmunya.
Kitab syarah (penjelasan) Shahih Al-Bukhari hasil tulisannya merupakan kitab syarah Shahih Al-Bukhari terbagus dari sekian kitab syarah lainnya. Kitab ini juga merupakan karya terbesar beliau, yang telah menelorkan tidak kurang 150 kitab, baik yang besar maupun yang kecil.
Musthafa bin Abdullah al-Qisthanthini ar-Rumi seorang ulama bermazhab Hanafi yang menulis kitab Kasyfuz Zhunun (wafat tahun 1067 M)
menyebutkan, “Kitab syarah Al-Bukhari yang paling agung adalah kitab Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhar karya Ibnu Hajar. Keistimewaan,
keajaiban, dan kepopuleran kitabnya disebabkan cakupan faidah-faidah dan hukum-hukum fiqhiyyah yang sulit diilustrasikan. Terlebih pembahasan
sisi sanad hadits sangat luas dan mendalam.”
Diriwayatkan, kitab Fathul Baari ini diselesaikan oleh Ibnu Hajar selama 25 tahun. Sejarawan dan sosilog Muslim Ibnu Khaldun pernah mengatakan
bahwa kaum muslimin berutang pada Imam Bukhari yang berhasil menyusun Shahih Al-Bukhari. Tapi menurut Abdul Hayy bin Abdul Kabir al-Kattani,
“Utang itu sudah dibayar oleh Ibnu Hajar dengan karya Fathul Baari-nya.”
Menurut intelektual Muslim Abdul Hakim Murad, “Ada sekitar 70 kitab syarah terhadap Shahih Al-Bukhari yang telah ditulis oleh para ulama,
namun yang paling dikenal luas dan paling diakui kualitasnya adalah Fathul Baari karya Ibnu Hajar al-Asqalani.”
Bagi kaum muslimin di Indonesia yang tertarik membaca kitab Fathul Baari, kini sudah terbit edisi terjemahan bahasa Indonesia oleh dua penerbit. Penerbit Pustaka Azzam sudah sejak dua tahun lalu
menyelesaikan seluruh terjemahan dan pencetakannya yang seluruhnya terdiri 36 jilid. Dan sejak setahun lalu, penerbit Pustaka Imam Syafi’i
juga mulai menerbitkan kitab yang sama secara bertahap. Saat ini sudah mencapai jilid ke-10, tapi belum diketahui nanti sampai berapa jilid
totalnya.*
BUKU FATHUL BAARI LENGKAP 1 SET JILID 1-36
(PENJELASAN KITAB SHAHIH AL-BUKHARI)
Segala puji bagi Allah yang telah melapangkan hati kaum muslimin dengan hidayah-Nya, dan menutup hati orang-orang yang membangkang sehingga
tidak menyadari adanya hikmah. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, karena Dia Tuhan Yang
Esa dan Berkuasa, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasulullah, yang tidak ada seorang pun yang menandingi kemuliaannya, dirinya telah dimuliakan dan disucikan sejak hari kelahirannya serta
dilapangkan hatinya. Semoga berkah Allah selalu untuknya, keluarga dan para sahabatnya sampai hari kiamat kelak.
Saatnya bagi saya untuk mulai mewujudkan apa yang telah menjadi niat saya, ketika menulis keterangan (syarah) kitab Al Jami’ Ash-Shahih,
sebagaimana telah saya tulis pada mukaddimah kitab Hadyu As-Sari bi Fathil Bari. Sebelumnya saya bermaksud untuk membedah hadits terlebih
dahulu sebelum memberikan keterangan, akan tetapi saya melihat kalau ini dilakukan akan memerlukan waktu yang lebih panjang, maka dari itu saya
mengambil jalan tengah. Semoga apa yang saya lakukan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, karena Allah tidak membebankan kepada
makhluk-Nya kecuali apa yang mampu dilakukannya. Mungkin dalam tulisan ini terjadi pengulangan apa yang telah saya tulis dalam kitab Hadyu As-Sari bi Fathil Bari. Hal itu disebabkan jauhnya masa penulisan atau sebab-sebab lainnya, akan tetapi saya berusaha untuk melakukan perubahan apa yang ada dalam kitab tersebut. Maka saya namakan kitab ini FATHUL BARI BI SYARHIL BUKHARI.
Saya memulai tulisan ini dengan menyebutkan sanad yang saya miliki kepada asalnya, baik dengan mendengar atau ijazah, karena saya mendengar
sebagian ulama mengatakan, “Sanad adalah dasar dari sebuah kitab,” maka dari itu saya akan menyebutkan sanad-sanadnya, dan saya katakan, “Telah sampai kepada kami riwayat Bukhari dari Imam Bukhari melalui jalur Thariq Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf bin Mathar bin Shalih bin Bisyr Al Firabri yang meninggal pada tahun 320 H.” Beliau mendengarkan riwayat ini dua kali. Pertama, di Farbar pada tahun 248 H, dan kedua, di Bukhara
pada tahun 252 H.
Jalur yang lain adalah dari Ibrahim bin Ma’qil bin Hajjaj An-Nasafi, seorang penghafal hadits yang memiliki beberapa karangan, dan wafat pada
tahun 294 H. Ia termasuk orang yang mengumpulkan catatan (hadits) yang diriwayatkan dari Bukhari dengan cara ijazah. Begitu juga dari jalur
Hammad bin Syakir An-Nasawi, yang diperkirakan meninggal sekitar tahun 290-an.
Kemudian jalur dari Abu Thalhah Manshur bin Muhammad bin Ali bin Qorinah Al Bazdawi, wafat pada tahun 329 H. Beliau adalah orang yang terakhir
menulis riwayat Bukhari dalam kitab shahihnya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Makula dan lainnya. Setelah beliau meninggal masih ada yang
mendengarkan riwayat dari Bukhari, yaitu Al Qadhi Al Husain bin Ismail Al Muhamili di Baghdad, akan tetapi beliau tidak memiliki kitab shahih, dan beliau mendengar dari Imam Bukhari di Baghdad pada akhir kunjungannya, sehingga sangat salah orang yang mengambil riwayat shahih dari Al Muhamili.
Adapun riwayat Al Firabri, sampai kepada kami dari berbagai jalur di antaranya, Al Hafizh Abu Ali Sa’id bin Utsman bin Sa’id bin As-Sakan, Hafizh Abu Ishaq Ibrahim bin Ahmad Al Mustamli, Abu Nashr Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Al Akhsikati, Al Faqih Abu Zaid Muhammad bin Ahmad Al Maruzi, Abu Ali Muhammad bin Umar bin Sibawaih, Abu Ahmad Muhammad bin Muhammad Al Jurjani, Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad As-Sarkhasi, Abu Al Haitsam Muhammad bin Makki Al Kasymihani, dan Abu Ali Ismail bin Muhammad bin Ahmad bin Hajib Al Kasyani. Beliau adalah orang terakhir
yang meriwayatkan hadits Bukhari dari riwayat Al Firabri.
Adapun riwayat Ibnu As-Sakan diriwayatkan oleh Abdullah bin Muhammad bin Asad Al Juhani.
Riwayat Mustamli diriwayatkan oleh Al Hafizh Abu Dzarr Abdullah bin Ahmad Al Harawi dan Abdurrahman bin Abdullah Al Hamdani.
Riwayat Al Akhsikati diriwayatkan oleh Ismail bin Ishaq bin Ismail Ash- Shafar Az-Zahid.
Riwayat Abu Zaid diriwayatkan oleh Al Hafizh Abu Nu’aim Al Ashbahani, Al Hafiz Abu Muhammad Abdullah bin Ibrahim Al Ushaili dan Imam Abu Hasan Ali bin Muhammad Al Qabisi.
Riwayat Abu Ali Sibawaih diriwayatkan oleh Sa’id bin Ahmad bin Muhammad Ash-Shairafi Al ‘Iyar dan Abdurrahman bin Abdullah Al Hamdani.
Riwayat As-Sarkhasi diriwayatkan oleh Abu Dzarr dan Abu Hasan Abdurrahman bin Muhammad bin Muzhaffar Ad-Dawudi.
Riwayat Kasymihani diriwayatkan oleh Abu Dzarr dan Abu Sahal Muhammad bin Ahmad Al Hafshi dan Karimah binti Ahmad Al Marwaziyah.
Riwayat Al Kasyani diriwatkan oleh Abu Abbas Ja’far bin Muhammad Al Mustaghfiri.
Sedangkan riwayat Al Juhani dari Ibnu As-Sakan, ia berkata, “Telah diceritakan kepada kami oleh Abu Ali Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Abdul Aziz dengan cara musyafahah (secara lisan) dari Yahya bin Muhammad bin Sa’ad dan yang lainnya, dari Ja’far bin Ali Al Hamdani, dari Abdullah bin Abdurrahman Ad-Dibaji dari Abdullah bin Muhammad bin Muhammad bin Ali Al Bahili, ia berkata, “Telah bercerita kepada kami Al Hafizh Abu Ali Al Hasan bin Muhammad Al Jayyani dalam kitabnya Taqyid Al Muhmal, ia berkata, “Telah menyampaikan kepada saya Al Qadhi Abu Umar
Ahmad bin Muhammad bin Yahya bin Al Hidza` tentang Shahih Bukhari dengan qira`ah (bacaan)ku kepadanya, dan Abu Umar Yusuf bin Abdullah bin
Muhammad bin Al Hafizh Abdul Bari dengan cara ijazah. Keduanya berkata,
“Telah bercerita kepada kami Abu Muhammad Al Juhani, beliau seorang yang tsiqah (terpercaya) dan dhabit (kuat) sanadnya.”
Riwayat Abu Dzarr dari ketiga gurunya, ia berkata, “Telah dibacakan kepada Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Muhammad bin Sulaiman Al
Makki dengan riwayat ini. Aku mendengar dan mendapat ijazah apa yang hilang darinya, ia berkata, “Telah me-ngabarkan kepada kami Imam Al
Maqam Abu Ahmad Ibrahim bin Muhammad bin Abu Bakar Ath-Thabari, telah mengabarkan kepada kami Abu Qasim Abdurrahman bin Abu Harami Al Makki dengan cara sama’ (mendengar) seluruh riwayat darinya, kecuali bab “Wa ila Madyana Akhahum Syu’aiba” (Saudara-saudara nabi Syu’aib pergi ke Madyan) sampai bab “Mab’ats An-Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam”
(Diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam), karena bab tersebut diriwayatkan dengan cara ijazah, telah mengabarkan kepada kami
Abu Hasan Ali bin Humaid bin ‘Ammar Ath-Tharabulusi, dan telah mengabarkan kepada kami Abu Maktum Isa bin Al Hafizh Abu Dzarr Abdullah
bin Ahmad Al Harawi, dan telah mengabarkan kepada kami bapakku.”
Adapun riwayat Abdurrahman Al Hamdani dari gurunya, ia berkata, “Telah mengabarkan kepada kami (apa yang diriwayatkan Abdurrahman Al Hamdani)
Abu Hayyan Muhammad bin Hayyan bin Allamah Abu Hayyan secara musyafahah (lisan) dari kakeknya (Abu Hayyan), dari Abu Ali bin Abu Al Ahwash, dari Abu Al Qasim bin Baqi (Ibnu Taqi) dari Syuraih bin Ali (Syuraih bin Muhammad bin Ali) bin Ahmad bin Sa’id dari Abdurrahman.”
Riwayat Ismail dengan sanad yang sama sampai kepada Abu Hayyan, “Telah mengabarkan kepada kami Abu Ja’far Ahmad bin Yusuf Ath-Thahali dan Yusuf bin Ibrahim bin Abu Raihanah Al Malaqi dengan cara ijazah dari keduanya, dari Al Qadhi Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al Anshari bin Al Haitsam, telah mengabarkan kepada kami Al Qadhi Abu Sulaiman Daud bin Hasan Al Khalidi darinya.”
Sedangkan riwayat Abu Nu’aim dari gurunya, ia berkata, “Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Muhammad bin Muhammad Ad-Dimasyqi secara
musyafahah dari Salman (Sulaiman) Ibnu Hamzah bin Abu Umar dari Muhammad bin Abdul Hadi Al Maqdisi, dari Al Hafizh Abu Musa Muhammad bin Abu Bakar Ad-Dumali (Al Madani), telah mengabarkan kepada kami Abu Ali Al
Hasan bin Ahmad bin Al Hasan Al Haddad, telah mengabarkan kepada kami Abu Nu’aim.”
Riwayat Al Ushaili dan Al Qabisi dengan sanad terdahulu sampai kepada Abu Ali Al Jayyani, “Telah mengabarkan kepada kami Abu Syakir Abdul
Wahid bin Muhammad bin Wahab dan lainnya dari Al Ashili dan Hatim bin Muhammad Ath-Tharabulusi dari Al Qabisi dengan sanad yang terdahulu pula kepada Ja’far bin Ali. Ia menulis kepada Al Hafizh Abu Qasim khalaf bin Basykawal, telah mengabarkan kepada kami Abdurrahman bin Muhammad bin Ghayyats dari Hatim.”
Riwayat Sa’id Al ‘Iyyar, ia berkata, “Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ali bin Muhammad Ad-Dimasyqi secara musyafahah dari
Muhammad bin Yusuf bin Al Hattan dari ‘Allamah Taqiyuddin Utsman bin Abdurrahman Asy-Syahruzuri, Manshur bin Abdul Mun’im bin Abdullah bin Muhammad bin Fadhl dan Sa’id.”
Riwayat Ad-Dawudi, adalah riwayat terbaik bagi kami dari segi jumlah,
“Telah dikabarkan kepada kami riwayat Ad-Dawudi dari berbagai riwayat diantaranya; Abdurrahim bin Abdul Karim bin Abdul Wahab Al Hamawi, Abu
Ali Muhammad bin Muhammad bin Ali Al Jiyazi, Abu Ishaq Ibrahim bin Ahmad bin Ali bin Abdul Wahab bin Abdul Mukmin At-Ta’ali, dan Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Muhammad Al Jauzi.”
Muhammad Abdurrahim dan Abu Ali berkata, “Telah mengabarkan kepada kami Abu Abbas Ahmad bin Abu Thalib bin Abu An-Ni’am Ni’mah bin Hasan bin Ali bin Bayan Ash-Shalihi dan Wazirah binti Muhammad bin Umar bin As’ad bin
Al Manja At-Tanwakhiah.”
Abu Ishaq berkata, “Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Abu Thalib bin Ni’mah.”
Ali berkata, “Dia telah membaca kepada Wazirah dan aku mendengarnya.
Telah menulis kepadaku Sulaiman bin Hamzah bin Abu Umar, Isa bin Abdurrahman bin Ma’ali dan Abu Bakar bin Ahmad bin Abd. Da`im. Mereka
berlima berkata, “Telah mengabarkan kepada kami Abu Abdullah Al Husain bin Mubarak bin Muhammad bin Yahya Az-Zubaidi dengan cara mendengar (sama’).”
Mereka berkata, “Selain Wazirah, telah menulis kepada kami Abu Hasan Muhammad bin Ahmad bin Umar Al Qathi’i dan Abu Hasan Ali bin Abu Bakar
Ruzabeh Al Qalanisi, Sulaiman, Muhammad bin Zuhair Sya’ranah, Tsabit bin Muhammad Al Khajnadi.” Muhammad bin Abdul Wahid Al Madini menambahkan,
“Telah mengabarkan kepada kami Abu Al Waqt Abdul Awwal bin Isa bin Syu’aib Al Harawi darinya.”
Riwayat Al Hafshi dengan isnad terdahulu sampai kepada Manshur, “Telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar Wajih bin Thahir, Abdul Wahab bin Syah
Asy-Syadzayakhi dengan cara sama’ (mendengar), dan kakek Abu Muhammad bin Al Fadhl Ash-Sha’idi dengan cara ijazah. Mereka berkata, “Al Hafshi telah mengabarkan kepadaku.”
Riwayat Karimah, ia berkata, “Telah mengabarkan kepada kami dengan riwayat Karimah, Al Hafizh Abu Al Fadhl Abdurrahim bin Husain Al ‘Iraqi
dengan cara sama’ sebagian riwayat dan ijazah sebagian yang lain, dan Abu Ali Abdurrahim bin Abdullah Al Anshari, Al Mu’in Ahmad bin Ali bin
Yusuf Ad-Dimasyqi, Ismail bin Muhammad Al Qawy bin ‘Izzun dan Utsman bin Abdurrahman bin Tasyiq dengan cara sama’ selain beberapa bab,
diantaranya bab “Musafir idza Jadda bi As-Sairu” sampai akhir pembahasan haji, dari bab “Ma yajuzu min Asy-Syuruth fi Al Makatib” sampai dengan
bab “Asy-Syuruth fi Al Kitabah”, dari bab “Ghazwu Al Mar`ah fi Al Bahr”
dalam pembahasan ‘Jihad’ sampai dengan bab “Du’a An-Nabi saw Ila Al Islam” dengan cara ijazah dari mereka, dan dari Al Hafizh Rasyiduddin
Abu Husain Yahya bin Ali Al Aththar dengan seluruh riwayatnya, mereka berkata, “Telah mengabarkan kepadaku Abu Qasim Hibatullah bin Ali bin Mas’ud Al Bushiri, telah mengabarkan kepada kami Abu Abdullah Muhammad bin Barakat An-Nahwi As-Sa’di darinya.”
Riwayat Mustaghfiri dengan memakai isnad terdahulu sampai kepada Abu Musa, “Telah mengabarkan kepadaku bapakku, dan Hasan bin Ahmad darinya.”
Riwayat Ibrahim bin Ma’qil, dengan mengunakan isnad sampai kepada Abu Ali Al Jayyani, “Telah mengabarkan kepada kami Hakam bin Muhammad bin Abu Fadhl Isa bin Abu Imran Al Harawi dengan cara sama’ sebagian riwayat dan ijazah sisanya, Abu Shalih Khalaf bin Muhammad bin Ismail Al Bukhari
darinya.”
Riwayat Hammad bin Syakir, ia berkata, “Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Abu Bakar bin Abdul Hamid dalam kitabnya dari Abu Rabi’ bin
Abu Thahir bin Qudamah dari Hasan bin Sayyid ‘Alawi, dari Abu Fadhl bin Nashir Al Hafizh dari Ahmad bin Muhammad bin Rumaih An-Nasawi darinya.
Riwayat Abu Thalhah Al Bazdawi dengan sanad sampai kepada Al Mustaghfiri, “Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Abdul Aziz darinya.”
Telah selesai apa yang saya tulis dari wasilah yang saya maksudkan.
Sebagian riwayat yang paling kuat menurut saya adalah riwayat Abu Dzarr dari ketiga gurunya, karena ia adalah perawi yang dhabith dan membedakan riwayat yang berbeda sesuai dengan konteks masing-masing. Hanya kepada Allah aku memohon taufik, agar aku selalu berjalan pada jalan yang benar.
Di antara keistimewaan kitab Fat-hul Baari adalah sebagai berikut:
1. Matan kitab ini, yaitu Shahiihul Bukhari, telah diterima oleh semua kalangan umat Islam
Kitab ini mendapatkan sambutan paling positif dari semua kalangan umat Islam, terutama yang bermadzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Lebih dari
itu, mereka menyebutnya kitab yang paling shahih setelah al-Qur-anul .
Sebagai kitab yang diterima oleh semua kalangan, bahkan diunggulkan daripada kitab-kitab hadits lain, tentu syarahnya sangat diperlukan untuk dapat memahami makna-makna yang terkandung di dalamnya secara benar dan mendalam. Dan syarah terbaik kitab Shahiihul Bukhari ini menurut hemat kami, serta yang paling masyhur dan dijadikan rujukan oleh kaum Muslimin di seluruh dunia, adalah kitab Fat-hul Baari. Di samping itu, sudah menjadi komitmen kami, Pustaka Imam asy-Syafi’i, sebagai penerbit penebar sunnah untuk menerbitkan kitab-kitab sunnah, lebih-lebih kitab Fat-hul Baari yang merupakan kitab rujukan utama umat Islam dalam bidang hadits karena isinya yang sangat berbobot dan banyak memberikan manfaat bagi mereka.
2. Fat-hul Baari adalah kitab hadits monumental
Dikatakan demikian karena kitab ini menggabungkan dua karya monumental dalam bidang hadits, berupa matan dan syarahnya. Yang pertama adalah
Shahiihul Bukhari, yaitu kitab induknya; dan yang kedua adalah syarahnya, yaitu Fat-hul Baari itu sendiri. Fat-hul Baari tergolong kitab paling paripurna dalam syarah hadits sehingga segala hal berkaitan dengan syarah hadits hampir semuanya didapatkan di sini. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika para ulama mengatakan: “Laa hijrata ba’dal Fathi,” yang maknanya: Tidak perlu hijrah (beralih ke kitab lain) selama ada Fat-hul Baari. Para ulama setelahnya banyak mengutip perkataan Ibnu Hajar dalam penulisan kitab-kitab mereka dan menjadikannya sebagai rujukan ilmiah.
3. Penulisnya ulama yang ulung di bidangnya
Kitab Fat-hul Baari ini mempertemukan dua ulama ulung di bidang hadits nabawi, dan keilmuan keduanya telah diakui oleh semua kalangan umat
Islam. Yang pertama adalah Imam al-Bukhari, yang digelari dengan Amirul Mukminin dalam bidang hadits; dan yang kedua adalah Imam Ibnu Hajar
al-‘Asqalani, yang digelari al-Hafizh. Gelar al-hafizh bagi seorang ahli hadits hanya disematkan kepada yang mampu menghafal 100.000 hadits, baik
sanad maupun matannya. Gelar ini diberikan kepada Ibnu Hajar oleh gurunya, al-Hafizh al-‘Iraqi, seorang syaikh (ulama besar) yang ahli dalam bidang hadits.
Selain itu, Ibnu Hajar termasuk penulis produktif dan hasil-hasil karyanya pun banyak diminati dan dikagumi oleh kaum Muslimin di seluruh
dunia. Di antara karya-karya besar beliau adalah Fat-hul Baari: Syarh Shahiihil Bukhari, Buluughul Maraam min Adillatil Ahkaam, Tahdziibut
Tahdziib, al-Ishaabah fii Tamyiizish Shahaabah, dan lain-lain.
Di samping itu, banyak ulama yang menyanjung kepakaran beliau. Al-Hafizh as-Sakhawi berkomentar: “Mengenai pujian ulama terhadap Ibnu Hajar, sudah tidak terhitung lagi banyaknya.” Al-‘Iraqi memberikan pujian:
“Ibnu Hajar adalah seorang syaikh yang ‘alim (berilmu luas), sempurna pemahamannya, berakhlak mulia, muhaddits (ahli hadits), banyak memberikan manfaat kepada umat, sosok yang agung, al-Hafizh, sangat bertakwa, dhabith (kuat hafalannya), tsiqah (dapat dijadikan hujjah), amanah (dapat dipercaya), mampu membedakan antara perawi-perawi yang
tsiqah (tepercaya) dan yang dha‘if (lemah), banyak menemui para ahli hadits, dan dapat menguasai banyak cabang ilmu dalam waktu yang relatif
pendek.”
4. Fat-hul Baari Adalah kitab syarah hadits yang paling lengkap dan sempurna
Kitab syarah atau penjelasan kitab Shahiihul Bukhari ini tergolong kitab syarah yang paling sempurna karena kemampuannya dalam menyajikan dan
menerangkan banyak hal. Mulai dari pembahasan masalah yang ditinjau dari ilmu bahasa: definisi masing-masing istilah secara lughawi (etimologi)
dan syar’i (terminologi), perbandingan redaksi riwayat-riwayat, penjelasan kaidah ushul fiqih, pengungkapan keterangan ilmu hadits:
sanad dan matannya, hingga pelajaran penting dan hikmah hadits nabawi; serta, pembahasan hal-hal yang terkait lainnya. Oleh karena itulah,
kitab Fat-hul Baari ini sering kali dijadikan sebagai bahan rujukan atau sumber referensi oleh para penulis Muslim, khususnya terkait dengan
makna-makna hadits yang tertulis dalam kitab Shahiihul Bukhari. Tidak ada yang mampu menandingi kitab syarah ini. Memang, ada kitab syarah Shahiihul Bukhari lain berjudul Umdatul Qaari’ yang ditulis oleh al-Badrul ‘Aini; setelah terbitnya kitab ini. Akan tetapi, ketenaran kitab syarah tersebut masih kalah jauh dibandingkan dengan kemasyhuran kitab Fat-hul Baari.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, kami merasa terpanggil untuk menerbitkan dan menyuguhkan kitab syarah ini ke hadapan umat Islam di Indonesia, tidak lain agar manfaatnya dapat dipetik sebanyak-banyaknya oleh mereka. Maka terbitlah terjemahannya seperti yang pembaca lihat sekarang, dengan judul Fathul Bari: Syarah Shahih al-Bukhari.
B. SPESIFIKASI TERBITAN BUKU TERJEMAHAN
1. Terbit secara utuh
Penting untuk diketahui bahwa buku Fathul Bari ini kami terbitkan seperti kitab aslinya, diterjemahkan apa adanya dan tanpa menghilangkan atau mengurangi sebagian teks Arabnya, baik pada sanad atau matan hadits serta syarahnya. Termasuk dalam hal ini penulisan nomor bab pada matan kitab Shahiihul Bukhari, yang sebagiannya dimunculkan oleh penulisnya dan sebagiannya tidak. Kami sengaja ingin menampilkan terjemahan kitab Fat-hul Baari secara utuh serta kami pun mempersilakan pembaca untuk memilih sendiri sisi mana yang lebih bermanfaat dan mana yang lebih mereka butuhkan dari pembahasan-pembahasan dalam buku ini. Karena sesungguhnya semua sisi kebaikan, insya Allah, ada pada buku ini.
2. Penyertaan glosarium hadits dan nahwu-sharaf
Pada terbitan buku terjemahan ini, kami menyertakan glosarium untuk memudahkan pembaca dalam memahami kata-kata asing yang bertebaran di sela-sela pembahasan bab-babnya. Kata-kata tersebut, baik berkaitan dengan istilah-istilah kebahasaan, yaitu nahwu dan sharaf;
istilah-istilah sastra dalam ilmu balaghah, seperti ma’ani dan tasybih; maupun istilah-istilah lain yang berkaitan dengan hadits beserta musthalahnya dan fiqih beserta ushulnya, seperti, munqathi’, maushul, sanad, mansukh, nasikh, mafhum mukhalafah dan lain-lain.
3. Pertimbangan jilid berdasarkan tema kitab
Demi memudahkan pembaca yang hendak mengoleksi buku ini, tanpa khawatir akan terpotongnya suatu pembahasan, kami pun menerbitkan terjemahannya secara berseri dan berjilid berdasarkan tema besar yang disebut Kitab;
misalnya jilid 1 Kitab Wahyu dan Iman, jilid 2 Kitab Thaharah, Kitab Mandi, dan lain-lain.
Akhir kata, kami merasa amat bersyukur bisa menerbitkan terjemahan kitab Fat-hul Baari ini. Kami juga ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang memberikan kontribusi dalam proses terbitnya buku ini.
Semoga Allah membalas amal-amal baik mereka semua, dan juga kita. Tidak lupa pula, kami meminta maaf jika di antara pembaca ada yang menemukan kekeliruan yang tidak sengaja kami lakukan terkait dengan terjemahan dan penerbitannya. Khusus dalam hal yang terakhir, perlu diketahui bahwa kami selalu membuka diri untuk menerima saran dan kritik demi mewujudkan cetakan berikutnya yang lebih baik.
Komentar
Posting Komentar