Tata cara Puasa bulan Ramadhan
Adab Dan Tata Cara Puasa
Puasa Ramadhan adalah merupakan salah satu kewajiban kita sebagai umat Muslim yang telah di atur dalam Al-Qur'an kitab suci dan pedoman hidup seluruh muslimin di dunia ini sampai dengan akhir jaman selain Al-Sunnah (Hadist Rasulullah SAW). Ibadah puasa merupakan ibadah yang sangat mulia. Suatu ibadah yang memiliki kedudukan dan keutamaan tersendiri di sisi Allah subhaanahu wa ta’aalaa. Allah subhaanahu wa ta’alaa telah menyiapkan pahala yang besar bagi orang-orang yang menjalankannya dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Untuk itulah kita juga perlu mengetahui akan adab-adab berpuasa itu sendiri.
Bagi orang yang berpuasa terdapat beberapa adab yang selayaknya dan juga semestinya dijalankan, agar tercapai keselarasan dengan perintah syari’at puasa dan terealisasi maksud pelaksanaan ibadah tersebut termasuk ibadah puasa di bulan Ramadhan ini yang tinggal menghitung hari saja. Di samping sebagai latihan bagi jiwa dan pembersihannya dalam makna hikmah puasa itu sendiri.
Bagi orang yang berpuasa terdapat beberapa adab yang selayaknya dan juga semestinya dijalankan, agar tercapai keselarasan dengan perintah syari’at puasa dan terealisasi maksud pelaksanaan ibadah tersebut termasuk ibadah puasa di bulan Ramadhan ini yang tinggal menghitung hari saja. Di samping sebagai latihan bagi jiwa dan pembersihannya dalam makna hikmah puasa itu sendiri.
Maka sudah seharusnya seorang yang menjalankan ibadah puasa untuk berupaya serius dalam merealisasikan adab puasa secara sempurna, senantiasa menjaganya dengan baik, karena kesempurnaan ibadah puasanya sangat tergantung dengannya, dan kebahagiaannya setelah selesai menunaikan ibadah puasa Ramadhan selama 1 bulan penuh itu sangat terkait dengannya. Hal ini juga penting diketahui ketika para orang tua sedang dalam tahap untuk melatih mengajarkan anak puasa juga.
Dalil mengenai puasa ini juga disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang artinya sebagai berikut :""Islam dibangun di atas lima hal: bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan haji ke Baitullah." (Muttafaqun ‘alaih dari Ibnu ‘Umar).
Berikut beberapa hal yang berhubungan dengan adab puasa Ramadhan dan juga adab puasa-puasa sunnah lainnya yaitu :
1. Berpuasa Dengan Penuh Keimanan.
Menjalankan kewajiban dan sunnah-sunnah puasa dengan baik dan niat ikhlas karena Allah Ta'ala. Bahwasanya wajib bagi seorang muslim untuk berpuasa dengan penuh keimanan dan mengharap pahala kepada Allah semata, bukan karena riya`, sum’ah, taqlid kepada manusia, mengikuti keluarganya atau kebiasaan rutinitas dalam masyarakatnya. Akan tetapi mengetahui dan memahami bahwasannya wajib baginya bahwa yang membawanya berpuasa adalah
keimanannya bahwasanya Allah telah mewajibkan puasa tersebut kepadanya dan mengharap pahala di sisi-Nya dalam melaksanakan kewajiban dan sunnah puasa tersebut.
2. Menyambut Ramadhan Dengan Kegembiraan.
Menyambut bulan Ramadhan dengan bangga, gembira, dan bahagia. Karena bulan Ramadhan termasuk karunia Allah dan rahmat-Nya kepada umat manusia. Bentuk ketaatan dalam menjalankan ibadah puasa khususnya dalam ramadhan ini adalah dengan cara memuji Allah yang telah menyampaikannya kepada bulan Ramadhan, Meminta pertolongan kepada Allah agar Dia membantunya dalam pelaksanaan ibadah puasa, dan mempersembahkan amal-amal shalih dalam bulan Ramadhan.
3. Mengerjakan Perintah Dan Menjauhi LaranganNya.
Termasuk adab terpenting dalam berpuasa adalah membiasakan diri kita bertakwa kepada Allah dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, sesuai dengan firman Allah yang berkenaan dengan kewajiban menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan (yang artinya):
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian
bertakwa." (QS. Al-Baqarah:183).
4. Memperbanyak Shodaqoh Dan Amalan Kebaikan Lainnya.
Memperbanyak sedekah di bulan Ramadhan, dan juga memperbanyak amal kebaikan lainnya, berbuat baik kepada orang lain, terutama di bulan Ramadhan. Sungguh Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, beliau
menjadi lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan tatkala Jibril menjumpainya untuk bertadarrus Al-Qur`an.
5. Menjauhi Segala Hal Yang Bisa Merusak Pahala Ibadah Puasa.
Menjauhi apa yang diharamkan Allah berupa kebohongan, mencela, mencaci, menipu, khianat, melihat sesuatu yang haram seperti melihat lawan jenisnya yang bukan mahramnya. Menjaga lisan dan lidahnya dari berkata bohong dan dusta, mencela, berghibah dan perbuatan yang merusak amalan
puasa kita lainnya.
6. Mengakhirkan Makan Sahur.
Disunnahkan untuk mengakhirkan pelaksanaan makan sahur, yakni hingga waktu sangat dekat dengan waktu fajarshubuh. Hal ini berdasarkan dalil dan juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : "Sesungguhnya kami segenap para nabi, kami diperintahkan untuk menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur, serta agar kami meletakkan tangan kanan kami di atas tangan kiri kami ketika shalat. (HR. Ibnu Hibban ).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah menjadikan makan sahur sebagai pembeda antara puasanya kaum muslimin dengan puasanya ahlul kitab.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : "Pembeda antara puasa
kita "kaum muslimin" dengan puasanya ahlul kitab adalah makan sahur."
(HR. Muslim).
7. Menyegerakan Berbuka Puasa.
Menyegerakan buka puasa ketika telah jelas benar tenggelamnya matahari, berdasarkan sabda Nabi (yang artinya): "Senantiasa manusia berada dalam kebaikan selagi mereka menyegerakan berbuka puasa." (Muttafaqun ‘alaih dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idiy). Sunnah berbuka puasa dengan ruthab (kurma yang sudah matang), jika tidak didapatkan boleh dengan tamr (kurma yang belum sampai ruthab), jika itupun tidak diperoleh maka dengan air.
Demikianlah beberapa adab sunnah puasa yang berkaitan khususnya dengan puasa Ramadhan. Semoga kita diberi kemudahan oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa untuk memahami dan mengamalkannya, sehingga predikat takwa bisa kita raih dengan sempurna aamiin.
*******************************
Tata Cara Puasa
Adik-adik, kakak akan sampaikan inti pembahasan kita, yaitu tata cara berpuasa. Perhatikan ya!
Kita mulai dengan membahas niat.
1. NIAT UNTUK PUASA
Sebelum melaksanakan puasa, kita wajib berniat terlebih dahulu. Puasa
kita niatkan sebelum terbit fajar, berdasarkan hadits Rosulullah
shollallahu ‘alaihi wa sallam
((مَنْ لَمْ يُجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ))
“Barangsiapa yang tidak niat untuk melakukan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya”
Khusus untuk puasa yang sunnah, kita boleh berniat puasa setelah fajar terbit apabila sebelumnya kita belum makan. Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang ke ‘Aisyah pada selain bulan Romadhon, kemudian beliau bersabda:
((هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاَءٌ ؟ وَ إِلاَّ فَإِنِّي صَائِمٌ ))
“Apakah engkau punya santapan siang? Maka jika tidak ada aku akan
berpuasa” (HR. Muslim).
2. WAKTU PUASA
Puasa dimulai dari terbitnya fajar hingga hilangnya siang dengan
datangnya malam, dengan kata lain hilangnya bundaran matahari di ufuk.
Dalilnya adalah:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ
أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam (Al-Baqarah: 187)
3. SAHUR
Adik-adik, hendaknya sebelum melaksanakan ibadah puasa, kita makan sahur terlebih dahulu. Kita disunahkan untuk mengakhirkan makan sahur sesaat menjelang tibanya waktu subuh. Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik berikut:
“Kami makan sahur bersama Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau shalat” Aku tanyakan (kata Anas), “Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?” Zaid menjawab, “Kira-kira 50 ayat membaca Al-Qur’an” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Makan sahur yang diperintahkan oleh Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam memiliki beberapa hikmah, antara lain:
1. Membedakan puasa kita dengan puasanya Ahul Kitab (orang Yahudi dan Nashoro):
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ، أكْلَةُ السَّحَرِ))
“Pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan
sahur” (HR. Muslim)
2. Makan Sahur adalah Barokah
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(( تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِي السُّحُوْرِ بَرَكَةً ))
“Makan sahurlah kalian karena dalam sahur ada barakah” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
Dengan makan sahur, berarti kita telah mengikuti sunnahnya Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, sahur juga akan menguatkan badan, menambah semangat, serta membuat puasa menjadi lebih ringan.
Adik-adikku sayang, sebagian kaum muslimin memiliki kebiasaan yang jelek ketika sahur. Mereka biasanya melakukan sahur dalam waktu yang lama sebelum subuh tiba, kemudian tidur lagi sampai subuh berlalu. Ini
mengakibatkan mereka jatuh kepada beberapa kesalahan:
1. Berpuasa sebelum waktunya
2. Meninggalkan shalat jamaah
3. Terkadang karena tidurnya terlalu nyenyak, mereka bangun kesiangan
dan kehilangan sholat sama sekali
Oleh karena itu hendaknya waktu sahur kita akhirkan dan sebaiknya
setelah sahur, kita jangan tidur lagi. Persiapkanlah diri kita untuk
shalat subuh yang akan segera tiba.
4. PERKARA YANG MEMBATALKAN PUASA
Adik-adik, barokallahu fiikum. Kalian harus mengetahui perkara-perkara yang bisa membatalkan puasa. Di antara perkara-perkara tersebut kita adalah:
1. Makan dan Minum
Apabila kita makan atau minum di siang hari sewaktu puasa, maka puasa kita batal. Kecuali jika kita lupa sedang puasa, maka makan dan minum itu tidaklah membatalkan puasa kita. Kita bisa melanjutkan puasa kita secara sempurna.
Dalilnya adalah hadits Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam,
(( مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمّ، فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ، فَلْيَتِمْ صَوْمَهُ. فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ))
“Jika seseorang lupa ketika ia berpuasa, lalu dia makan dan minum, maka hendaklah menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
2. Muntah dengan Sengaja
Muntah dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Dalilnya adalah hadits Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam:
(( مَنْ ذَرَعَهُ قَيْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقَضِ ))
“Barangsiapa yang terpaksa muntah, maka tidak wajib baginya untuk mengqadha (mengganti) puasanya, dan barangsiapa muntah dengan sengaja, maka wajib baginya mengqadha puasanya”.
Sebenarnya ada beberapa hal lain yang bisa membatalkan puasa. Insya Allah kalian bisa mempelajarinya ketika kalian beranjak dewasa.
5. PERKARA YANG WAJIB DITINGGALKAN KETIKA PUASA
Adik-adik, selain menjaga mulut kita dari makan dan minum, ketika
berpuasa kita juga harus menjaga mulut kita dari berkata-kata kotor,
keji dan dusta. Perbuatan ini memang tidak boleh kita lakukan baik di ketika berpuasa ataupun tidak. Namun hal ini lebih ditekankan lagi apabila kita sedang berpuasa.
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(( مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ))
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan melakukannya, maka Allah Azza wa Jalla tidaklah butuh atas perbuatannya meninggalkan makan dan minum” (HR. Al-Bukhori)
(( لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ اْلأَكْلِ وَالشَّرَبِ إِنَّمَا الصَّيَامَ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ فَإِنْ سَابَكَ أَحَدٌ
اَوْجَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ , إِنِّي صَائِمٌ ))
“Puasa bukanlah dari makan, minum (semata), tetapi puasa itu menahan diri dari perbuatan sia-sia dan keji. Jika ada orang yang mencelamu atau tidak mengetahui perkaramu, maka, katakanlah: Aku sedang puasa, aku sedang puasa”
Oleh karena itu, jagalah lisanmu dari berkata-kata yang kotor, keji dan dusta agar puasamu tidak sia-sia, sebagaimana sabda Rosulullah
shollallahu ‘alaihi wa sallam,
(( وَرُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوْعِ وَالْعَطَشِ ))
“Berapa banyak orang yang puasa, bagian dari puasanya hanyalah lapar dan haus (semata)”
6. YANG BOLEH DILAKUKAN KETIKA PUASA
1. Bersiwak
Kalian tahu siwak kan? Siwak itu kayu berukuran kecil yang dipergunakan untuk membersihkan gigi. Ketika sedang berpuasa, kita boleh mempergunakannya untuk membersihkan gigi kita, terutama ketika akan sholat.
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
(( لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي َلأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوِاكِ عِنْدَ كُلَّ صَلاَةٍ))
“Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak setiap kali akan sholat” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
2. Berkumur dan Istinsyaq (Memasukkan Air ke dalam Hidung ketika Berwudhu) Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk
bersungguh-sungguh di dalam melakukan istinsyaq. Namun beliau melarang untuk berlebih-lebihan apabila sedang berpuasa. Beliau bersabda,
((وَبَالِغْ فِي اْلإِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِماً))
“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali dalam keadaan puasa”
3. Mengguyurkan Air ke Atas Kepala karena Panas atau Haus
Apabila kita merasa kepanasan atau haus, maka kita diperbolehkan untuk mengguyurkan air ke kepala kita. Dalilnya adalah hadits,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَصُبُّ الْمَاءَ عَلَى رَأْسِهِ وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطْشِ أَوْ مِنَ الْحَرِّ
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam mengguyurkan air ke kepalanya dalam keadaan puasa karena haus atau kepanasan.
7. BERBUKA PUASA
Ketika matahari telah terbenam dan malam hari pun tiba, kita sudah
diperbolehkan untuk makan dan minum. Bahkan kita dianjurkan untuk menyegerakan berbuka puasa. Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا الْفِطْرَ ))
“Senantiasa manusia berada di dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Berbukalah dengan Buah Kurma
Pada saat berbuka, kita disunnahkan untuk membatalkan puasa kita dengan kurma, baik yang basah maupun yang kering. Namun apabila tidak ada, maka kita berbuka dengan air sebagaimana kebiasaan Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu pernah bercerita,
كاَنَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ رُطَبَاتٍ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ
حَسَى حَسَوَاتٍ مِنَ مَاءٍ
“Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basa
(ruthob) sebelum sholat. Apabila tidak ada yang basah, maka beliau
berbuka dengan kurma kering (tamr). Jika tidak ada juga, maka beliau minum dengan satu tegukan air”
Setelah berbuka (membatalkan puasa) secukupnya, hendaknya kita
bersiap-siap untuk shalat maghrib.
********************************
Tata Cara Puasa Sesuai Sunnah Nabi Muhammad SAW
Dalam pelaksanaan amalan berpuasa kita sebagai umat islam harus memperhatikan kaifiat atau tata cara yang baik dan benar bahkan sesuai dengan apa yang di contohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Ada beberapa kaifiat atau tata cara Rasul dalam melaksanakan Berpuasa diantaranya :
1. Yang pertama dimulai dengan berniat untuk berpuasa baik dalam ucapan maupun perbuatannya. Untuk puasa wajib seperti bulan Ramadhan niat tersebut dilaksanakan sebelum fajar terbit. Dan dalam amalan berpuasa Sunnah dibolehkan berniat setelah fajar menyunting.
2. Yang kedua tertera didalam alquran surat ke 2 AL-BAQARAH :187 yang menjelaskan tentang waktu, pelaksanaan amalan berpuasa yakni dimulai setelah fajar terbit sampai datangnya keindahan malam.
3. Yang ketiga kita harus melakukan makan sahur, selain merupakan
Sunnah nya Rasul makan sahur juga dapat menjaga kestabilan dan
ketahanan tubuh kita saat berpuasa dan akan mendatangkan kebarakahan
ketika berpuasanya. Akibat dari tidak makan sahur maka Akan banyak
orang yang lemah , letih dan lesu bahkan tidak terkontrolnya hawa
nafsu dan emosional karena dalam ilmu psikolog apabila seseorang
tidak makan pagi atau minum maka tingkat konsentrasi otak nya akan
menurun atau sering kita sebut telat dalam berpikir. Dan organ tubuh
yang lain pun akan terganggu.
Dalam sunahnya ada yang harus diperhatikan oleh umat muslim dan akan dipandang mejadi suatu kesalahan apabila Melakukan makan sahur tidak tepat waktu artinya kita mendahulukan sahur ssebelum waktunya dan sebaiknya makan sahur diakhirkan. baca juga (Menapaki Sejarah
Perkembangan Islam di Maroko)
4. Yang keempat umat islam harus memperhatikan suatu hal perkara yang dapat menjadikan puasa kita batal. Diantaranya: muntah,makan dan
minum dengan sengaja pada waktu berpuasa.
5. Yang kelima kita harus menjaga amalan puasa itu dengan tidak
mengeluarkan kata-kata yang tidak baik atau tidak senonoh seperti
berkata kotor, keji, dusta dan membuat orang lain sakit sampai
mengeluarkan amarah emosional orang lain.“Barangsiapa yang tidak
meninggalkan perkataan dusta, selalu mengerjakannya dan tidak meninggalkan kebodohan, maka Allah tidak akan memberikan pahala atas puasanya.” (Hadits Riwayat. al Bukhari). Selain perkataan, perbuatan dan bahkan akal dan hati pun harusnya dijaga.
6. Yang keenam kita harus memperhatikan perbuatan yang dibarengi amalan yang dapat dilakukan dan hukumnyapun adalah mubah atau boleh seperti: Bersiwak lalu berkumur (membersihkan gigi juga mulut), Istinsyaq ( ketika wudhu air dmasukan kedalam hidung), mengguyurkan air ke anggota tubuh atau mandi beralasan karena gerah.
7. Yang ketujuh tata cara atau kaifiat saat berbuka puasa yang mana harus dilakukan ketika sampai waktu adzan magrib tiba atau datangnya malam (terbenamnya matahari ). Awalan setelah mendengar adzan kita
di wajibkan untuk segera membatalkan puasanya dalam sunnahnya dengan minum kemudian memakan makanan yang manis-manis seperti buah kurma baik yang kering maupun yang basah, dan setelah itu kita di anjurkan untuk melaksanakan shalat magrib terlebih dahulu kemudian barulah makan makanan yang berat seperti nasi guna untuk menjaga kesehatan tubuh kita. Rasulullah SAW bersabda :
إذا كان أحدكم صائما فليفطر على التمر فإن لم يجد التمر فعلى الماء فإن
الماء طهور
Artinya : Apabila diantara kalian berpuasa, berbukalah dengan kurma, jika tidak ada kurma, maka berbukalah dengan air, sebab air itu
suciHR Imam Abu Daud, Al-Baihaqi dan Al-Hakim. hadits ini shahih
Menurut Al-Hakim berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Imam
Al-Bukhari.
Selain ke-7 hal diatas, ternyata Rasulullah SAW mempunyai amalan khusus di Bulan Ramadhan ini, yakni
Membaca al-Quran
Malaikat Jibril sentiasa bertadarus al-Quran dengan Nabi SAW setiap
hari sepanjang Ramadan. Utsman bin Affan khatam al-Quran setiap hari pada Ramadan. Imam Zuhri berkata apabila tiba Ramadan,
“Sesungguhnya Ramadan itu bulan membaca al-Quran dan menyediakan makanan untuk
orang berpuasa.”
Memberikan makan kepada orang yang berbuka puasa.
Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Sesiapa yang memberikan makan kepada orang yang berpuasa, maka baginya seperti pahala (orang yang berpuasa) dalam keadaan tidak berkurung sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa itu.” (Hadis riwayat Ahmad, Tirmizi, Ibn Majah dan ad-Darimi)
Tarawihqiyamul lail
Rasulullah bersabda yang bermaksud: “Sesiapa menghidupkan Ramadan
dengan keimanan dan pengharapan pahala daripada Allah Taala, maka
akan diampunkan segala dosanya yang terdahulu.”
(Hadis riwayat Bukhari)
Umrah
Rasulullah SAW bersabda : “Umrah pada Ramadan (pahalanya) sama
dengan (pahala) mengerjakan haji atau mengerjakan haji bersamaku.”
(Hadis riwayat Bukhari) .
*******************************
Tata Cara Berpuasa yang Benar Sesuai Petunjuk Rasulullah SAW
Nabi SAW merupakan Nabi yang diutus oleh Allah SWT sebagai nabi terakhir yang menjadi petunjuk jalan kebenaran kepada umat manusia. Segala yang dilakukan dan disabdakan Rasulullah SAW adalah benar dan menjadi amalan sunnah bagi yang menjalankannya. Dalam hal ini, akan kita bahas mengenai tata cara berpuasa sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW.
Petunjuk puasa dari Nabi SAW adalah petunjuk yang paling sempurna, paling mengena dalam mencapai maksud, serta paling mudah penerapannya bagi segenap jiwa.
Di antara petunjuk puasa dari Nabi SAW pada bulan Ramadhan adalah :
1. Memperbanyak melakukan berbagai macam ibadah
Jibril 'alaihis salam senantiasa membacakan Al-Qur'anul Karim untuk beliau pada bulan Ramadhan. Beliau juga memperbanyak sedekah, kebajikan, membaca Al-Qur'anul Karim, shalat, dzikir, i'tikaf dan bahkan beliau mengkhususkan beberapa macam ibadah pada bulan Ramadhan, hal yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan lain.
2. Menyegerakan Berbuka dan Mengakhirkan Sahur
Nabi SAW menyegerakan berbuka dan menganjurkan demikian, beliau makan sahur dan mengakhirkannya, serta menganjurkan dan memberi semangat orang lain untuk melakukan hal yang sama. Beliau menghimbau agar berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya maka dengan air.
3. Melarang Ucapan Keji dan Caci Maki
Nabi SAW melarang orang yang berpuasa dari ucapan keji dan caci-maki.
Sebaliknya beliau memerintahkan agar ia mengatakan kepada orang yang mencacinya, "Sesungguhnya aku sedang puasa."
4. Memberi Kelonggaran Berpuasa Pada Orang yang Melakukan Perjalanan Jauh
Jika beliau melakukan perjalanan di bulan Ramadhan, terkadang beliau
meneruskan puasanya dan terkadang pula berbuka. Dan membiarkan para sahabatnya memilih antara berbuka atau puasa ketika dalam perjalanan.
Nabi SAW pernah mendapatkan fajar dalam keadaan junub sehabis menggauli isterinya maka beliau segera mandi setelah terbit fajar dan tetap berpuasa.
Termasuk petunjuk Nabi SAW adalah membebaskan dari qadha' puasa bagi orang yang makan atau minum karena lupa, dan bahwasanya Allah SWT yang
memberinya makan dan minum.
5. Boleh Bersiwak, Istinsyaq dan Berkumur, Asal Tidak Berlebihan
Dan dalam riwayat shahih disebutkan bahwa beliau bersiwak dalam keadaan puasa. Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW menuangkan air di atas kepalanya dalam keadaan puasa.
Beliau juga melakukan istinsyaq (menghiup air ke dalam hidung) serta berkumur dalam keadaan puasa. Tetapi beliau melarang orang berpuasa melakukan istinsyaq secara berlebihan. (Lihat kitab Zaadul Ma'ad fi Hadyi Khairil 'Ibaad, I/320-338)
Itulah tata cara berpuasa sesuai petunjuk Rasulullah. Semoga kita dapat melaksanakan ibadah puasa kita dengan sempurna sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Klik SUKA jika content kami bermanfaat
****************************
Tata Cara Puasa Enam Hari Bulan Syawwal
Puasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan masyru’
(disyari’atkan). Pendapat yang menyatakan bid’ah atau haditsnya lemah, merupakan pendapat bathil. Imam Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad menyatakan istihbab pelaksanaannya.
Adapun Imam Malik, beliau rahimahullah menilainya makruh. Agar, orang tidak memandangnya wajib. Lantaran kedekatan jaraknya dengan Ramadhan.
Namun, alasan ini sangat lemah, bertentangan dengan Sunnah shahihah.
Alasan yang diketengahan ini tidak tepat, jika dihadapkan pada
pengkajian dan penelitian dalil, yang akan menyimpulkan pendapat
tersebut lemah. Alasan terbaik untuk mendudukkan yang menjadi penyebab sehingga beliau berpendapat demikian, yaitu apa yang dikatakan oleh Abu ‘Amr Ibnu ‘Abdil Barr, seorang ulama yang tergolong muhaqqiq (peneliti) dalam madzhab Malikiyah dan pensyarah kitab Muwatha.
Abu ‘Amr Ibnu ‘Abdil Barr berkata,”Sesungguhnya hadits ini belum sampai kepada Malik. Andai telah sampai, niscaya beliau akan berpendapat dengannya.” Beliau mengatakan dalam Iqna’, disunnahkan berpuasa enam hari di bulan Syawal, meskipun dilaksanakan dengan terpisah-pisah.
Keutamaan tidak akan tetap diraih bila berpuasa di selain bulan Syawal.
Seseorang yang berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah berpuasa
Ramadhan, seolah-olah ia berpuasa setahun penuh. Penjelasannya, kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Bulan Ramadhan laksana sepuluh bulan.
Sementara enam hari bagai dua bulan. Maka hitungannya menjadi setahun penuh. Sehingga dapat diraih pahala ibadah setahun penuh tanpa kesulitan, sebagai kemurahan dari Allah dan kenikmatan bagi para hambaNya.
Dari Tsauban Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ فَشَهْرٌ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ فَذَلِكَ تَمَامُ صِيَامِ السَّنَةِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan, satu bulan seperti sepuluh bulan dan berpuasa enam hari setelah hari Idul Fitri, maka itu merupakan
kesempurnaan puasa setahun penuh”.
BILAMANA PELAKSANAANNYA?
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, di dalam Majmu’ Fatawa wal Maqalat
Mutanawwi’ah (15\391) menyatakan, puasa enam hari di bulan Syawal memiliki dasar dari Rasulullah. Pelaksanaannya, boleh dengan berurutan ataupun terpisah-pisah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan pelaksanaannya secara mutlak, dan tidak menyebutkan caranya dilakukan dengan berurutan atau terpisah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka ia seperti puasa satu tahun” .
Beliau rahimahullah juga berpendapat, seluruh bulan Syawwal merupakan waktu untuk puasa enam hari. Terdapat riwayat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda : Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian melanjutkannya enam hari dari bulan Syawwal, maka ia seperti puasa satu tahun .
Hari pelaksanaannya tidak tertentu dalam bulan Syawwal. Seorang mu`min boleh memilih kapan saja mau melakukannya, (baik) di awal bulan, pertengahan bulan atau di akhir bulan. Jika mau, (boleh) melakukannya secara terpisah atau beriringan. Jadi, perkara ini fleksibel, alhamdulillah. Jika menyegerakan dan melakukannya secara berurutan di awal bulan, maka itu afdhal. Sebab menunjukkan bersegera melakukan
kebaikan.
Para ulama menganjurkan (istihbab) pelaksanaan puasa enam hari
dikerjakan setelah langsung hari ‘Idhul Fitri. Tujuannya, sebagai
cerminan menyegerakan dalam melaksanakan kebaikan. Ini untuk menunjukkan bukti kecintaan kepada Allah, sebagai bukti tidak ada kebosanan beribadah (berpuasa) pada dirinya, untuk menghindari faktor-faktor yang bisa menghalanginya berpuasa, jika ditunda-tunda.
Syaikh ‘Abdul Qadir bin Syaibah al Hamd menjelaskan : “Dalam hadits ini (yaitu hadits tentang puasa enam hari pada bulan Syawwal), tidak ada nash yang menyebutkan pelaksanaannya secara berurutan ataupun terpisah-pisah. Begitu pula, tidak ada nash yang menyatakan pelaksanaannya langsung setelah hari raya ‘Idul Fithri. Berdasarkan hal ini, siapa saja yang melakukan puasa tersebut setelah hari Raya ‘Idul
Fithri secara langsung atau sebelum akhir Syawal, baik melaksanakan
dengan beriringan atau terpisah-pisah, maka diharapkan ia mendapatkan apa yang dijanjikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab, itu semua menunjukkan ia telah berpuasa enam hari pada bulan Syawwal setelah puasa bulan Ramadhan. Apalagi, terdapat kata sambung berbentuk tsumma, yang
menunjukkan arti tarakhi (bisa dengan ditunda)”.
Demikian penjelasan singkat mengenai cara berpuasa enam hari pada bulan Syawwal setelah puasa bulan Ramadhan. Mudah-mudahan dapat memotivasi diri kita, untuk selalu mencintai sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang tidak lain akan mendekatkan kita kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu a’lam bish-shawab.
BAGAIMANA JIKA MASIH MENANGGUNG PUASA RAMADHAN?
Para ulama berselisih pendapat dalam masalah, apakah boleh mendahulukan puasa sunnah (termasuk puasa enam hari di bulan Syawwal) sebelum melakukan puasa qadha Ramadhan.
Imam Abu Hanifah, Imam asy Syafi’i dan Imam Ahmad, berpendapat bolehnya melakukan itu. Mereka mengqiyaskannya dengan shalat thathawu’ sebelum pelaksanaan shalat fardhu.
Adapun pendapat yang masyhur dalam madzhab Ahmad, diharamkannya mengerjakan puasa sunnah dan tidak sah, selama masih mempunyai tanggungan puasa wajib.
Syaikh Bin Baz rahimahullah menetapkan, berdasarkan aturan syari’at (masyru’) mendahulukan puasa qadha Ramadhan terlebih dahulu, ketimbang puasa enam hari dan puasa sunnah lainnya. Hal ini merujuk sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian diiringi dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka ia seperti puasa satu tahun”.
Barangsiapa mengutamakan puasa enam hari daripada berpuasa qadha, berarti belum mengiringkannya dengan puasa Ramadhan. Ia hanya mengiringkannya dengan sebagian puasa di bulan Ramadhan. Mengqadha puasa hukumnya wajib. Sedangkan puasa enam hari hukumnya sunnah. Perkara yang wajib lebih utama untuk diperhatikan terlebih dahulu.
Pendapat ini pun beliau tegaskan, saat ada seorang wanita yang mengalami nifas pada bulan Ramadhan dan mempunyai tekad yang kuat untuk berpuasa pada bulan Syawwal. Beliau tetap berpendapat, menurut aturan syari’at, hendaknya Anda memulai dengan puasa qadha terlebih dahulu. Sebab, dalam hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan puasa enam hari (Syawwal) usai melakukan puasa Ramadhan. Jadi perkara wajib lebih diutamakan daripada perkara sunnah.
Sementara itu Abu Malik, penulis kitab Shahih Fiqhis Sunnah berpendapat, masih memungkinkan bolehnya melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal, meskipun masih memiliki tanggungan puasa Ramadhan. Dasar argumentasi yang digunakan, yaitu kandungan hadits Tsauban di atas yang bersifat mutlak.
Wallahu a’lam.
************************************
Puasa Ramadhan dan Cara Pelaksanaannya
“Dari Abu Abdirrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab radhiallahu ‘anhuma berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda: “Islam didirikan diatas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak
disembah secara benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan ramadhan“. (HR Bukhari Muslim)
Pengertian Puasa
Puasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan salah
satu rukun Islam yaitu beriibadah dengan cara menahan diri serta berpantangan makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian puasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa” ( QS Al-Baqarah : 183 ).
Seperti yang dijelaskan oleh penggalan ayat suci Al Quran diatas yang berisi tentang puasa pada bulan Ramadhan yang merupakan salah satu kewajiban bagi seluruh umat muslim yang sesuai dengan syarat wajib berpuasa. Puasa wajib berarti puasa yang harus dilakukan oleh setiap orang Islam yang sudah mukalaf atau sudah baligh dan berakal sehat.
Selain itu juga bagi mereka yang mampu melaksanakan puasa. Apabila ia melakukannya, ia akan mendapat pahala dan apabila ia meninggalkannya, ia akan mendapatkan dosa. Puasa Ramadhan dilakukan selama satu bulan penuh selama Ramadhan. Kemudian diakhiri dengan datangnya bulan Syawal dimana kita semua umat muslim merayakan lebaran Idul Fitri. Dalam Islam
ada hari-hari dimana diharamkan untuk puasa. Hari-hari tersebut adalah saat lebaran Idul Fitri 1 Syawal, lebaran Idul Adha 10 Dzulhijjah, pada hari Tasyriq 11,12, dan 13 Dzulhijjah.
Pengertian bulan Ramadhan
Ramadhan berasal dari kata bahasa Arab ar-Ramadh yang berarti batu
yang panas dan menyengat karena teriknya matahari. Dalam kalender bulan Hijriah (sistem penanggalan Agama Islam), bulan Ramadhan merupakan bulan kesembilan dalam kalender tersebut. Bulan kesembilan selalu jatuh pada
musim panas yang sangat menyengat dan dengan waktu siang yang lebih panjang dari waktu malam.
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.”—(Al-Baqarah 2: 185). Kenapa
istimewa? Karena pada bulan inilah kitab suci Al Quran diturunkan. Bulan Ramadhan juga disebut Qiyamul Laili, yang berarti bulan kesabaran dan taqwa, dan bulan kasih sayang.
Berikut adalah penjelasan mengenai puasa ramadhan dan cara pelaksanannya :
Cara Mengetahui Waktu Puasa
Bagaimana cara mengetahui kapan Puasa Ramadhan dimulai? Berikut ada dua cara untuk dapat mengetahui kapan waktunya kita untuk melaksanakan puasa
wajib pada bulan ini:
1.Dengan cara Hisab
Cara seperti ini dilakukan dengan sistem matematis dan astronomis untuk menentukan dimana posisi bulan.
2.Dengan cara Rukyat
Cara ini dilakukan dengan sistem mengamati visibilitas hilal. Hilal
merupakan penampakan bulan sabit yang muncul pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Cara ini dapat dilakukan dengan mata
telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.
Syarat wajib seseorang dapat melakukan ibadah puasa:
1. Wajib berakal sehat
2. Wajib apabila sudah balig
3. Wajib bagi kondisi fisik dan mental yang baik
Syarat sah seseorang dapat melakukan ibadah puasa:
1. Harus beragama Islam
2. Harus Mumayyiz
3. Harus suci dari haid dan nifas bagi perempuan
4. Harus dilakukan pada hari-hari yang dimana memang diperbolehkan untuk berpuasa
Rukun Puasa
Seorang muslim yang akan menjalankan ibadah puasa harus melakukan rukun puasa agar puasanya sah atau tidak batal. Berikut ini yang termasuk
rukun-rukun puasa:
1.Niat
Rasulullah SAW bersabda ,”Barang siapa yang belum berniat puasa sampai terbit fajar, maka tidak ada puasa baginya”. (Hadits Riwayat Abu Dawud).
2.Imsak
Sebagai penanda waktunya kita untuk berpuasa dan menghentikan segala aktifitas yang dapat membatalkan puasa.
3.Ash-shaim
Adalah orang yang sah berpuasa dengan memenuhi syarat-syarat wajib puasa
Berikut ini merupakan sunat dalam berpuasa:
1. Bersahur walaupun dengan sedikit makanan atau minuman
2. Melambatkan waktu untuk sahur
3. Meninggalkan perkataan dan perbuatan yang keji
4. Menyegerakan berbuka puasa jika sudah waktunya
5. Mendahulukan berbuka puasa daripada shalat Maghrib
6. Berbuka dengan buah tamar. Jika tidak ada bisa dengan air saja
7. Membaca doa berbuka puasa
Berikut ini adalah hal-hal yang dapat membatalkan puasa:
1. Memasukkan sesuatu ke dalam rongga badan (makan dan minum)
2. Bersetubuh dan mengeluarkan mani dengan sengaja
3. Muntah dengan sengaja
4. Datang haid atau nifas bagi perempuan
5. Hilang ingatan atau gila atau mabuk
6. Melahirkan anak atau keguguran
7. Murtad atau keluar dari agama Islam
Berikut ini juga beberapa hal yang dapat merusak pahala puasa:
1. Memfitnah atau mencela orang lain
2. Menipu, mencuri, dan berdusta kepada orang lain
3. Bergunjing atau ghibah dan marah dan sifat
4. Mendengarkan cerita bohong dan keji
5. Memandang wanita dengan syahwat
Berikut ini beberapa hal yang membuat makruh ketika berpuasa:
1. Selalu berkumur-kumur
2. Merasakan makan dengan lidah
3. Berbekam kecuali perlu
4. Mengulum sesuatu
Orang-orang yang diperbolehkan untuk tidak puasa
1.Orang yang sedang dalam perjalanan jauh atau musafir. Namun mereka wajib mengganti puasa mereka pada lain hari sebanyak puasa yang ditinggalkan (qodo).
“maka barang siapa diantara kamu sakit atau sedang bepergian jauh, maka wajiblah ia berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”(Al Baqarah:184.
2.Orang yang sedang sakit dan tidak sanggup untuk menunaikan ibadah puasa. Mereka juga harus mengganti puasa mereka di lain hari sebanyak puasa yang ditinggalkan saat mereka sudah sembuh dan sanggup untuk
melakukan ibadah puasa.
3.Wanita yang sedang hamil atau menyusui yang khawatir jika anaknya akan kekurangan asupan makanan dapat mengganti puasa dilain waktu dan membayar fidyah.
4.Orang yang sudah lanjut usia sehingga mereka tidak sanggup lagi untuk berpuasa. Mereka wajib membayar fidyah beras sebanyak ¾ liter atau bahan makanan pokok lain).
Puasa memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan:
1. Puasa adalah sebagai wujud rasa syukur kita kepada Allah SWT.
2. Puasa adalah sebagai pengendalian pada diri sendiri dan melatih kesabaran.
3. Puasa adalah sebagai latihan untuk menjadi disiplin terutama dalam disiplin waktu.
4. Puasa adalah sebagai salah satu cara untuk memelihara kesehatan.
5. Puasa adalah sebagai pendidikan yang menumbuhkan sifat penyantun dan kasih sayang terhadap sesama.
6. Puasa adalah sebagai mempererat silaturahmi.
7. Puasa adalah sebagai melatih hidup sederhana.
Cara Melaksanakan Ibadah Puasa Ramadhan
Berikut dibawah ini adalah beberapa cara dalam melaksanakan ibadah puasa ramadhan yang wajib dilakukan oleh seluruh umat muslim yang beragama islam :
1. Niat Awali puasa kita sebelum terbitnya fajar dengan membaca
niat dari dalam hati agar puasa kita dapat diterima oleh Allah SWT.
2. Melaksanakan makan sahur Dari hadist HR. Bukhari Muslim dan Ana
bin Malik R.A yang mengatakan bahwa: “Telah bersabda Rasulullah
SAW,’Sahurlah kalian, maka sesungguhnya dalam sahur itu ada berkahnya”.
3. Mengetahui Imsak Dengan mengetahui waktu imsak, kita harus
menghentikan segala kegiatan yang dapat membatalkan puasa.
4. Bersegera untuk berbuka puasa jika sudah waktunya atau takjil
Dari hadist Abu Hurairah r.a. berkata telah bersabda Rasulullah
SAW: “Telah berfirman Allah Yang Mahamulia dan Maha Agung:
”Hamba-hamba Ku yang lebih aku cintai ialah mereka yang paling
segera berbukanya” (HR Tirmidzi dari Abu Hurairah).
5. Memperbanyak membaca Al Quran, sedekah, dan membayar zakat fitrah.
Demikian beberapa hal dasar tentang puasa ramadhan dan cara
pelaksanaannya. Semoga dapat menjadi ilmu yang berguna serta
meningkatkan iman kita kepada Allah SWT. Karena manfaat beriman kepada Allah SWT
menjadikan kita selamat dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Amin.
*****************************
Tata Cara Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan Berdasarkan Sunnah
Ibadah shiyam di bulan Ramadhan merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang diwajibkan Allah swt pada tahun kedua Hijriyah. Dalam sejarahnya, ibadah puasa ini bukan sesuatu ketentuan yang ditemukan dalam ajaran Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad saw tetapi ibadah ini diwajibkan pula pada zaman nabi-nabi Allah sebelum Nabi Muhammad saw. sebagaimana yang ada dalam al-Qur’an al-Baqarah : 183
ياايها الذين امنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون
Artinya: “wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.
Syaikhul Islam imam Ghozali menjelaskan bahwa pengertian taqwa yang sebenarnya adalah:
Tumbuhnya perasaan gentar dan takut terhadap murka dan azab Allah swt.
Akibat dilanggarnya berbagai larangannya.
Menjaga diri agar senantiasa dapat mentaati dan pasrah sepenuh hidupnya apapun yang menjadi kehendak Allah.
Selalu berusaha untuk mensucikan mata batinnya dari berbagai noda dan dosa.
Permulaan Puasa Ramadhah
Ada beberapa pendapat yang berkenaan dengan masuknya awal ibadah puasa.
Setidaknya ada 3 cara yang bisa ditempuh berkenaan dengan permasalahan ini yaitu:
a.Ru’yatul Hilal
b. Istikmal
يَقُولُ أَبَ ا هُرَيْرَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ
شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ . رواه البخارى ومسلم
c. Hisab
عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا وَإِذَا
رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ وَقَالَ غَيْرُهُ عَنْ اللَّيْثِ حَدَّثَنِي عُقَيْلٌ
وَيُونُسُ لِهِلَالِ رَمَضَانَ اخرجه الشيخان و النساء و ابن ماجه .
Syarat Wajib Menjalankan Puasa Ramadhan
1. Orang Islam
Ketentuan ini berdasarkan pada QS. al-Baqarah : 183 yang menegaskan
bahwa yang terkena kewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadhan hanyalah orang-orang mukmin.
2. Berakal sehat
Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah saw yang menyatakan bahwa:
عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى
يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّغِيرِ حَتَّى يَكْبُرَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يُفِيقَ
”Dari Aisyah bahwa Nabi saw bersabda: ”Tiga gologan yang terlepas dari hukum (syara’), yaitu orang yang sedang tidur sehingga bangun, orang gila sehingga sadar dan anak-anak sehingga baligh” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)”.
3. Baligh
4. Sehat
Hal ini didasarkan pada firman Allah swt yang tercantum dalam QS.
Al-Baqarah: 184
ومن كان منكم مريضا او على سفر فعدَة من ايَام اخر
“Maka barangsiapa diantara kalian sakit atau dalam perjalanan maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”.
Dari penegasan ini dapat diambil pemahaman (mafhum mukholafah) bahwa orang yang sakit tidak ada kewajiban untuk berpuasa.
5. Mukim
Ini juga diambil dari pemahaman (mafhum mukholafah) QS. al-Baqarah : 184.
6. Tidak haid atau nifas
Orang yang sedang haid atau nifas tidak sah mengerjakan puasa. Penegasan ini didasarkan ada hadis Rasulullah saw yang menerangkan bahwa kalau seseorang sedang haid atau nifas maka harus berbuka dan kelak kalau sudah suci wajib mengqadhanya.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنَّا نَحِيضُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَي وَسَلَّمَ ثُمَّ نَطْهُرُ
فَيَأْمُرُنَا بِقَضَاءِ الصِّيَامِ وَلَا يَأْمُرُنَا بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
”adalah kami menstruasi di masa Rasulullah, maka kami diperintahkan agar mengqadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat”.(HR. Jama’ah dari Muadz r.a)
Rukun Puasa Ramadhan
1. Niat
Ada perbedaan pendapat dikalangan Fuqaha’ berkenaan dengan niat. Menurut Hanafiyyah niat adalah ”keinginan sedangkan keinginan itu adalah perbuatan hati dan niat tidak disyaratkan diucapkan dengan lisan”.
Sedangkan menurut Syafi’iyyah, niat adalah ”bermaksud terhadap sesuatu dan ia bersamaan dengan perbuatan tersebut”.
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ حَفْصَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ
لَمْ يُجْمِعْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Dari Salim bin Abdullah dari bapaknya dari Hafshah bahwa Nabi saw bersabda: ”Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum Fajar maka tiada puasa baginya”.
Menurut Jumhur Ahli Fiqih berpendapat bahwa yang wajib adalah membangun niat sejak malam sampai sebelum muncul fajar, berdasarkan dalil di atas.
Abu Hanifah memperbolehkan niat puasa Ramadan di waktu malam sampai tengah hari.
Puasa di Bulan Ramadhan
Ada lagi kalangan ulama yang berpendapat bahwa penetapan niat sebelum fajar hanya untuk puasa fardhu, untuk sebelum matahari tergelincir.
az-Zuhri, Atha’ dan Zufar tidak mengharuskan niat untuk puasa Ramadhan.
Imam Malik berpendapat bahwa niat puasa Ramadhan yang ditetapkan di
malam pertama bulan Ramadhan sudah cukup untuk puasa sebulan penuh tanpa perlu memperbaharui niat tiap malam, dengan pertimbangan bahwa puasa
Ramadhan merupakan satu paket amal.
2. Menahan diri dari segala hal yang dapat membukakan puasa dari sejak fajar sampai terbenam matahari.
Amalan Utama Dalam Puasa Ramadhan
Ada beberapa amalan utama
termasuk sunah yang patut sekali dikerjakan selama seseorang
melaksanakan ibadah puasa, antara lain:
1. Mempercepat Berbuka
Mempercepat berbuka apabila telah diketahui secara jelas bahwa matahari telah terbenam. Hal ini berdasarkan tuntunan Rasulullah saw sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَحَبُّ
عِبَادِي إِلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا
”Dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda:”Allah Azza wajalla
berkata:” sesungguhnya orang yang paling aku sayangi dari hamba-Ku ialah orang yag paling bersegera dalam berbuka”.
2. Doa Setelah Berbuka
حَدَّثَنَا مَرْوَانُ يَعْنِي ابْنَ سَالِمٍ … كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ
قَالَ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
” Marwan, yaitu Ibnu Salim telah menceritakan pada kami adalah
Rasulullah saw apabila berbuka beliau berdoa:” Rasa haus telah hilang, dan telah basah pula segala urat dan mudah-mudahan pahala tetap jika Allah menghendaki-Nya“.
3. Makan Sahur diakhirkan
عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ
قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً
“Dari Zaid bin Tsabi, ia berkata:” kami telah makan sahur bersama
Rasulullah saw, kemudian kami berdiri melaksanakan shalat (subuh). Aku bertanya pada Zaid: ”berapa lamakah tempo antara sehabis makan sahur dengan shalat tersebut?” Zaid menjawab: ”Kira-kira lima puluh ayat al-Qur’an”.
4. Memberi Makanan untuk Berbuka
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا
كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ
حَسَنٌ صَحِيحٌ
“Dari Zaid bin Kholid al-Juhni ia berkata: ”barang siapa memberi
makanan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, maka ia mendapatkan ganjaran sebanyak ganjaran orang yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun (ganjaran orang tersebut)”.(HR. Ahmad dari Zaid Ibnu Khalid ra).
5. Memperbanyak shadaqah
سئل رسول الله صم ايَ الصدقة افضل؟ قال صدقة فى رمضان
”Rasulullah saw ditanya, shadaqoh manakah yang utama? Beliau menjawab:
shadaqah pada bulan Ramadhan”. (HR. Tirmidzi dari Anas ra.).
Dalam hal ini Abu Darda ra mengatakan: ”Shalatlah kalian dalam kegelapan malam dua rakaat, untuk menentang kegelapan kubur. Berpuasalah kalian di hari yang sangat panas, untuk menentang kepanasan di hari padang
mahsyar. Dan bersadaqahlah
kalian dengan sesuatu sadaqah untuk melawan kesukaran di hari kiamat yang sangat menyukarkan”.
6. Mendaras ayat-ayat suci al-Qur’an
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا
يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ
الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Dari Ibnu Abbas, ia berkata: adalah Rasulullah saw orang yang paling
murah hatinya. Lebih-lebih pada bulan Ramadhan, ketika beliau dijumpai malaikat Jibril pada setiap malamnya, maka ia mengajaknya menderas al-Qur’an. Maka Rasulullah saw ketika berjumpa dengan Jibril itu adalah orang yang paling permurah pada hartanya melebihi angin yang bertiup”.
( HR. Bukhari Muslim dari Ibnu Abbas ra.)
7. Mengerjakan qiyamur-Ramadhan
Shalat tarawih dilaksanakan sebagaimana melaksanakan shalat malam, seperti yang telah diterangkan hadis riwayat Aisyah ra:[5]
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ
عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Dari Abi Salamah bin Abdurrahman, dia bertanya kepada Aisyah.
bagaimana shalat Rasulullah saw pada bulan Ramadhan? Lalu ia berkata:
Rasulullah saw tidak pernah melebihi sebelas rakaat di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan yang lain”. (HR. Bukhari dan Muslim).
8. Giat beribadah pada 10 hari terakhir
Dalam hal ini ada beberapa amalan yang ditunjukkan dan dituntunkan oleh Rasulullah saw disaat memasuki 10 hari yang terakhir bulan Ramadhan.
a. Menghidupkan malam hari bulan Ramadhan
Menghidupkan malam memasuki 10 hari yang terakhir bulan Ramadhan
hendaklah diisi dengan memperbanyak zikir kepada Allah swt atau amalan ibadah lainnya yang telah dituntunkan oleh syara’. Bukan sebaliknya diisi dengan bermain catur, membakar petasan dan lain sebagainya.
b. Membangun keluarga dan sanak kerabat
Amalan ini dianjurkan oleh Rasulullah karena memang memasuki hari-hari tersebut kebanyakan orang sudah mulai merasakan kelelahan fisik, apalagi
bagi ibu-ibu yang biasanya selama dua puluh hari sudah sibuk menyiapkan makan sahur, maka di sinilah barangkali hikmah kenapa Rasulullah menganjurkan agar membangunkan keluarga.
c. Mengeratkan ikat pinggang
Ajaran ini dimaksudkan agar dalam rangka memasuki hari-hari terakhir
hendaklah mengerahkan segal potensi untuk bertaqrrub kepada Allah swt.
Terhadap ketiga tuntunan di atas berdasarkan pada:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ
الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ
”Dari Aisyah ia berkata: adalah Rasulullah saw apabila telah memasuki sepuluh yang akhir dari bulan Ramadhan beliau menghidupkan malam
harinya, membangunkan keluarganya, serta mengikat pinggangnya”.(HR.
Bukhari Muslim dari Aisyah).
d. beri’tikaf dalam masjid
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ
”Dari Aisyah, istri Nabi saw ia berkata: adalah Rasulullah saw
beri’tikaf sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau
wafat”. (HR. Bukhari Muslim dari Aisyah).
9. Memperbanyak doa kepada Allah swt.
Hal-hal yang Dibolehkan Saat Puasa Ramadhan.
Ada beberapa amalan yang diperbolehkan untuk dilakukan pada saat orang sedang berpuasa. Beberapa amalan tersebut antara lain:
1. Menuangkan Air di atas Kepala
عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَامَ فِي سَفَرٍ عَامَ الْفَتْحِ وَأَمَرَ أَصْحَابَهُ
بِالْإِفْطَارِ وَقَالَ إِنَّكُمْ تَلْقَوْنَ عَدُوًّا لَكُمْ فَتَقَوَّوْا فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ النَّاسَ قَدْ
صَامُوا لِصِيَامِكَ فَلَمَّا أَتَى الْكَدِيدَ أَفْطَرَ قَالَ الَّذِي حَدَّثَنِي فَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُبُّ الْمَاءَ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ الْحَرِّ وَهُوَ صَائِمٌ
”Dari Abu Bakar bin Abdurrahman bin Harits dari seorang sahabat Nabi SAW menuangkan air di atas kepalanya karena kepanasan, sedang beliau dalam keadaan puasa”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud dari Abu Bakar bin
Abdurrahman).
2. Menggosok gigi di siang hari bulan Ramadhan
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَسْتَاكُ وَهُوَ صَائِمٌ زَادَ مُسَدَّدٌ مَا لَا أَعُدُّ وَلَا أُحْصِي
”Dari Abdullah bin ’Amir bin Rabi’ah dari kakeknya ia berkata: Saya
melihat Rasululah SAW mengosok gigi yang tidak dapat aku hitung sedang beliau dalam keadaan berpuasa” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Tirmidzi dari Amir bin Rabi’ah).
3. Mencium istri
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ
صَائِمٌ وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ
”Dari Aisyah ia berkata: Adalah Nabi saw mencium (saya) dan bersentuhan (dengan saya) sedang beliau berpuasa. Akan tetapi beliau adalah orang paling mampukuat menahan nafsunya”.(HR. Jama’ah selain Nasa’i dari Aisyah ra ).
4. Berbekam
Yaitu mengeluarkan darah dari badan dengan jalan mematuknya sebagai usaha untuk menghilangkan penyakit.
حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ ثَابِتًا الْبُنَانِيَّ قَالَ سُئِلَ أَنَسُ بْنُ
مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لَا إِلَّا مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ
وَزَادَ شَبَابَةُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
”Apakah di masa Rasulullah saw masalah berbekam itu kalian anggap makruh? Ujar Anas: ”tidak kecuali bilamana melelahkan (orang yang berbekam tersebut).” (HR. Bukhari).
5. Keadaan junub sedang waktu sudah masuk subuh
سَمِعَ أَبَا بَكْرِ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ كُنْتُ أَنَا وَأَبِي فَذَهَبْتُ مَعَهُ حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى عَائِشَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ أَشْهَدُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ كَانَ لَيُصْبِحُ جُنُبًا
مِنْ جِمَاعٍ غَيْرِ احْتِلَامٍ ثُمَّ يَصُومُهُ ثُمَّ دَخَلْنَا عَلَى أُمِّ سَلَمَةَ فَقَالَتْ مِثْلَ ذَلِكَ
”Aisyah ra berkata: ”saya menyaksikan Rasulullah saw jika Ia memasuki subuh sedang Ia junub dari jima’ bukan karena mimpi lalu Ia berpuasa.
Ummu Salamah juga mengatakan seperti itu”. (HR. Bukhari Muslim dari Aisyah ra).
Sikap dan Perilau Orang yang Berpuasa
Ditinjau dari segi hukum maka bagi setiap orang yang telah dapat menahan diri dari makan, minum dan bersenang-senang dengan istri dari sejak terbitnya matahari hingga terbenam matahari maka sudah dianggap sah puasa tesebut. Namun, kalau hal itu disoroti lebih teliti lagi dari sudut yang lain yaitu segi batiniah atau dari segi akhlaq maka sesunggunya puasa itu tidak sekedar bermakna lahiriah sesuai sabda Rasulullah saw dalam hadisnya
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ
صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
“Dari Abu Hurairah, ia berkata: telah bersabda Rasulullah saw” banyak
sekali orang berpuasa, yang tiada mendapat suatu apapun juga dari
puasanya kecuali hanya lapar belaka, dan banyak sekali orang yang shalat tiada baginya apapun juga dari hasil shalatnya kecuali hanya kantuk belaka”. (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
Diantara hal-hal tersebut adalah:
1. Meninggalkan perkataan kotor dan caci maki
ليس الصيام من الأكل والشرب,انٌماالصيام من اللغو والرفث (رواه ابن خزيمة عن
أبي هريرة
”Bukanlah puasa itu sekedar menahan makan dan minum saja, bahwasanya puasa itu menahan perkataan kotor dan caci maki”. (HR. Ibnu Huzaimah dari Abu Hurairah).
2. Meninggalkan sikap dusta dan bohong
الصيام جنٌة ما لم يخرقها بكذب أو غيبة (رواه الطبراني عن أبي عبا دة
”puasa itu perisai selama ia tidak merobeknya dengan sikap dusta atau ghibah”.(HR. at-Thabrani dari Abu Ubaidah).
3. Meninggalkan perbuatan yang mendatangkan kemarahan Allah swt dan sikap jahil
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَدَعْ
قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
”Dari Abu Hurairah ra Ia berkata, bersabdalah saw: ”Barang siapa yang tidak meninggalkn perkataan dusta, mengumpat, fitnah, semua perkataan yang membuat kemurkaan Allah dan tidak meninggalkan perkataan zur, serta
bersikap jahil, maka tidak ada hajat bagi Allah ia meninggalkan makanan dan minumannya”.(HR. Bukhari dari Abu Hurairah).
4. Bersikap sabar menghadapi segala persoalan
و هو شهرالصبر,والصبر ثوابه الجنٌة (رواه ابن خزيمة
”Dan dia (Ramadhan) itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu
pahalanya adalah Surga”. (HR. Ibnu Huzaimah dari Salman)
Hal-hal yang Membatalkan Puasa
1. Makan dan minum dengan sengaja di siang hari Ramadhan
Allah swt berfirman:
وكلوا واشربوا حتٌى يتبيٌن لكم الخيط الأبيض من الخيط الاسود من الفجر
”Serta makan dan minumlah sehingga nampak kepadamu benang (garis) putih dari benang hitam dari fajar”.(QS. al-Baqarah: 187)
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَمْنَعَنَّكُمْ مِنْ
سُحُورِكُمْ أَذَانُ
بِلَالٍ وَلَا الْفَجْرُ الْمُسْتَطِيلُ وَلَكِنْ الْفَجْرُ الْمُسْتَطِيرُ فِي الْأُفُقِ
”Diriwayatkan dari Samurah bin Jundub, ia menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda: ”Janganlah sekali-kali mencegah kamu dari sahurmu, adzan
Bilal dan fajar yang melintang pada cakerawala”. (HR. Muslim, Ahmad danTirmidzi)
2. Mengumpuli istri (bersetubuh)
Jika seseorang bersetubuh di siang hari Ramadhan, maka hendaknya ia
membayar kifarat dengan memerdekakan budak sahaya, jika tidak dapat maka ia wajib berpuasa dua bulan berturut-turut dan jika tidak sanggup juga maka ia wajib memberikan makan enam puluh orang miskin.
Dan ada pendapat lain yang menambahkan tentang hal-hal yang membatalkan puasa bahwa puasa batal jika melakukan 6 perkara:
Makan dan minum Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali ke dalam.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ
عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنْ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ
”Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: Barang siapa terpaksa
muntah, tidaklah wajib mengqadha puasanya; dan barang siapa yang
mengusahakan muntah, maka hendaklah ia mengqadha puasanya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
Bersetubuh
Keluar darah haid (kotoran) atau nifas (darah sehabis melahirkan)
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ عَنْ عُبَيْدَةَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ كُنَّا نَحِيضُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ نَطْهُرُ فَيَأْمُرُنَا
بِقَضَاءِ الصِّيَامِ وَلَا يَأْمُرُنَا بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ وَقَدْ رُوِيَ
عَنْ مُعَاذَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَيْضًا وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ لَا نَعْلَمُ بَيْنَهُمْ
اخْتِلَافًا إِنَّ الْحَائِضَ تَقْضِي الصِّيَامَ وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَعُبَيْدَةُ هُوَ ابْنُ
مُعَتِّبٍ الضَّبِّيُّ الْكُوفِيُّ يُكْنَى أَبَا عَبْدِ الْكَرِيمِ
Dari Aisyah, ia berkata: Kami disuruh oleh Rasulullah saw untuk
mengqadha puasa dan tidak disuruhnya untuk mengqadha shalat. (HR. Bukhari).
Gila (Jika gila itu datang waktu siang hari, maka batallah puasanya)
Keluar mani dengan sengaja (karena bersentuhan dengan perempuan atau lainnya).
Macam-Macam Uzur dalam Puasa Ramadhan
Orang-orang yang diperbolehkan berbuka puasa (tidak berpuasa) pada bulan Ramadhan adalah sebagai berikut:
1. Orang yang sakit & Bepergian
Menurut Muhammadiyah, Ijma’ para ulama sepakat bahwa orang sakit dan bepergian tidak wajib puasa, karena Allah swt telah memberikan
dispensasi untuk berbuka.
ومن كان مريضا او على سفر فعدٌة من ايٌام أخر
”Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain”. (QS. al-Baqarah 185).
Yusuf Qardhawi menambahkan bahwa yang dimaksud dalil di atas adalah tentu bukan bagi orang sakit yang sudah tidak ada harapan untuk sembuh, akan tetapi ”orang sakit” yang dimaksud di sini adalah orang sakit yang masih bisa diharapkan kesembuhannya sesuai dengan hukum sebab akibat.
Sebagian ulama salaf memperbolehkan berbuka karena sakit, apapun bentuknya, meskipun sekadar sakit di telunjuk tangan. Pendapat ini diriwayatkan oleh Ibnu Sirin, salah seorang tabi’in.
Untuk ukuran jarak tempuh perjalanan sehingga diperbolehkannya membatalkan puasa atau tidak berpuasa adalah 80,640 km.
Sebagai konsekuensinya maka orang yang sakit atau bepergian adalah mengqadha puasanya di hari yang lain, bisa dilakukan dengan
berturut-turut atau secara terpisah.
لحديث ابن عمر انَ النبى صم قال : قضاء رمضان ان شاء فرَق وان شاء تابع.
(رواه الدَارقطنى
”Dari Ibnu Umar, bahwasanya Nabi saw bersabda: Mengqadha puasa bulan Ramadhan itu diperbolehkan melakukannya secara terpisah atau
berturut-turut”.(HR. Daruquthni).
2. Tua renta & Penyakit menahun
Salah satu pemilik uzur yang serupa dengan orang sakit di satu sisi,
namun berbeda di sisi lain yaitu lelaki atau perempuan tua yang sudah lemah tulangnya, lanjut usianya, sangat berat bahkan tidak mampu untuk berpuasa, juga bagi orang yang punya penyakit menahun yang tidak ada harapan sembuh, orang seperti tersebut di atas tidak perlu berpuasa dan ini tidak ada perbedaan pendapat di dalamnya, akan tetapi dia wajib
membayar fidyah.
Imam Ibnu Munzir telah menukilkan ijma’ tentang ini, yaitu tentang
diperbolehkannya berbuka, tidak disyaratkan mencapai batas bagi
seseorang yang tidak kuat lagi berpuasa, namun cukuplah ia merasa kepayahan ketika melakukannya. Ada pendapat bahwa (lanjut usia) adalah
penyakit, dengan dalil ”Tidaklah Allah swt menurunkan penyakit kecuali pasti menurunkan untuknya obat selain pikun”. Untuk ukuran fidyah yang difahami oleh Muhammadiyah adalah satu mud yang nilainya kurang lebih 0,5 liter.
3. Orang yang kelaparan, kehausan & takut binasa
Para ulama berkata, ”Barang siapa kelaparan dan kehausan sehingga
khawatir binasa maka ia harus berbuka meskipun dalam keadaan sehat dan tidak safar”, berdasarkan firman Allah swt
ولا تقتلوا انفسكم انٌ الله كان عليكم رحيما ( النسأ: 29
”Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu”. (QS. an-Nisa: 29).
ولا تلقوا بايديكم الى التهلكة ( البقرة: 195
”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”.(QS. al-Baqarah 195).
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
”Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”. (QS. al-Hajj: 78).
Untuk orang yang kelaparan, kehausan dan takut binasa, maka ia wajib mengqadha puasanya sebagaiman halnya orang sakit.
4. Perempuan hamil & menyusui
Perempuan ketika hamil terkadang merasa khawatir terhadap dirinya dengan merasa payah dalam menjalankan puasa atau juga khawatir terhadap bayi yang dikandungnya, begitu juga dengan keadaan orang yang menyusui. Para
Ahli Fiqih sepakat bahwa keduanya berhak untuk berbuka, sebagaimana sabda Nabi saw: ”Sesungguhnya Allah mencabut puasa dan separuh shalat dari musafir serta mencabut puasa dari perempuan hamil dan menyusui”.
(HR. Nasa’i & Ibnu Majah).
Mayoritas Ahli Fiqih memperlakukan kedua orang ini sebagaimana orang sakit sehingga keduanya berbuka dan mengqadha, akan tetapi Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Sirin dan kalangan tabi’in berpendapat bahwa mereka
harus membayar fidyah dan tidak usah mengqadha. Ibnu Abbas meriwayatkan, dikatakan bahwa ia pernah menyuruh anak perempuannya yang tengah hamil
agar berbuka di bulan Ramadhan, ia berkata ”kamu sama dengan orang tua renta yang tidak mampu berpuasa, karenanya berbukalah dan berilah makan orang miskin setiap hari ½ sho gandum.
Ibnu Katsir menuturkan (1215) bahwa tentang kedua uzur ini banyak perselisihan pendapat, ia berkata: ”sebagian berpendapat bahwa keduanya berbuka, membayar fidyah dan dan mengqadha dan sebaian ulama yang lain lagi mengharuskan mengqadha tanpa harus membayar fidyah.
5. Orang yang mati meninggalkan hutang puasa
Bagi orang yang mati namun meninggalkan hutang puasa maka hutang dari puasanya tersebut diqadhakan oleh walinya, sebagaimana hadis marfu’ dari
Aisyah ra.
من مات وعليه صيام صام عنه وليَه
”Barang siapa meninggal dunia sedangkan ia memiliki tanggungan puasa maka walinya wajib berpuasa untuknya!”. (al-Bazzar meriwayatkan dengan tambahan ” jika ia mau”)
Memberi makan kepada fakir miskin untuk mayit dengan menggunakan harta peninggalannya sebanyak hari-hari yang ditinggalkan tanpa puasa, karena ia berhutang kepada Allah yang berhubungan dengan peninggalannya.
Sebagian ulama mensyaratkan adanya wasiat untuk itu dari si mayit, jika tidak ada maka harta peninggalannya tidak boleh dipergunakan sedikit pun
karena ia hak ahli waris.
********************************
3 Tata Cara Puasa Ramadhan Yang Baik & Benar Dari Rasulullah
Menjalankan ibadah puasa dibulan suci ramadhan yang baik dan benar tentu kita harus mencontoh cara rasulullah SAW dalam puasa dibulan ramadhan,
karena rasulullah SAW merupakan contoh yang paling baik dan benar untuk seluruh umat muslim. Semakin kita dapat menyesuaikan cara kita berpuasa dengan tuntunan beliau rasulullah SAW, maka semakin tinggi nilaipahala
kita disisi Allah SWT.
Dalam kesempatan yang berbahagia ini akan sedikit merangkum tentang tata cara puasa ramadhan yang baik & benar dari rasulullah, sebenarnya tata cara mengerjakan puasa ramadhan sangat sederhana sekali, bahkan beliau jika ingin berbuka hanya dengan makan kurma dan minum air putih saja.
Adapun hal-hal maupun cara berpuasa yang baik dapat anda simak dibawah ini.
Tata Cara Puasa Ramadhan Yang Baik & Benar Dari Rasulullah
1. Bersahur
Apabila hendak ingin mengerjakan puasa di bulan ramadhan, bagi
menjalankan dianjurkan untuk makan (sahur). Maka sahur tersebut lebih baik ketika waktu menjelang masuk imsak kurang lebih 15 menit sebelum waktu subuh.
Apabila belum berniat , maka segeralah berniat disaat hendak ingin makan dengan cara membaca doa niat puasa, dan jangan makan terlalu kenyang.
Sesudah makan sahur tunggulah waktu sholat subuh tiba, sambil
mengamalkan dengan membaca kitab suci Al-Qur’an.
2. Waktu Puasa
Terbit fajar mulailah berpuasa dengan menahan lapar serta haus, selain itu juga menahan segala perbuatan-perbuatan mendatangkan dosa maupun
merusak pahala ramadhan sampai terbenam matahari (adzan mahgrib).
Ketika menjalankan puasa harus menjaga perkataan, jadi tidak boleh untuk mengatakan perkataan kotor, memperguncingkan kejelekan, teman, tetangga, berkhianat, berbohong, bertengkar dan segala kejelekan lainnya. Sebab perbuatan seperti itu tentu dapat membatalkan serta tidak ada faedahnya.
3. Berbuka
Berbuka berarti kita mengakhiri puasa kita dihari itu, makan dan minum akan membuat tubuh kita akan kembali sehat dan kuat, oleh sebab itu segeralah berbuka apabila telah terdengar adzan mahgrib tiba, namun sebelum ingin berbuka , maka hendaklah niat terlebih dahulu dengan cara doa berbuka puasa.
Makanlah terlebih dahulu dengan buah-buahan manis dan menumlah segelas air putih, sebelum ingin makan yang lainnya seperti nasi. Dan jangan untuk makan maupun minum secara berlebihan seperti melampiasakan rasa lapar serta haus, karena makan dan minum secara berlebihan ketika berbuka akan memperlihatkan kerakusan. Hal tersebut akan menghilangkan
kerbekahan serta dapat membahayakan kesehatan.
Itulah sedikit tata cara sederhana mengerjakan puasa ramadhan yang baik & benar sesuai tuntunan rasulullah SAW. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
BAGAIMANA TATA CARA PUASA SENIN KAMIS?
Assalamualaikum wr. wb., yang terhormat Bunda Neno, semoga Bunda dalam lindungan Tuhan yang Maha Esa, Amin. Bunda, saya punya pertanyaan yang selalu mengganjal di pikiran saya selama ini. Bunda, bagaimana tata cara melaksanakan puasa Senin-Kamis? Karena di tempat saya ada 2 cara
melakukan puasa Senin-Kamis, yang pertama jika kita sahur jam 4 sore, maka buka puasanya juga jam 4 sore. Tapi ada juga yang puasa Senin-Kamis dijalankan seperti puasa ramadhan. Jadi kalau seperti ini saya bingung mau dengar yang mana. Soalnya teman-teman ada yang bilang ini-itu, bikin
saya terganggu. Sekian surat dari saya dan mohon dijawab. Terima kasih.
Jawaban diasuh oleh bunda Neno Warisman :
Wa’alaikum salam wr wb. Jasmine, terima kasih dan jazakillahu khaira
atas do’amu untuk aku ya. Begini, waktu berpuasa ialah dari waktu fajar sampai Maghrib, yaitu terbenamnya matahari, sebagaimana disebutkan dalam
surah Al-Baqarah ayat ke 187 yang artinya: “Makan dan minumlah kalian sehingga jelas bagi kalian benang yang putih dari benang yang hitam, (yaitu) waktu fajar. Lalu, sempurnakanlah puasa sehingga waktu malam.”
Demikian juga dalam hadits-hadits yang shahih disebutkan bahwa puasa itu dimulai pada waktu fajar dan diakhiri pada waktu Maghrib. Dan ketentuan ini berlaku bagi puasa Ramadhan, puasa Senin-Kamis, dan juga semua puasa
yang lain. Itulah satu-satunya cara yang benar. Demikian jawabanku,
semoga kamu bisa memahaminya.
*****************************
Tata Cara Puasa Syawal
Puasa Syawal kita tahu memiliki keutamaan yang besar yaitu
mendapat pahala puasa setahun penuh. Namun bagaimanakah tata cara melakukan puasa Syawal? Keutamaan Puasa Syawal Kita tahu bersama bahwa …
Puasa Syawal kita tahu memiliki keutamaan yang besar yaitu mendapat pahala puasa setahun penuh. Namun bagaimanakah tata cara melakukan puasa Syawal?
Keutamaan Puasa Syawal
Kita tahu bersama bahwa puasa Syawal itul punya keutamaan, bagi yang berpuasa Ramadhan dengan sempurna lantas mengikutkan puasa 6 hari di bulan Syawal, maka ia akan mendapatkan pahala puasa setahun penuh. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164).
Itulah dalil dari jumhur atau mayoritas ulama yag menunjukkan sunnahnya puasa Syawal. Yang berpendapat puasa tersebut sunnah adalah madzhab Abu Hanifah, Syafi’i dan Imam Ahmad. Adapun Imam Malik memakruhkannya. Namun sebagaimana kata Imam Nawawi rahimahullah, “Pendapat dalam madzhab Syafi’i yang menyunnahkan puasa Syawal didukung dengan dalil tegas ini.
Jika telah terbukti adanya dukungan dalil dari hadits, maka pendapat
tersebut tidaklah ditinggalkan hanya karena perkataan sebagian orang.
Bahkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah ditinggalkan walau mayoritas atau seluruh manusia menyelisihinya. Sedangkan ulama yang khawatir jika puasa Syawal sampai disangka wajib, maka itu sangkaan yang sama saja bisa membatalkan anjuran puasa ‘Arafah, puasa ‘Asyura’ dan puasa sunnah lainnya.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51)
Seperti Berpuasa Setahun Penuh
Kenapa puasa Syawal bisa dinilai berpuasa setahun? Mari kita lihat pada hadits Tsauban berikut ini,
عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- أَنَّهُ قَالَ « مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ
فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا) »
Dari Tsauban, bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Barangsiapa berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah Idul Fithri,
maka ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Karena siapa saja yang melakukan kebaikan, maka akan dibalas sepuluh kebaikan semisal.” (HR. Ibnu Majah no. 1715. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini
shahih).
Disebutkan bahwa setiap kebaikan akan dibalas minimal dengan sepuluh kebaikan yang semisal. Ini menunjukkan bahwa puasa Ramadhan sebulan penuh akan dibalas dengan 10 bulan kebaikan puasa. Sedangkan puasa enam
hari di bulan Syawal akan dibalas minimal dengan 60 hari (2 bulan)
kebaikan puasa. Jika dijumlah, seseorang sama saja melaksanakan puasa 10 bulan + 2 bulan sama dengan 12 bulan. Itulah mengapa orang yang melakukan puasa Syawal bisa mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh.
Tata Cara Puasa Syawal
1- Puasa sunnah Syawal dilakukan selama enam hari
Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa puasa Syawal itu dilakukan selama enam hari. Lafazh hadits di atas adalah: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164).
Dari hadits tersebut, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berkata,
“Yang disunnahkan adalah berpuasa enam hari di bulan Syawal.” (Syarhul
Mumti’, 6: 464).
2- Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak
mengapa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Para fuqoha berkata bahwa yang lebih utama, enam hari di atas dilakukan setelah Idul Fithri (1 Syawal) secara langsung. Ini menunjukkan bersegera dalam melakukan kebaikan.” (Syarhul Mumti’, 6: 465).
3- Lebih utama dilakukan secara berurutan namun tidak mengapa jika dilakukan tidak berurutan.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin juga berkata, “Lebih utama puasa Syawal dilakukan secara berurutan karena itulah yang umumnya lebih mudah. Itu pun tanda berlomba-lomba dalam hal yang diperintahkan.” (Idem)
4- Usahakan untuk menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu agar
mendapatkan ganjaran puasa Syawal yaitu puasa setahun penuh.
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Siapa yang mempunyai
kewajiban qodho’ puasa Ramadhan, hendaklah ia memulai puasa qodho’nya di bulan Syawal. Hal itu lebih akan membuat kewajiban seorang muslim menjadi gugur. Bahkan puasa qodho’ itu lebih utama dari puasa enam hari
Syawal.” (Lathoiful Ma’arif, hal. 391).
Begitu pula beliau mengatakan, “Siapa yang memulai qodho’ puasa Ramadhan terlebih dahulu dari puasa Syawal, lalu ia menginginkan puasa enam hari di bulan Syawal setelah qodho’nya sempurna, maka itu lebih baik. Inilah yang dimaksud dalam hadits yaitu bagi yang menjalani ibadah puasa
Ramadhan lalu mengikuti puasa enam hari di bulan Syawal. Namun pahala puasa Syawal itu tidak bisa digapai jika menunaikan qodho’ puasanya di bulan Syawal. Karena puasa enam hari di bulan Syawal tetap harus dilakukan setelah qodho’ itu dilakukan.” (Lathoiful Ma’arif, hal. 392).
5- Boleh melakukan puasa Syawal
pada hari Jum’at dan hari Sabtu.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa dimakruhkan berpuasa pada hari Jum’at secara bersendirian. Namun jika diikuti puasa sebelum atau sesudahnya atau bertepatan dengan
kebiasaan puasa seperti berpuasa nadzar karena sembuh dari sakit dan bertepatan dengan hari Jum’at, maka tidaklah makruh.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhaddzab, 6: 309).
Hal ini menunjukkan masih bolehnya berpuasa Syawal pada hari Jum’at karena bertepatan dengan kebiasaan.
Adapun berpuasa Syawal pada hari Sabtu juga masih dibolehkan sebagaimana puasa lainnya yang memiliki sebab masih dibolehkan dilakukan pada hari Sabtu, misalnya jika melakukan puasa Arafah pada hari Sabtu. Ada fatwa dari Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia berikut ini.
Soal:
Kebanyakan orang di negeri kami berselisih pendapat tentang puasa di hari Arafah yang jatuh pada hari Sabtu untuk tahun ini. Di antara kami ada yang berpendapat bahwa ini adalah hari Arafah dan kami berpuasa karena bertemu hari Arafah bukan karena hari Sabtu yang terdapat larangan berpuasa ketika itu. Ada pula sebagian kami yang enggan berpuasa ketika itu karena hari Sabtu adalah hari yang terlarang untuk diagungkan untuk menyelisihi kaum Yahudi. Aku sendiri tidak berpuasa ketika itu karena pilihanku sendiri. Aku pun tidak mengetahui hukum syar’i mengenai hari tersebut. Aku pun belum menemukan hukum yang jelas mengenai hal ini. Mohon penjelasannya.
Jawab:
Boleh berpuasa Arafah pada hari Sabtu atau hari lainnya, walaupun tidak ada puasa pada hari sebelum atau sesudahnya, karena tidak ada beda dengan hari-hari lainnya. Alasannya karena puasa Arafah adalah puasa yang berdiri sendiri. Sedangkan hadits yang melarang puasa pada hari Sabtu adalah hadits yang lemah karena mudhtorib dan menyelisihi hadits yang lebih shahih. (Fatwa no. 11747. Ditandatangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi dan Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan).
Semoga Allah memudahkan kita untuk melakukan puasa Syawal ini setelah sebelumnya berusaha menunaikan puasa qodho’ Ramadhan. Hanya Allah yang
memberi hidayah untuk terus beramal sholih.
Komentar
Posting Komentar