Amalan hari Arba Mustamir bulan Safar
Amalan di hari Arba Mustamir bulan Safar
A. Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan salah satu keajaiban utama dalam Islam. Keajaiban Ilahiyah ini terus teraktualisasikan lagi dan lagi, tidak hanya dalam bentuk visual dan material melainkan juga dalam bentuk verbal sebagai pengucapan. Kalimat-kalimatnya dikumandangkan berulang-ulang di mesjid-mesjid, dalam berbagai pelajaran, hafalan, serta doa-doa pengikutnya. Bagi orang awam, teks-teksnya bisa dijadikan jimat atau sebagai penolak bala.
Pada beberapa kasus lain, ayat-ayat al-Qur’an digunakan demi kepentingan tertentu dengan mengharap akan berkahnya. Para ibu memasak sambil membaca ayat tertentu dengan harapan makanannya lezat dan enak
dinikmati. Bahkan pada suatu masyarakat tertentu di Kalimantan
Selatan, jika membaca ayat al-Qur’an tertentu saat maunjun maka hasil pancingannya bisa dipastikan dapat banyak.
Demikian hanya salah satu dari fungsi al-Qur’an. Terlepas dari semua itu satu yang dapat disimpulkan bahwa bagi umat Islam, al-Qur’an memiliki kekuatan yang sangat besar yang berpengaruh dalam kehidupan sehari-harinya.
Amalan di hari Arba Mustamir bulan Safar 2
Menelisik lebih dalam mengenai resepsi umat Islam terhadap al-Qur’an, pembahasan kali ini akan dikhususkan pada sampel yang lebih sempit yaitu tentang bagaimana masyarakat Islam Banjar terutama yang tinggal di desa Matang Ginalon Pandawan mengaktualisasikan ayat-ayat al-Qur’an, terkait pandangan mereka menyambut Arba Mustamir di bulan Shafar.
B. Mengenal Arba Mustamir dalam Bulan Shafar; Sebuah Pengantar.
Shafar adalah nama bulan kedua dalam kalender Islam yang berdasar pada tahun Qamariah (baca: tahun Hijriyah). Menurut bahasa, Shafar
menunjukkan pada makna kosong, ada pula yang mengartikannya kuning.
Dinamakan Shafar berdasarkan pada kebiasaan orang-orang Arab zaman dulu yang suka meninggalkan tempat kediaman atau rumah mereka (sehingga kosong) untuk berperang ataupun bepergian jauh. Antara
peristiwa-peristiwa penting yang berlaku dalam sejarah Islam pada bulan ini ialah Peperangan Al-Abwa pada tahun kedua Hijrah, Peperangan Zi-Amin tahun ketiga Hijrah dan Peperangan Ar-Raji (Bi’ru Ma’unah) pada tahun keempat Hijrah.
Ada pula yang menyatakan bahwa nama Shafar diambil dari nama suatu jenis penyakit sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu, yakni penyakit shafar yang bersarang di dalam perut akibat
dari adanya sejenis ulat besar yang sangat berbahaya. Itulah sebabnya
mereka menganggap bulan Shafar sebagai bulan yang penuh dengan
kejelekan. Pendapat lain menyatakan bahwa Shafar adalah sejenis angin berhawa panas yang menyerang bagian perut dan mengakibatkan orang yang
terkena menjadi sakit.
Terlepas dari semua itu, banyak kalangan dari umat Islam menganggap bahwa bulan Shafar sebagai bulan kesialan, seperti yang terjadi pada masyarakat Banjar umumnya, dan Matang Ginalon khususnya. Pemahaman akan
kepercayaan ini sering mereka aplikasikan dengan untuk melakukan kegiatan-kegiatan penting di bulan Shafar, misalnya perkawinan, batajak rumah, madam, memulai usaha (dagang, bercocok tanam), mendulang (emas atau intan), dan sebagainya.
Sebab, ujung dari semua kegiatan tersebut dalam sebagian pemahaman mereka biasanya adalah kegagalan atau kesusahan, dan khusus bagi mereka
yang mendulang sangat rentan terkena racun atau wisa kuning.
Anggapan ini akan semakin menguat jika bertemu dengan hari Rabu terakhir bulan Shafar yang biasa mereka sebut dengan Arba Mustamir atau dalam bahasa Jawa disebut Rabu Wekasan. Dalam anggapan masyarakat, kesialan
bulan Shafar akan semakin meningkat jika bertemu dengan Rabu terakhir tersebut sebab berdasarkan sebuah referensi klasik disebutkan bahwa Allah telah menurunkan 3333 jenis penyakit pada hari Rabu terakhir bulan
Shafar.
Adapun menurut Imam Abdul Hamiid Quds, seorang `ulama besar, mufti dan imam Masjidil Haram Makkah pada awal abad 20 dalam bukunya “Kanzu
al-Najah wa al-Suraar fi Fadhail al-Azmina wa al-Syuhaar” mengatakan,
“Banyak Wali Allah yang mempunyai pengetahuan spiritual telah menandai bahwa setiap tahun, 320 ribu penderitaan (Baliyyat) jatuh ke bumi pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar.” Hari itu dianggap sebagai hari yang sangat berat dibandingkan hari-hari lain sepanjang tahun. Beberapa ulama
mengatakan bahwa ayat al-Quran, “Yawma Nahsin Mustamir” yakni “Hari berlanjutnya pertanda buruk” merujuk pada hari tersebut.
Hawash Abdullah (1982) dalam bukunya Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara menulis bahwa dalam kitab-kitab Islam memang
banyak yang menyebut adanya ‘bala’ yang diturunkan pada bulan Shafar.
Misalnya, Syekh Muhammad bin Ismail Daud al-Fathani menyalin perkataan ulama dalam kitabnya Al-Bahjatul Mardhiyah tentang turunnya bala di bulan Safar. Hal yang demikian disebutkan pula dalam kitab Al-Jawahir
bahwa diturunkan bala pada tiap-tiap tahun sebanyak 320.000 bala dan sekalian pada hari Rabu yang terakhir pada bulan Safar, maka hari itu terlebih payah daripada setahun”. Tulisan tentang bala yang diturunkan pada bulan Shafar ini juga bisa ditemukan dalam kitab Jam’ul Fawaaid, tulisan Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan menimpa, menjadi semacam kebiasaan bagi orang Banjar untuk melakukan hal-hal tertentu untuk menghindari kesialan pada hari itu, misalnya:
1. Shalat sunnat disertai dengan pembacaan doa tolak bala
2. Selamatan kampung, biasanya disertai dengan menulis wafak di atas piring kemudian dibilas dengan air, seterusnya dicampurkan dengan air di dalam drum supaya bisa dibagi-bagikan kepada orang banyak untuk diminum
3. Mandi Safar untuk membuang sial, penyakit, dan hal-hal yang tidak baik. Menurut informasi, kebiasaan mandi Safar ini dilakukan oleh mereka yang berdiam di daerah pinggiran sungai atau batang banyu.
4. Tidak melakukan atau bepergian jauh
5. Tidak melakukan hal-hal yang menjadi pantangan atau pamali, dan sebagainya.
Bagi orang Jawa, untuk menyambut Rabu Wekasan biasanya dilakukan dengan membuat kue apem dari beras, kue tersebut kemudian dibagi-bagikan dengan tetangga. Ini dimaksudkan sebagai sedekah dan tentu saja untuk menolak
bala. Karena ada hadits Nabi SAW yang menyatakan bahwa “sedekah dapat menolak bala”.
Beberapa amalan yang umumnya dibaca oleh masyarakat Banjar pada hari Arba Mustamir itu adalah:
a. Syahadatain ( 3x ).
b. Astaghfirullah ( 300x ).
c. Ayatul Kursi (7x).
d. Surah Al Fil (7x).
Namun pada komunitas kecil, ada amalan-amalan khusus selain yang
tersebut di atas, seperti yang terjadi di desa Matang Ginalon Pandawan
Kab. HST, masyarakatnya mengamalkan doa/tasbih Nabi Yunus Laa Ilaha Illa
Anta Subhanaka Inni Kuntu min al-Zhalimin sebanyak 2375x.
C. Deskripsi Tradisi Amalan di hari Arba Mustamir bulan Safar
1. Asal-Usul Amalan di hari Arba Mustamir bulan Safar
Pembacaan ini bermula tak lama setelah bermukimnya seorang busu di desa Matang Ginalon sekitar akhir tahun 1998. Sebelum
kedatangan beliau, awalnya desa ini sangat sepi dari berbagai kegiatan
keagamaan, bahkan langgar pun hanya diisi beberapa orang yang dapat dikatakan sudah udzur – untuk tidak mengatakan hanya diisi dua orang yang berfungsi sebagai imam dan makmum. Kebanyakan warga lebih suka beribadah di rumah masing-masing seadanya, paling banter hanya tradisi
Yasinan yang masih dipertahankan karena memang sudah menjadi kegiatan turun-temurun. Namun dengan kehadiran Busu tersebut, ruh-ruh keislaman di desa ini mulai bangkit.
Di langgar, beliau bertindak sebagai imam. Warga yang kebanyakan
tertarik dengan lantunan ayat-ayat al-Qur’an yang beliau bawakan ketika shalat, kebetulan karena beliau juga seorang huffazh 30 juz, sedikit demi sedikit tergugah hatinya untuk ikut shalat berjama’ah di langgar.
Tak hanya sampai di situ usaha beliau membangkitkan ghirah keislaman masyarakat Matang Ginalon, setiap hari ba’da shubuh beliau rutin memberikan ceramah yang berisi nasehat dan pengajaran-pengajaran agama.
Karena disampaikan dengan simpatik, pengajaran yang beliau berikan ini membuka arah baru kehidupan beragama masyarakat Matang Ginalon. Lama kelamaan, masyarakat semakin rajin menimba ilmu agama khususnya kepada
beliau. Pembelajaran yang beliau berikan itu kadang-kadang juga
diselingi dengan pemberian amalan-amalan baik secara lisan saja atau tertulis yang mengandung keutamaan tertentu jika dibaca oleh
pengamalnya, semisal bacaan ketika malam nishfu Sya’ban, bacaan ketika puasa Ramadhan, bahkan amalan setelah shalat yang diniatkan untuk kepentingan tertentu.
Terkait bacaan Laa Ilaha Illa Anta Subhanaka Inni Kuntu min al-Zhalimin atau yang sering disebut dengan doa/tasbih nabi Yunus ini dianggap mampu memberikan keselamatan dan rasa aman dari bala’, bencana, dan kesusahan
selama setahun. Dengan berpegang pada keutamaan tersebut, Busu
Syarkawi mengajarkan amalan tersebut untuk dibaca di bulan Shafar, khususnya di hari Arba Mustamir yang waktunya dari terbenamnya matahari
hari Selasa hingga terbitnya matahari Kamis pagi. Diduga beliau
bahwa diantara waktu tersebutlah, bala-bala akan diturunkan. Diharapkan dengan membaca doa/tasbih tersebut, Allah akan menjauhkan hamba-Nya dari
segala bala, bencana, dan kesusahan yang ada sebagaimana Allah menyelamatkan Nabi Yunus dari perut ikan paus yang menelannya.
Jadi, kapan tepatnya tradisi ini muncul dapat dikatakan kurang jelas, hanya saja dapat diketahui secara pasti bahwa amalan ini muncul diprakarsai oleh Busu Syarkawi yang mulai bermukim akhir tahun 1998 di desa Matang Ginalon.
1. Pelaksanaan Kegiatan Amalan di hari Arba Mustamir bulan Safar
Amalan tersebut lebih baiknya diamalkan setiap hari secara rutin jika dimungkinkan, atau jika tidak demikian sejak awal bulan Shafar, amalan ini dilakukan. Adapun terkait Arba Mustamir dengan jumlah bacaan 2375x
hendaknya dibaca dalam sekali duduk selesai karena lebih utama. Namun tidak ada larangan jika dibaca dalam beberapa kali asalkan dalam waktu yang telah ditentukan yaitu antara terbenamnya matahari hari Selasanya hingga terbitnya matahari Kamis pagi.
Walaupun dilakukan secara perorangan, kebanyakan warga Matang Ginalon mengamalkannya di rumah masing-masing -penulis tidak menafikan ada beberapa orang yang melakukannya bersama-sama di langgar, kebanyakan golongan tua-. Para warga kebanyakan masih berpikiran bahwa lebih baik tidak keluar rumah kalau tidak ada keperluan mendesak atau karena
tuntutan pekerjaan di hari itu. Bagi yang saat itu memang harus keluar
rumah, pasti dalam hati berdoa agar tidak tertimpa apa-apa saat
melakukan aktivitas.
Bahkan saking pentingnya amalan tersebut, para orang tuapun tidak lupa untuk mengajarkannya juga pada anak-anaknya, meski anak-anak tersebut kadang tidak sanggup membaca sebanyak 2375x, hanya semampunya.
Berdasarkan pengalaman penulis sendiri, orang tua penulis tidak segan menelpon penulis yang memang studi jauh dari rumah, sekedar hanya untuk mengingatkan agar tidak lupa untuk membacanya.
1. Dasar/Landasan Pelaksanaan Amalan di hari Arba Mustamir bulan Safar
Para ulama yang mengajarkan doa nabi Yunus ini berpegang pada sabda Nabi SAW:
أخبرنا أبو عبد الله محمد بن عبد الله الزاهد الأصبهاني ، ثنا أبو بكر عبد
الله بن محمد بن عبيد القرشي ، ثنا الحسن بن حماد الضبي ، ثنا محمد بن
الحسن بن الزبير الهمداني ، ثنا جعفر بن محمد بن علي بن الحسين ، عن أبيه ،
عن جده ، عن علي رضي الله عنهم ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
« الدعاء سلاح المؤمن ، وعماد الدين ، ونور السماوات والأرض » « هذا حديث
صحيح ، فإن محمد بن الحسن هذا هو التل أو هو صدوق في الكوفيين »[17]
Terlebih lagi doa ini adalah doa seorang nabi, yaitu nabi Yunus yang
ketika itu dicoba Allah dengan berada di perut Paus.
Berada di dalam perut paus tentunya bukanlah suatu hal yang menyenangkan tetapi dapat dikatakan musibah bencana, hanya Allah-lah yang mampu menolongnya. Oleh karena itu, berserah diri dan memohon pertolongan Allah adalah jalan keluar satu-satunya ketika itu. Terkait bulan Shafar yang diduga merupakan bulan dimana banyak penderitaan diturunkan, jika
itu memang benar, maka doa Nabi Yunus tersebut sangat cocok dengan keadaan di bulan itu. Doa nabi Yunus tersebut walaupun pendek tetapi mengandung tiga hal yang bermakna sangat besar yaitu:
Pertama: menunjukkan atas tauhid --tauhid uluhiyah--, yang dengannya Allah SWT mengutus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, dan dengannya pula berdiri surga dan neraka: "La Ilaha Illa Anta" "Tidak ada tuhan
(yang berhak di sembah) selain Engkau".
Kedua: menunjukkan pembersihan Allah SWT dari seluruh kekurangan. Ini adalah makna tasbih yang dilakukan langit dan bumi dan seluruh makhluk.
Karena segala sesuatu bertasbih dengan memuji-Nya. "Subhaanaka" "Maha Suci Engkau".
Ketiga: Menunjukkan pengakuan atas dosa yang dilakukan. Tidak
menjalankan hak Rabbnya dengan sempurna serta menzhalimi diri sendiri karena sikapnya itu. "Inni kuntu mina al- zhaalimiin" "Sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim" Ungkapan ini adalah sebuah
pengakuan tanda taubat.
Memenuhi diri dengan tauhid disertai tasbih dan taubat, niscaya Allah akan selalu memberikan perlindungan pada hamba-Nya tersebut dari segala
marabahaya, kesulitan, dan berbagai penderitaan yang ada. Buktinya Allah menjawab doa nabi Yunus ini dengan ungkapan sebagai berikut:
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ (88)
"Maka Kami telah memperkenankan do'anya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman."
(QS. al Anbiya: 88)
Ini merupakan salah satu contoh pengajaran pada umat Islam agar ketika mendapat kesulitan untuk selalu berdoa dengan kata-kata yang mengandung tiga hal ini: peng-esaan, pembersihan dan pengakuan taubat. Dalam hadits
yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, Rasul bersabda:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ
بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَعْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْوَةُ
ذِي النُّونِ إِذْ دَعَا وَهُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنْ
الظَّالِمِينَ فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ[20]
Banyak lagi hadis yang menyatakan tentang keutamaan doa ini, diantaranya adalah
حدثنا الزبير بن عبد الواحد الحافظ ، ثنا محمد بن الحسن بن قتيبة العسقلاني
، ثنا أحمد بن عمرو بن بكر السكسكي ، حدثني أبي ، عن محمد بن زيد ، عن سعيد
بن المسيب ، عن سعد بن مالك رضي الله عنه ، قال : سمعت رسول الله صلى الله
عليه وسلم يقول : « هل أدلكم على اسم الله الأعظم الذي إذا دعي به أجاب ،
وإذا سئل به أعطى ؟ الدعوة التي دعا بها يونس حيث ناداه في الظلمات الثلاث
، لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين » . فقال رجل : يا رسول الله
، هل كانت ليونس خاصة أم للمؤمنين عامة ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه
وسلم : « ألا تسمع قول الله عز وجل : ( ونجيناه من الغم ، وكذلك ننجي
المؤمنين ) » وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « أيما مسلم دعا بها في
مرضه أربعين مرة فمات في مرضه ذلك أعطي أجر شهيد ، وإن برأ برأ ، وقد غفر
له جميع ذنوبه »[21]
Hadis lainnya juga diriwayatkan oleh al-Hakim, yaitu:
فأخبرنا أبو عبد الله الصفار ، ثنا ابن أبي الدنيا ، حدثني عبيد بن محمد ،
ثنا محمد بن مهاجر القرشي ، حدثني إبراهيم بن محمد بن سعد ، عن أبيه ، عن
جده ، قال : كنا جلوسا عند النبي صلى الله عليه وسلم ، فقال : « ألا أخبركم
بشيء إذا نزل برجل منكم كرب ، أو بلاء من بلايا الدنيا دعا به يفرج عنه ؟ »
فقيل له : بلى ، فقال : « دعاء ذي النون : لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت
من الظالمين »[22]
Dari beberapa hal di atas, sebenarnya poin yang terpenting yang ingin diajarkan dalam pembacaan doa nabi Yunus tersebut adalah dzikir pada
Allah, selalu mengingat-Nya di setiap waktu, selalu memohon perlindungan dan ampun pada-Nya niscaya Allah pun akan menjaga-Nya, sebagaimana Ibnu Abbas RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya aku
mengajarkan beberapa kalimat kepadamu. Peliharalah Allah niscaya engkau mendapatkan-Nya di hadapanmu. Kenalilah Allah di waktu senang, niscaya Dia mengenalmu di waktu kesempitan.''
D. Analisis Amalan di hari Arba Mustamir bulan Safar
Bulan Shafar khususnya hari Arba Mustamirnya telah menjadi momok yang menakutkan bagi beberapa kalangan umat Islam, terutama masyarakat Banjar umumnya dan Matang Ginalon khususnya. Masih berkembang anggapan bahwa
bulan tersebut penuh kesialan apalagi jika bertemu dengan hari Rabu terakhirnya maka kesialan akan bertambah. Untuk menangkal kesialan tersebut, mereka percaya ada amalan-amalan tertentu yang bisa dibaca dan yang lebih penting mereka tidak keluar rumah pada hari itu.
Sejauh penilaian penulis, mengamalkan secara rutin bacaan tertentu dari ayat-ayat al-Qur’an itu merupakan perbuatan yang baik dan sah-sah saja dilakukan. Namun mengenai kepercayaan bahwa bulan Shafar adalah bulan kesialan apalagi hari Rabu terakhirnya sehingga harus dilakukan
amalan-amalan tertentu untuk menangkalnya, maka penulis tidak sependapat sama sekali.
Anggapan bahwa bulan Safar adalah bulan yang tidak baik, memang dipahami secara umum oleh orang-orang Melayu sebagaimana paham yang dipercayai orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu. Khusus bagi masyarakat Banjar, mereka beranggapan bulan Shafar sebagai bulan “panas dan sial”,
ini bisa menjelaskan dengan beberapa hal berikut:
Pertama, menjadi semacam kebiasaan dalam masyarakat Banjar khususnya orang-orang tertentu yang menguasai ilmu sihir (semacam guna-guna,
teluh, santet, atau parang maya) melakukan ritual khusus untuk
mengirimkan ilmunya kepada orang lain dengan tujuan tertentu pada bulan Shafar. Pada bulan Shafar, ilmu yang mereka lepas tersebut lebih ampuh dibanding pada bulan yang lain, dan orang yang terkena ilmu itupun akan susah untuk disembuhkan. Jika tujuan pelepasan ilmu untuk membuat orang
yang terkena sakit maka akan sakit, jika untuk membuat orang terpikat
maka akan terpikat, bahkan keampuhan pikatan tersebut bisa membuat orang yang terkena tergila-gila, dan seterusnya.
Kedua, orang Banjar adalah orang yang memiliki keterikatan kuat dengan
dunia gaib, karena itu pada orang Banjar (hingga sekarang) masih ditemui
mereka-mereka yang memiliki hubungan khusus dengan orang gaib atau orang
halus (yang terdiri dari bangsa jin atau orang-orang terkenal zaman dulu
yang berpindah tempat dan menjadi orang gaib, misalnya raja-raja Banjar,
orang sakti, datu-datu, dan sebagainya), melalui pengakuan sebagai
keturunan (tutus) ataupun bagampiran. Hubungan dengan dunia gaib
tersebut juga terjalin melalui benda-benda tertentu yang terkadang
mereka warisi secara turun-temurun, misalnya keris, besi tuha, minyak,
dan sebagainya. Bahkan perwujudan dari hubungan tersebut juga ada berupa
“peliharaan gaib” yang menjadi sahabat mereka, misalnya berupa buaya
atau ular gaib. Baik benda ataupun peliharaan gaib yang menjadi media
penghubungan dan keterikatan orang Banjar dengan dunia gaib tersebut
tidak semuanya membawa aroma positif, sebagian di antaranya ada pula
yang membawa aroma magis negatif. Benda-benda atau peliharaan gaib
tersebut biasanya minta dijaga, dipelihara, dan diberi makan melalui
ritual-ritual tertentu. Apabila yang bersepakat menjaga dan memelihara
dia lupa memberi makan atau menyediakan sesuatu yang sudah
dipesankannya, biasanya ada salah seorang anggota keluarganya yang jatuh
sakit, kesurupan, bahkan semacam terkena “kutukan”, misalnya mati
tenggelam, hilang di tengah hutan, tersesat di alam gaib, di sambar
buaya, dan sebagainya, sesudah sebelumnya diberi tanda. Ritual untuk “memberi makanan gaduhan” ini dilakukan satu tahun sekali, dan biasanya pada bulan Shafar.
Ketiga, ada pula yang meyakini, bahwa sebagian dari benda-benda gaib tersebut tidak memiliki tuan yang menjaga, memelihara, dan memberi mereka makan sebagai gaduhan, benda-benda gaib ini bersifat liar.
Akibatnya, karena tidak ada yang menggaduh dan melaksanakan ritual memberi makan kepada mereka, mereka akhirnya mencari sendiri. Bulan pelepasan dan kebebasan mereka diyakini oleh orang Banjar pada bulan
Shafar, itulah sebabnya pituah (baca: nasihat) orang bahari kepada sanak keluarga mereka untuk selalu hati-hati dan waspada jika menghadapi atau
memasuki bulan Shafar.
Keempat, orang Banjar juga meyakini bahwa mereka yang memiliki gaduhan berupa racun melepaskan gaduhan (racunnya) tersebut pada bulan Shafar.
Karena itu dianggap pamali untuk makan atau jajan disembarang tempat, ditakutkan jika terkena racun gaduhan tersebut.
Menurut penulis, boleh jadi lahirnya pemahaman di atas karena memang
banyak kasus atau kejadian yang menimpa orang Banjar dan kebetulan pas di bulan Shafar. Sehingga karena seringnya terjadi apa yang ditakuti oleh orang Banjar di atas pada bulan Shafar, lalu mereka menjustifikasi bulan Shafar sebagai bulan yang penuh kesialan, marabahaya, dan seterusnya. Akibatnya, dalam perspektif orang Banjar, bulan Shafar adalah bulan yang harus diwaspadai dan ditakuti, sehingga dianggap pamali (pantang) bagi orang Banjar untuk melakukan kegiatan-kegiatan penting di bulan Safar sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya di atas.
Menurut hemat penulis, kepercayaan tersebut tidak seharusnya dipelihara
dan dilestarikan karena pada teknisnya sering mengandung khurafat dan bid’ah-bid’ah sayyi’ah. Namun mengingat bahwa kepercayaan itu telah mengakar kuat dalam masyarakat Banjar, maka tentunya sangat sulit untuk dihilangkan. Oleh karena itu, para pemuka Banjar berinisiatif
meminimalisir kesyirikan tersebut dengan mengajarkan amalan-amalan tertentu sebagai ganti ritual-ritual yang biasanya dilakukan guna menolak bala’ Shafar seperti bacaan yang telah disebutkan di atas. Ini sebagai salah satu ijtihad mereka mencegah umat Islam terjatuh dalam lubang kesyirikan yang lebih dalam karena memang tiada amalan istimewa atau tertentu yang dikhususkan untuk dirayakan pada bulan Shafar baik berdasarkan ayat-ayat al-Quran, sunah Rasulullah saw, sahabat maupun para salafussoleh “Amalan sunat di bulan Shafar adalah sama seperti
amalan-amalan sunat harian yang diamalkan sepanjang waktu di bulan-bulan yang lain.”
Kepercayaan mengenai perkara sial atau bala pada suatu hari, bulan dan tempat itu merupakan kepercayaan orang Jahiliyah sebelum kedatangan Islam. Malah upacara mandi sungai atau pantai di bulan Shafar berpuncak dari kepercayaan nenek moyang terdahulu dan ada kaitan dengan upacara keagamaan Hindu. Rasulullah saw bersabda yang artinya : Tiada wabah dan tiada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Shafar dan
larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu
melarikan diri dari seekor singa. (riwayat Bukhari).
Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
(51)[24]
Inilah sepatutnya yang menjadi pegangan bagi umat Islam umumnya dan masyarakat Banjar khususnya dalam memaknai bulan Shafar dan apa-apa yang terjadi di dalamnya; hendaklah mereka selalu memperbanyak amal ibadah, zikir, doa, sedekah, guna lebih mendekatkan diri kepada-Nya agar
terlindung dari berbagai kesusahan yang tentunya tidak khusus dilakukan di bulan Shafar saja.
Jadi, hendaklah tidak mengkultuskan bulan Shafar dengan ritual-ritual tertentu yang menyerempet pada kemusyrikan. Penulis sependapat dengan ijtihad ulama Banjar yang mengganti ritual tersebut dengan amalan-amalan tertentu, namun akan lebih baik jika dilakukan secara rutin setiap hari,
tidak apa-apa sedikit tetapi konsisten daripada banyak seperti yang terjadi pada pembacaan doa/tasbih Yunus Arba’ Mustamir sebanyak 2375x dan dilakukan hanya dalam sehari.
**********************************
Doa dan Amalan di hari Arba Mustamir bulan Safar
(Tradisi membaca doa nabi Yunus “Laa Ilaha Illa Anta Subhanaka Inni
Kuntu minal-Zhalimin” 2375x dalam masyarakat Matang Ginalon
Pandawan
Al-Qur’an merupakan salah satu keajaiban utama dalam Islam. Keajaiban Ilahiyah ini terus teraktualisasikan lagi dan lagi, tidak hanya dalam bentuk visual dan material melainkan juga dalam bentuk verbal sebagai pengucapan. Kalimat-kalimatnya dikumandangkan berulang-ulang di mesjid-mesjid, dalam berbagai pelajaran, hafalan, serta doa-doa pengikutnya. Bagi orang awam, teks-teksnya bisa dijadikan jimat atau sebagai penolak bala.
Pada beberapa kasus lain, ayat-ayat al-Qur’an digunakan demi kepentingan tertentu dengan mengharap akan berkahnya. Para ibu memasak sambil membaca ayat tertentu dengan harapan makanannya lezat dan enak
dinikmati. Bahkan pada suatu masyarakat tertentu di Kalimantan
Selatan, jika membaca ayat al-Qur’an tertentu saat maunjun (baca:
memancing) maka hasil pancingannya bisa dipastikan dapat banyak.
Demikian hanya salah satu dari fungsi al-Qur’an. Terlepas dari semua itu satu yang dapat disimpulkan bahwa bagi umat Islam, al-Qur’an memiliki
kekuatan yang sangat besar yang berpengaruh dalam kehidupan sehari-harinya.
Menelisik lebih dalam mengenai resepsi umat Islam terhadap al-Qur’an, pembahasan kali ini akan dikhususkan pada sampel yang lebih sempit yaitu tentang bagaimana masyarakat Islam Banjar terutama yang tinggal di desa
Matang Ginalon Pandawan mengaktualisasikan ayat-ayat al-Qur’an, terkait pandangan mereka menyambut Arba Mustamir di bulan Safar.
Mengenal Amalan Arba Mustamir dalam Bulan Safar
Safar adalah nama bulan kedua dalam kalender Islam yang berdasar pada tahun Qamariah (baca: tahun Hijriyah). Menurut bahasa, Safar menunjukkan pada makna kosong, ada pula yang mengartikannya kuning. Dinamakan Safar berdasarkan pada kebiasaan orang-orang Arab zaman dulu yang suka
meninggalkan tempat kediaman atau rumah mereka (sehingga kosong) untuk berperang ataupun bepergian jauh. Antara peristiwa-peristiwa penting yang berlaku dalam sejarah Islam pada bulan ini ialah Peperangan Al-Abwa pada tahun kedua Hijrah, Peperangan Zi-Amin tahun ketiga Hijrah dan Peperangan Ar-Raji (Bi’ru Ma’unah) pada tahun keempat Hijrah. Ada pula yang menyatakan bahwa nama Safar diambil dari nama suatu jenis penyakit sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu, yakni penyakit safar yang bersarang di dalam perut akibat dari adanya sejenis ulat besar yang sangat berbahaya. Itulah sebabnya mereka menganggap bulan Safar sebagai bulan yang penuh dengan kejelekan.
Pendapat lain menyatakan bahwa Safar adalah sejenis angin berhawa panas yang menyerang bagian perut dan mengakibatkan orang yang terkena menjadi sakit.
Terlepas dari semua itu, banyak kalangan dari umat Islam menganggap bahwa bulan Safar sebagai bulan kesialan, seperti yang terjadi pada masyarakat Banjar umumnya, dan Matang Ginalon khususnya. Pemahaman akan
kepercayaan ini sering mereka aplikasikan dengan untuk melakukan kegiatan-kegiatan penting di bulan Safar, misalnya perkawinan, batajak
(baca: membangun) rumah, madam (baca: bepergian jauh), memulai usaha (dagang, bercocok tanam), mendulang (emas atau intan), dan sebagainya.
Sebab, ujung dari semua kegiatan tersebut dalam sebagian pemahaman mereka biasanya adalah kegagalan atau kesusahan, dan khusus bagi mereka yang mendulang sangat rentan terkena racun atau wisa kuning.
Anggapan ini akan semakin menguat jika bertemu dengan hari Rabu terakhir bulan Safar yang biasa mereka sebut dengan Arba Mustamir atau dalam bahasa Jawa disebut Rabu Wekasan. Dalam anggapan masyarakat, kesialan
bulan Safar akan semakin meningkat jika bertemu dengan Rabu terakhir tersebut sebab berdasarkan sebuah referensi klasik disebutkan bahwa Allah telah menurunkan 3333 jenis penyakit pada hari Rabu terakhir bulan
Safar.
Adapun menurut Imam Abdul Hamiid Quds, seorang `ulama besar, mufti dan imam Masjidil Haram Makkah pada awal abad 20 dalam bukunya “Kanzu al-Najah wa al-Suraar fi Fadhail al-Azmina wa al-Syuhaar” mengatakan,
“Banyak Wali Allah yang mempunyai pengetahuan spiritual telah menandai bahwa setiap tahun, 320 ribu penderitaan (Baliyyat) jatuh ke bumi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.” Hari itu dianggap sebagai hari yang sangat berat dibandingkan hari-hari lain sepanjang tahun. Beberapa ulama
mengatakan bahwa ayat al-Quran, “Yawma Nahsin Mustamir” yakni “Hari berlanjutnya pertanda buruk” merujuk pada hari tersebut.
Hawash Abdullah (1982) dalam bukunya Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara menulis bahwa dalam kitab-kitab Islam memang
banyak yang menyebut adanya ‘bala’ yang diturunkan pada bulan Safar.
Misalnya, Syekh Muhammad bin Ismail Daud al-Fathani menyalin perkataan ulama dalam kitabnya Al-Bahjatul Mardhiyah tentang turunnya bala di bulan Safar. Hal yang demikian disebutkan pula dalam kitab Al-Jawahir bahwa diturunkan bala pada tiap-tiap tahun sebanyak 320.000 bala dan
sekalian pada hari Rabu yang terakhir pada bulan Safar, maka hari itu terlebih payah daripada setahun”. Tulisan tentang bala yang diturunkan pada bulan Safar ini juga bisa ditemukan dalam kitab Jam’ul Fawaaid, tulisan Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan menimpa, menjadi semacam kebiasaan bagi orang Banjar untuk melakukan hal-hal tertentu untuk menghindari kesialan pada hari itu, misalnya:
1. Shalat sunnat disertai dengan pembacaan doa tolak bala
2. Selamatan kampung, biasanya disertai dengan menulis wafak di atas piring kemudian dibilas dengan air, seterusnya dicampurkan dengan air di
dalam drum supaya bisa dibagi-bagikan kepada orang banyak untuk diminum
3. Mandi Safar untuk membuang sial, penyakit, dan hal-hal yang tidak baik. Menurut informasi, kebiasaan mandi Safar ini dilakukan oleh mereka yang berdiam di daerah pinggiran sungai atau batang banyu.
4. Tidak melakukan atau bepergian jauh
5. Tidak melakukan hal-hal yang menjadi pantangan atau pamali, dan sebagainya.
Bagi orang Jawa, untuk menyambut Rabu Wekasan biasanya dilakukan dengan membuat kue apem dari beras, kue tersebut kemudian dibagi-bagikan dengan tetangga. Ini dimaksudkan sebagai sedekah dan tentu saja untuk menolak
bala. Karena ada hadits Nabi SAW yang menyatakan bahwa “sedekah dapat menolak bala”.
Beberapa amalan yang umumnya dibaca oleh masyarakat Banjar pada hari Arba Mustamir itu adalah:
a. Syahadatain ( 3x ).
b. Astaghfirullah ( 300x ).
c. Ayatul Kursi (7x).
d. Surah Al Fil (7x).
Namun pada komunitas kecil, ada amalan-amalan khusus selain yang
tersebut di atas, seperti yang terjadi di desa Matang Ginalon Pandawan
Kab. HST, masyarakatnya mengamalkan doa/tasbih Nabi Yunus Laa Ilaha Illa
Anta Subhanaka Inni Kuntu min al-Zhalimin sebanyak 2375x.
Deskripsi Tradisi Doa dan Amalan Bulan Safar
1. Asal-Usul
Pembacaan ini bermula tak lama setelah bermukimnya seorang busu (baca:
kiai) di desa Matang Ginalon sekitar akhir tahun 1998. Sebelum
kedatangan beliau, awalnya desa ini sangat sepi dari berbagai kegiatan
keagamaan, bahkan langgar pun hanya diisi beberapa orang yang dapat dikatakan sudah udzur – untuk tidak mengatakan hanya diisi dua orang yang berfungsi sebagai imam dan makmum. Kebanyakan warga lebih suka beribadah di rumah masing-masing seadanya, paling banter hanya tradisi
Yasinan yang masih dipertahankan karena memang sudah menjadi kegiatan turun-temurun. Namun dengan kehadiran Busu tersebut, ruh-ruh keislaman di desa ini mulai bangkit.
Di langgar, beliau bertindak sebagai imam. Warga yang kebanyakan
tertarik dengan lantunan ayat-ayat al-Qur’an yang beliau bawakan ketika shalat, kebetulan karena beliau juga seorang huffazh 30 juz, sedikit demi sedikit tergugah hatinya untuk ikut shalat berjama’ah di langgar.
Tak hanya sampai di situ usaha beliau membangkitkan ghirah keislaman masyarakat Matang Ginalon, setiap hari ba’da shubuh beliau rutin memberikan ceramah yang berisi nasehat dan pengajaran-pengajaran agama.
Karena disampaikan dengan simpatik, pengajaran yang beliau berikan ini membuka arah baru kehidupan beragama masyarakat Matang Ginalon. Lama kelamaan, masyarakat semakin rajin menimba ilmu agama khususnya kepada
beliau. Pembelajaran yang beliau berikan itu kadang-kadang juga
diselingi dengan pemberian amalan-amalan baik secara lisan saja atau tertulis yang mengandung keutamaan tertentu jika dibaca oleh
pengamalnya, semisal bacaan ketika malam nishfu Sya’ban, bacaan ketika puasa Ramadhan, bahkan amalan setelah shalat yang diniatkan untuk kepentingan tertentu.
Terkait bacaan Laa Ilaha Illa Anta Subhanaka Inni Kuntu min al-Zhalimin atau yang sering disebut dengan doa/tasbih nabi Yunus ini dianggap mampu memberikan keselamatan dan rasa aman dari bala’, bencana, dan kesusahan
selama setahun. Dengan berpegang pada keutamaan tersebut, Busu
Syarkawi mengajarkan amalan tersebut untuk dibaca di bulan Safar, khususnya di hari Arba Mustamir yang waktunya dari terbenamnya matahari hari Selasa hingga terbitnya matahari Kamis pagi. Diduga beliau bahwa diantara waktu tersebutlah, bala-bala akan diturunkan. Diharapkan dengan membaca doa/tasbih tersebut, Allah akan menjauhkan hamba-Nya dari segala bala, bencana, dan kesusahan yang ada sebagaimana Allah menyelamatkan Nabi Yunus dari perut ikan paus yang menelannya.
Jadi, kapan tepatnya tradisi ini muncul dapat dikatakan kurang jelas, hanya saja dapat diketahui secara pasti bahwa amalan ini muncul diprakarsai oleh Busu Syarkawi yang mulai bermukim akhir tahun 1998 di desa Matang Ginalon.
2. Pelaksanaan Kegiatan
Amalan tersebut lebih baiknya diamalkan setiap hari secara rutin jika dimungkinkan, atau jika tidak demikian sejak awal bulan Safar, amalan ini dilakukan. Adapun terkait Arba Mustamir dengan jumlah bacaan 2375x hendaknya dibaca dalam sekali duduk selesai karena lebih utama. Namun
tidak ada larangan jika dibaca dalam beberapa kali asalkan dalam waktu yang telah ditentukan yaitu antara terbenamnya matahari hari Selasanya hingga terbitnya matahari Kamis pagi.
Walaupun dilakukan secara perorangan, kebanyakan warga Matang Ginalon mengamalkannya di rumah masing-masing -penulis tidak menafikan ada beberapa orang yang melakukannya bersama-sama di langgar, kebanyakan golongan tua-. Para warga kebanyakan masih berpikiran bahwa lebih baik tidak keluar rumah kalau tidak ada keperluan mendesak atau karena tuntutan pekerjaan di hari itu. Bagi yang saat itu memang harus keluar
rumah, pasti dalam hati berdoa agar tidak tertimpa apa-apa saat
melakukan aktivitas.
Bahkan saking pentingnya amalan tersebut, para orang tuapun tidak lupa untuk mengajarkannya juga pada anak-anaknya, meski anak-anak tersebut kadang tidak sanggup membaca sebanyak 2375x, hanya semampunya.
Berdasarkan pengalaman penulis sendiri, orang tua penulis tidak segan menelpon penulis yang memang studi jauh dari rumah, sekedar hanya untuk mengingatkan agar tidak lupa untuk membacanya.
3. Dasar/Landasan Pelaksanaan
Para ulama yang mengajarkan doa nabi Yunus ini berpegang pada sabda Nabi SAW:
أخبرنا أبو عبد الله محمد بن عبد الله الزاهد الأصبهاني ، ثنا أبو بكر عبد
الله بن محمد بن عبيد القرشي ، ثنا الحسن بن حماد الضبي ، ثنا محمد بن
الحسن بن الزبير الهمداني ، ثنا جعفر بن محمد بن علي بن الحسين ، عن أبيه ،
عن جده ، عن علي رضي الله عنهم ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
« الدعاء سلاح المؤمن ، وعماد الدين ، ونور السماوات والأرض » « هذا حديث
صحيح ، فإن محمد بن الحسن هذا هو التل أو هو صدوق في الكوفيين »[17]
الله بن محمد بن عبيد القرشي ، ثنا الحسن بن حماد الضبي ، ثنا محمد بن
الحسن بن الزبير الهمداني ، ثنا جعفر بن محمد بن علي بن الحسين ، عن أبيه ،
عن جده ، عن علي رضي الله عنهم ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
« الدعاء سلاح المؤمن ، وعماد الدين ، ونور السماوات والأرض » « هذا حديث
صحيح ، فإن محمد بن الحسن هذا هو التل أو هو صدوق في الكوفيين »[17]
Terlebih lagi doa ini adalah doa seorang nabi, yaitu nabi Yunus yang
ketika itu dicoba Allah dengan berada di perut Paus.
Berada di dalam perut paus tentunya bukanlah suatu hal yang menyenangkan tetapi dapat dikatakan musibah bencana, hanya Allah-lah yang mampu
menolongnya. Oleh karena itu, berserah diri dan memohon pertolongan Allah adalah jalan keluar satu-satunya ketika itu. Terkait bulan Safar yang diduga merupakan bulan dimana banyak penderitaan diturunkan, jika
itu memang benar, maka doa Nabi Yunus tersebut sangat cocok dengan keadaan di bulan itu. Doa nabi Yunus tersebut walaupun pendek tetapi mengandung tiga hal yang bermakna sangat besar yaitu:
Pertama: menunjukkan atas tauhid –tauhid uluhiyah–, yang dengannya Allah SWT mengutus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, dan dengannya pula berdiri surga dan neraka: “La Ilaha Illa Anta” “Tidak ada tuhan (yang berhak di sembah) selain Engkau”.
Kedua: menunjukkan pembersihan Allah SWT dari seluruh kekurangan. Ini adalah makna tasbih yang dilakukan langit dan bumi dan seluruh makhluk.
Karena segala sesuatu bertasbih dengan memuji-Nya. “Subhaanaka” “Maha Suci Engkau”.
Ketiga: Menunjukkan pengakuan atas dosa yang dilakukan. Tidak
menjalankan hak Rabbnya dengan sempurna serta menzhalimi diri sendiri karena sikapnya itu. “Inni kuntu mina al- zhaalimiin” “Sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim” Ungkapan ini adalah sebuah
pengakuan tanda taubat.
Memenuhi diri dengan tauhid disertai tasbih dan taubat, niscaya Allah akan selalu memberikan perlindungan pada hamba-Nya tersebut dari segala marabahaya, kesulitan, dan berbagai penderitaan yang ada. Buktinya Allah
menjawab doa nabi Yunus ini dengan ungkapan sebagai berikut:
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ (88)
“Maka Kami telah memperkenankan do’anya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.”
(QS. al Anbiya: 88)
Ini merupakan salah satu contoh pengajaran pada umat Islam agar ketika mendapat kesulitan untuk selalu berdoa dengan kata-kata yang mengandung tiga hal ini: peng-esaan, pembersihan dan pengakuan taubat. Dalam hadits
yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, Rasul bersabda:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ
بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَعْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْوَةُ
ذِي النُّونِ إِذْ دَعَا وَهُوَ فِي بَطْنِ الْحُوتِ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنْ
الظَّالِمِينَ فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ[20]
Banyak lagi hadis yang menyatakan tentang keutamaan doa ini, diantaranya adalah
حدثنا الزبير بن عبد الواحد الحافظ ، ثنا محمد بن الحسن بن قتيبة العسقلاني
، ثنا أحمد بن عمرو بن بكر السكسكي ، حدثني أبي ، عن محمد بن زيد ، عن سعيد
بن المسيب ، عن سعد بن مالك رضي الله عنه ، قال : سمعت رسول الله صلى الله
عليه وسلم يقول : « هل أدلكم على اسم الله الأعظم الذي إذا دعي به أجاب ،
وإذا سئل به أعطى ؟ الدعوة التي دعا بها يونس حيث ناداه في الظلمات الثلاث
، لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين » . فقال رجل : يا رسول الله
، هل كانت ليونس خاصة أم للمؤمنين عامة ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه
وسلم : « ألا تسمع قول الله عز وجل : ( ونجيناه من الغم ، وكذلك ننجي
المؤمنين ) » وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « أيما مسلم دعا بها في
مرضه أربعين مرة فمات في مرضه ذلك أعطي أجر شهيد ، وإن برأ برأ ، وقد غفر
له جميع ذنوبه »[21]
Hadis lainnya juga diriwayatkan oleh al-Hakim, yaitu:
فأخبرنا أبو عبد الله الصفار ، ثنا ابن أبي الدنيا ، حدثني عبيد بن محمد ،
ثنا محمد بن مهاجر القرشي ، حدثني إبراهيم بن محمد بن سعد ، عن أبيه ، عن
جده ، قال : كنا جلوسا عند النبي صلى الله عليه وسلم ، فقال : « ألا أخبركم
بشيء إذا نزل برجل منكم كرب ، أو بلاء من بلايا الدنيا دعا به يفرج عنه ؟ »
فقيل له : بلى ، فقال : « دعاء ذي النون : لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت
من الظالمين »[22]
Dari beberapa hal di atas, sebenarnya poin yang terpenting yang ingin diajarkan dalam pembacaan doa nabi Yunus tersebut adalah dzikir pada
Allah, selalu mengingat-Nya di setiap waktu, selalu memohon perlindungan dan ampun pada-Nya niscaya Allah pun akan menjaga-Nya, sebagaimana Ibnu Abbas RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku
mengajarkan beberapa kalimat kepadamu. Peliharalah Allah niscaya engkau mendapatkan-Nya di hadapanmu. Kenalilah Allah di waktu senang, niscaya Dia mengenalmu di waktu kesempitan.”
Analisis doa dan Amalan Arba Mustamir Bulan Safar
Bulan Safar khususnya hari Arba Mustamirnya telah menjadi momok yang menakutkan bagi beberapa kalangan umat Islam, terutama masyarakat Banjar umumnya dan Matang Ginalon khususnya. Masih berkembang anggapan bahwa
bulan tersebut penuh kesialan apalagi jika bertemu dengan hari Rabu terakhirnya maka kesialan akan bertambah. Untuk menangkal kesialan tersebut, mereka percaya ada amalan-amalan tertentu yang bisa dibaca dan yang lebih penting mereka tidak keluar rumah pada hari itu.
Sejauh penilaian penulis, mengamalkan secara rutin bacaan tertentu dari ayat-ayat al-Qur’an itu merupakan perbuatan yang baik dan sah-sah saja dilakukan. Namun mengenai kepercayaan bahwa bulan Safar adalah bulan kesialan apalagi hari Rabu terakhirnya sehingga harus dilakukan amalan-amalan tertentu untuk menangkalnya, maka penulis tidak sependapat sama sekali.
Anggapan bahwa bulan Safar adalah bulan yang tidak baik, memang dipahami secara umum oleh orang-orang Melayu sebagaimana paham yang dipercayai orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu. Khusus bagi masyarakat Banjar, mereka beranggapan bulan Safar sebagai bulan “panas dan sial”,
ini bisa menjelaskan dengan beberapa hal berikut:
Pertama, menjadi semacam kebiasaan dalam masyarakat Banjar khususnya orang-orang tertentu yang menguasai ilmu sihir (semacam guna-guna,
teluh, santet, atau parang maya) melakukan ritual khusus untuk
mengirimkan ilmunya kepada orang lain dengan tujuan tertentu pada bulan Safar. Pada bulan Safar, ilmu yang mereka lepas tersebut lebih ampuh dibanding pada bulan yang lain, dan orang yang terkena ilmu itupun akan susah untuk disembuhkan. Jika tujuan pelepasan ilmu untuk membuat orang
yang terkena sakit maka akan sakit, jika untuk membuat orang terpikat
maka akan terpikat, bahkan keampuhan pikatan tersebut bisa membuat orang
yang terkena tergila-gila, dan seterusnya.
Kedua, orang Banjar adalah orang yang memiliki keterikatan kuat dengan dunia gaib, karena itu pada orang Banjar (hingga sekarang) masih ditemui mereka-mereka yang memiliki hubungan khusus dengan orang gaib atau orang halus (yang terdiri dari bangsa jin atau orang-orang terkenal zaman dulu
yang berpindah tempat dan menjadi orang gaib, misalnya raja-raja Banjar, orang sakti, datu-datu, dan sebagainya), melalui pengakuan sebagai keturunan (tutus) ataupun bagampiran.
Hubungan dengan dunia gaib tersebut juga terjalin melalui benda-benda tertentu yang terkadang mereka warisi secara turun-temurun, misalnya
keris, besi tuha, minyak, dan sebagainya. Bahkan perwujudan dari hubungan tersebut juga ada berupa “peliharaan gaib” yang menjadi sahabat mereka, misalnya berupa buaya atau ular gaib. Baik benda ataupun peliharaan gaib yang menjadi media penghubungan dan keterikatan orang Banjar dengan dunia gaib tersebut tidak semuanya membawa aroma positif,
sebagian di antaranya ada pula yang membawa aroma magis negatif.
Benda-benda atau peliharaan gaib tersebut biasanya minta dijaga,
dipelihara, dan diberi makan melalui ritual-ritual tertentu. Apabila yang bersepakat menjaga dan memelihara dia lupa memberi makan atau menyediakan sesuatu yang sudah dipesankannya, biasanya ada salah seorang
anggota keluarganya yang jatuh sakit, kesurupan, bahkan semacam terkena “kutukan”, misalnya mati tenggelam, hilang di tengah hutan, tersesat di alam gaib, di sambar buaya, dan sebagainya, sesudah sebelumnya diberi tanda. Ritual untuk “memberi makanan gaduhan” ini dilakukan satu tahun sekali, dan biasanya pada bulan Safar.Ketiga, ada pula yang meyakini, bahwa sebagian dari benda-benda gaib tersebut tidak memiliki tuan yang
menjaga, memelihara, dan memberi mereka makan sebagai gaduhan,
benda-benda gaib ini bersifat liar. Akibatnya, karena tidak ada yang
menggaduh dan melaksanakan ritual memberi makan kepada mereka, mereka akhirnya mencari sendiri. Bulan pelepasan dan kebebasan mereka diyakini
oleh orang Banjar pada bulan Safar, itulah sebabnya pituah (baca:
nasihat) orang bahari kepada sanak keluarga mereka untuk selalu
hati-hati dan waspada jika menghadapi atau memasuki bulan Safar.
Keempat, orang Banjar juga meyakini bahwa mereka yang memiliki gaduhan berupa racun melepaskan gaduhan (racunnya) tersebut pada bulan Safar.
Karena itu dianggap pamali untuk makan atau jajan disembarang tempat, ditakutkan jika terkena racun gaduhan tersebut.
Menurut penulis, boleh jadi lahirnya pemahaman di atas karena memang
banyak kasus atau kejadian yang menimpa orang Banjar dan kebetulan pas di bulan Safar. Sehingga karena seringnya terjadi apa yang ditakuti oleh orang Banjar di atas pada bulan Safar, lalu mereka menjustifikasi bulan
Safar sebagai bulan yang penuh kesialan, marabahaya, dan seterusnya.
Akibatnya, dalam perspektif orang Banjar, bulan Safar adalah bulan yang harus diwaspadai dan ditakuti, sehingga dianggap pamali (pantang) bagi orang Banjar untuk melakukan kegiatan-kegiatan penting di bulan Safar
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya di atas.
Menurut hemat penulis, kepercayaan tersebut tidak seharusnya dipelihara
dan dilestarikan karena pada teknisnya sering mengandung khurafat dan
bid’ah-bid’ah sayyi’ah. Namun mengingat bahwa kepercayaan itu telah
mengakar kuat dalam masyarakat Banjar, maka tentunya sangat sulit untuk
dihilangkan. Oleh karena itu, para pemuka Banjar berinisiatif
meminimalisir kesyirikan tersebut dengan mengajarkan amalan-amalan
tertentu sebagai ganti ritual-ritual yang biasanya dilakukan guna
menolak bala’ Safar seperti bacaan yang telah disebutkan di atas.
Ini sebagai salah satu ijtihad mereka mencegah umat Islam terjatuh dalam lubang kesyirikan yang lebih dalam karena memang tiada amalan istimewa atau tertentu yang dikhususkan untuk dirayakan pada bulan Safar baik berdasarkan ayat-ayat al-Quran, sunah Rasulullah saw, sahabat maupun
para salafussoleh “Amalan sunat di bulan Safar adalah sama seperti
amalan-amalan sunat harian yang diamalkan sepanjang waktu di bulan-bulan yang lain.”Kepercayaan mengenai perkara sial atau bala pada suatu hari, bulan dan tempat itu merupakan kepercayaan orang Jahiliyah sebelum kedatangan Islam. Malah upacara mandi sungai atau pantai di bulan Safar berpuncak dari kepercayaan nenek moyang terdahulu dan ada kaitan dengan upacara keagamaan Hindu. Rasulullah saw bersabda yang artinya : Tiada wabah dan tiada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana
kamu melarikan diri dari seekor singa. (riwayat Bukhari).
Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
(51)[24
Inilah sepatutnya yang menjadi pegangan bagi umat Islam umumnya dan masyarakat Banjar khususnya dalam memaknai bulan Safar dan apa-apa yang
terjadi di dalamnya; hendaklah mereka selalu memperbanyak amal ibadah, zikir, doa, sedekah, guna lebih mendekatkan diri kepada-Nya agar terlindung dari berbagai kesusahan yang tentunya tidak khusus dilakukan di bulan Safar saja.
Jadi, hendaklah tidak mengkultuskan bulan Safar dengan ritual-ritual tertentu yang menyerempet pada kemusyrikan. Penulis sependapat dengan
ijtihad ulama Banjar yang mengganti ritual tersebut dengan amalan-amalan tertentu, namun akan lebih baik jika dilakukan secara rutin setiap hari,
tidak apa-apa sedikit tetapi konsisten daripada banyak seperti yang terjadi pada pembacaan doa/tasbih Yunus Arba’ Mustamir sebanyak 2375x
dan dilakukan hanya dalam sehari.
*******************************
4 Keutamaan Bulan Shafar Menurut Islam
Bulan Shafar merupakan salah satu bulan yang dianugerahkan oleh Allah SWT. Sayangnya, banyak manusia yang menganggap bahwa bulan Shafar ini adalah bulan bala karena ada banyak sekali masalah atau cobaan yang biasanya turun ke bumi. Padahal, musibah atau cobaan itu bukan diturunkan oleh karena saat itu adalah bulan Shafar, melainkan semua itu terjadi karena kehendak Allah SWT. Tidak ada bulan dari Muharram sampai
Dzulhijjah yang menjadi bulan bala. Semuanya adalah bulan yang
istimewa karena bulan itu ada atas izin Allah SWT.
Sangat disayangkan karena zaman sekarang pemikiran bahwa bulan Shafar adalah bulan penuh musibah itu sudah tertanam erat dibenak manusia. Sama halnya ketika seseorang beranggapan bahwa suatu penyakit itu dapat menular karena disebabkan oleh penyakit itu sendiri. Padahal, dalam dasar ketauhidan, tidak ada terjadi sesuatu jika bukan karena izin Allah
SWT. Dalam sebuah hadist disebutkan; dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda (yang artinya); “Tiada kejangkitan, dan juga tiada mati penasaran, dan tiada juga Safhar”, kemudian seorang badui Arab berkata: “Wahai Rasulullah SAW, onta-onta yang ada di padang pasir
yang bagaikan sekelompok kijang, kemudian dicampuri oleh Seekor onta betina berkudis, kenapa menjadi tertular oleh seekor onta betina yang berkudis tersebut ?”. Kemudian Rasulullah SAW menjawab: “Lalu siapakah
yang membuat onta yang pertama berkudis (siapa yang menjangkitinya)?”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Di dalam Al-Qur’an maupun hadist telah jelas diterangkan bahwasanya
Allah SWT melarang umat-Nya untuk mengkhususkan hari atau bulan-bulan tertentu sebagai sesuatu yang dianggap menjadi sumber kesialan termasuk
menganggap bulan Shafar ini adalah bulan sial. Sebab, kesemua bulan adalah sama, bulan yang diberikan Allah SWT. Sebab, hakekat daripada kesialan atau assyu’mu ialah ketika manusia melakukan perbuatan maksiat kepada Allah SWT, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud RA:
“Jika kesialan terdapat pada sesuatu maka ada di lidah, karena lidah
adalah salah satu indera manusia yang sering dibuat maksiat.”
Rabu Terakhir Bulan Shafar
Para ulama terdahulu sependapat bahwa Allah SWT memang banyak menurunkan musibah pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar. Saking besarnya, seluruh bala atau musibah di tahun ini akan diturunkan pada hari Rabu
tersebut.
Ulama ahli ma’rifat juga menyebutkan bahwa di setiap tahun akan turun 320.000 bala yang semuanya diturunkan pada hari Rabu terakhir bulan Shafar. Oleh sebab itu pada hari tersebut disebut sebagai Yaumi Nahsin Musta’mir; hari yang paling sulit di setiap tahun.
Namun perlu ditanamkan di sini bahwasanya bala atau musibah yang Allah SWT turunkan pada hari Arba’ Musta’mir tersebut tidak serta merta dijadikan alasan untuk menganggap bahwa bulan Shafar adalah bulan sial.
Justru sebaliknya, kita harusnya menganggap bahwa di bulan Shafar ini Allah SWT tengah memberikan ujian besar kepada umat-Nya. Maka, ketika musibah itu dianggap sebagai ujian, setiap orang akan berusaha melewatinya dengan sebaik mungkin agar mendapat nilai yang baik.
Memperbanyak amal ibadah agar dihindarkan dari mara bahaya adalah salah satu cara menghadapi ujian tersebut.
Menurut ulama, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menghadapi hari Rabu terakhir di bulan Shafar, yakni :
1. Shalat sunnah empat raka’at; dengan tiap-tiap raka’atnya membaca surah Al-Kautsar 17 kali, surah Al-Ihklas 5 kali, serta Ma’udzatain 1 kali dan membaca doa. Insya Allah, ia akan dihindarkan dari berbagai musibah di hari itu sampai satu tahun.
2. Disunnahkan membaca surah Yaasin sebanyak 313 kali kemudian berdoa.
Sebagai muslim yang beriman kepada Allah SWT, kita meyakini bahwsanya Qada’ dan Qadar-Nya Allah SWT ialah penentu dari segala yang terjadi. Dengan begitu, keimanan kita akan semakin kuat dan tidak akan mudah terpengaruh oleh hal-hal yang menyesatkan seperti perbuatan zina dalam islam yang sangat dilarang dalam islam. Kita percaya bahwa sebanyak apapun musibah yang diturunkan Allah SWT pada bulan Shafar, tidak serta merta terjadi karena bulan Shafar adalah bulan kesialan, melainkan karena kasih sayang
Allah SWT kepada umat-Nya sehingga segala musibah itu diturunkan adalah untuk menyeru manusia agar senantiasa mengingat Allah dan hanya meminta
pertolongan kepada-Nya. Oleh karena itu, bulan Shafar menjadi bulan yang istimewa karena pada bulan ini kita akan menjadi semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Maka, adapun keutamaan bulan shafar adalah :
1. Memperkuat keimanan
Kita yakin bahwa bulan Shafar adalah sama seperti bulan-bulan lain yang diberikan Allah SWT sehingga kita bisa melakukan perbuatan amal ibadah yang bermanfaat. Tidak mempercayai bahwa bulan Shafar merupakan bulan sial karena segala sesuatu hanya terjadi atas izin Allah SWT.
Sebagaimana firman-Nya yang artinya; “Jika Allah menimpakan sesuatu kemudaratan kepadamu, tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia.
Jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus : 107).
2. Yakin akan ketetapan Allah SWT
Allah SWT berfirman yang artinya; “Katakanlah, ’Sekali-kali tidak akan
menimpa kami, melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami.
Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (QS. At-Taubah : 51).
3. Menghidari dari hal yang bertentangan dengan ketauhidan
Oleh sebab kita mengetahui bahwa pada hari Rabu terakhir bulan Shafar adalah hari di mana Allah SWT banyak menurunkan musibah, bukan berarti apa-apa yang kita niatkan hari itu dan apabila kita batalkan maka disebabkan oleh musibah, melainkan karena niat ingin beribadah.
Contoh; kita batal bepergian di hari Arba’ Musta’mir bukan karena takut
akan bala tapi karena ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui amal ibadah yang kita kerjakan hari itu.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Barangsiapa yang keperluannya tidak dilaksanakan disebabkan berbuat thiyarah, sungguh ia telah berbuat
kesyirikan. Para sahabat bertanya, ’Bagaimanakah cara menghilangkan
anggapan (thiyarah) seperti itu?’ Beliau bersabda; ’Hendaklah engkau
mengucapkan (doa), Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali itu datang dari
Engkau, tidak ada kejelekan kecuali itu adalah ketetapan dari Engkau,
dan tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau’.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani).
4. Meningkatkan ketaqwaan dan semakin bertawakkal kepada Allah SWT
Dengan menyadari bahwa segala sesuatu adalah kehendak Allah SWT, maka ketaqwaan kita juga akan meningkat. Kita semakin rajin beribadah seperti shalat wajib dan shalat fardhu karena tiada lain
tujuan selain mendapat ridha Allah SWT.
************************************
DOA PERMULAAN BULAN SAFAR BESERTA TERJEMAHANNYA
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمـَنِ الرَّحِيمِ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ. أَعُوْذُبِا اللهِ مِنْ شَرِّ هَذَا الزَّمَانِ وَأَهْلِهِ. وَأَعُوذُبِجَلاَلِكَ وَجَلاَلِ وَجْهِكَ
وَكَمَالِ جَلاَلِ قُدْسِكَ أَنْ تُجِيْرَنِي وَوَالِدَيَّ وَأَوْلاَدِيْ وَأَهْلِي وَأَحِبَّائِي. وَمَا تُحِيْطُ
شَفَقَّهُ قَلْبِي مِنْ شَرِّ هَذِهِ السَّنَةِ وَقِنِي شَرَّمَا قَضَيْتَ فِيْهَا. وَاصْرِفْ عَنِّي شَرَّ شَهْرِ صَفَرَ.
يَا كَرِيْمَ النَّظَرِ وَاخْتِمْ لِيْ فِي هَذَا الشَّهْرِ وَالدَّهْرِ بِاالسَّلاَمَةِ وَالعَافِيَةِ
وَالسَّعَادَةِ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَأَوْلاَدِيْ وَلِلأَهْلِيْ. وَمَا تُحُوْطُهُ شَفَقَّهُ قَلْبِيْ وَجَمِيْعِ
الْمُسْلِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ. أَعُوْذُبِا اللهِ مِنْ شَرِّ هَذَا الزَّمَانِ وَأَهْلِهِ. وَأَعُوذُبِجَلاَلِكَ وَجَلاَلِ وَجْهِكَ
وَكَمَالِ جَلاَلِ قُدْسِكَ أَنْ تُجِيْرَنِي وَوَالِدَيَّ وَأَوْلاَدِيْ وَأَهْلِي وَأَحِبَّائِي. وَمَا تُحِيْطُ
شَفَقَّهُ قَلْبِي مِنْ شَرِّ هَذِهِ السَّنَةِ وَقِنِي شَرَّمَا قَضَيْتَ فِيْهَا. وَاصْرِفْ عَنِّي شَرَّ شَهْرِ صَفَرَ.
يَا كَرِيْمَ النَّظَرِ وَاخْتِمْ لِيْ فِي هَذَا الشَّهْرِ وَالدَّهْرِ بِاالسَّلاَمَةِ وَالعَافِيَةِ
وَالسَّعَادَةِ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَأَوْلاَدِيْ وَلِلأَهْلِيْ. وَمَا تُحُوْطُهُ شَفَقَّهُ قَلْبِيْ وَجَمِيْعِ
الْمُسْلِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ.
“Aku berlindung dengan Allah dari kejahatan waktu ini dan penduduknya, dan aku berlindung dengan keagunganMU, Keagungan ZatMU dan Kesempurnaan Keagungan KesucianMU, agar menjauhkan diriku, kedua orang tuaku, anak-anakku, keluargaku, orang-orang yang aku sayangi dan sesiapa yang hatiku kasih kepadanya, dari keburukan tahun ini, dan selamatkanlah aku daripada kejahatan yang telah ENGKAU tetapkan dalam tahun ini dan jauhkanlah daripadaku keburukan bulan safar, wahai Allah Yang Mulia pandangan rahmatNYA dan tutuplah pada bulan dan saat ini dengan keselamatan, afiah dan kebahagiaan kedua orang tuaku, anak-anakku dan sesiapa yang hatiku kasih kepadanya dan seluruh orang Islam”
Al-Fadhil ,Ustazuna Muhadir bin Haji Joll as Sanariy Hafizhahullah,
Safar 1433H
Tambahan :
SAFAR AL KHEIR…
Merupakan salah satu dari bulan2 sunnah (diisi dengan amalan2
sunnah) dan dinamakan oleh baginda Nabi saw sebagai Safar al Khair ( Safar bulan kebaikan)…
Kebanyakan dari umat2 yang terdahulu dimusnahkan pada bulan ini…
Antara amalan sepanjang hari di dalam bulan ini; dgn niat penjagaan
dari mala petaka:
1) Syahadatain 3 kali
2) Istighfar 300 kali
3) Sedekah harian dengan niat supaya terangkatnya bala. Nabi saw
pernah bersabda… Sesiapa yang memberitakan kepadaku tentang berakhir
bulan Safar, maka disunatkan pada 27 Safar untuk menyembelih haiwan
(lalu disedekahkan) ikhlas kerana Allah Taala.
4) al Fil dibaca 7 kali
5) Ayatul Kursiy 7 kali setiap hari.
ADAB RABU TERAKHIR BULAN SAFAR:
1) Syahadatain 3 kali
2) Istighfar 300 kali
3) Ayatul Kursiy 7 kali
4) al Fil 7 kali …. lalu diamalkan secara menyeluruh olehnya diri
dan anggota keluarga…
Afdhalnya:
Pada waktu siang Rabu terakhir tersebut janganlan keluar dari rumah.
Kerana Sh Abdullah Faiz ad Daghestani qaddasaLLAHU sirrahu pernah
berkata:
” Pada hari Rabu terakhir Safar, akan diturunkan 70 000 bala….
Sesiapa yang menjaga (seperti yang telah disebutkan tadi) insya
Allah akan dipelihara Allah Taala…
Allahu Haq! Hidayah Seluruh Alam:
KAIFIAT SOLAT SUNAT RABU TERAKHIR BULAN SAFAR:
Berikut dimuatkan kaifiat dan fadhilat sembahyang pada hari Rabu
khir Bulan Safar sepertimana yang al-faqir petik daripadaKitab
Bada’uz Zuhur karangan al-‘Allamah Syeikh Wan Ahmad Bin Muhammad
Zain Al-Fathani yang dihimpunkan semula olehal-Marhum Tuan Guru
Hj.Wan Mohd.Saghir Abdullah terbitan Khazanah Fathaniyyah cetakan
1997. Inilah dia amalan tersebut : –
1) Niat Solat sunat (Mutlak) 4 Rakaat.
2) Tiap-tiap rakaat selepas al-Fatihah membaca :-
a. Surah al-Kauthar (17x)
b. Surah al-Ikhlas (5x)
c. Surah al-Falaq (1x)
d. Surah an-Nas (1x)
3) Selepas solat bacalah doa ini :
بسم الله الرحمن الرحيم.
اَللّهُمَّ يَا شَدِيْدَ الْقُوَى. وَيَا شَدِيْدَ الْمِحَالِ.
يَا عَزِيْـــزُ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ
إِكْفِنِي مِنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ
يَا مُحْسْنُ يَا مُجَمِّلُ يَا مُتَفَضِّلُ يَا مُنْعِمُ يَا مُكْرِمُ
يَا مَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللّهُمَّ بِسِرِّ الْحَسَنِ وَأَخِيْهِ وَجَدِّهِ وَأَبِيْهِ
أَكْفِنِي هَذَ اليَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ يَا كَافِى
فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ
وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الوَكِيْلُ
وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِا اللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ
وصلّى الله على سيّدنا محمّدٍ وعلى آله وصحبه وسلِّم
mulakan adab doa dengan pujian kepada Allah kemudian apitkan
dipermulaan doa dengan selawat atas Nabi Muhammad s.a.w dan apitkan
akhir doa dengan selawat atas Nabi Muhammad s.a.w juga.
RUJUKAN :
1. Kitab Bada’uz Zuhur karangan al-‘Allamah Syeikh Wan Ahmad Bin
Muhammad Zain Al-Fathani yang dihimpunkan semula olehal-Marhum
Tuan Guru Hj.Wan Mohd.Saghir Abdullah terbitan Khazanah Fathaniyyah
cetakan 1997, ms: 57 dan 58.
2. Tuhfatul Authan,Hj Ahmad bin Muhammad Said al-Linggi (Mufti
Negeri Sembilan)
3. al-Bahjatul Mardiyyah, as-Syeikh Muhammad bin Ismail Daud
al-Fathani
*********************************
Kelebihan Dan Fadhilat Bulan Safar
Amalan-amalan sunat di bulan Safar adalah sama seperti amalan-amalan sunat di bulan-bulan lain.
Tiada amalan-amalan istimewa yang khas untuk bulan Safar yang menjadi amalan Rasulullah saw ataupun para sahabat mahupun salafus-soleh.
Kita dianjurkan untuk meningkatkan amalan-amalan baik dari hari ke hari tanpa mengira apa jua bulan dalam taqwim.
Tingkatkan mutu amalan-amalan fardhu dan tambah amalan-amalan sunat pada setiap masa seperti yang disarankan oleh Islam tidak kira di dalam bulan mana sekalipun.
Yang penting adalah niat yang disertakan keikhlasan.
Kepercayaan dan Amalan-amalan Khurafat
Walaupun sudah semakin kurang namun masih ada segelintir di kalangan masyarakat kita yang masih berpegang dengan kepercayaan dan amalan-amalan karut datuk nenek moyang kita yang entah dari mana asasnya.
Di antara kepercayaan dan amalan-amalan karut yang berlaku dan ada kaitan dengan bulan Safar itu ialah;
Rabu terakhir adalah hari malang
Biawak petanda celaka
Burung hantu petanda kemudharatan
Burung gagak petanda kematian
Bulan Safar adalah bulan bala
Kononnya untuk mengelakkan petanda-petanda buruk ini dari berlaku maka disunatkan mandi Safar, berpuasa dan membuat kenduri tolak bala khas di bulan Safar. Kepercayaan dan amalan-amalan di atas tadi adalah khurafat kerana tiada asas ataupun sumber rujukan dari mana asalnya.
Adapun ada hadis-hadis yang mengatakan tentang perkara-perkara tersebut adalah ditolak kerana ia adalah hadis palsu yang sengaja direka-reka dan sudah dinafikan oleh satu hadis shahih
yang diriwayatkan oleh imam Bukhari;
Maksudnya;
Tiada jangkitan, tiada sial, tiada kemudharatan burung, tiada
bala bulan Safar dan larilah engkau dari orang yang berpenyakit
kusta seperti mana engkau lari dari singa.
Maka hukum berpegang dengan kepercayaan karut adalah ditolak.
Jika ia berkaitan atau menyalahi akidah maka ia boleh membawa kepada syirik dan merosakkan iman. Apabila iman sudah rosak, maka ia akan mempengaruhi amalan maka amalan juga tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Beramal dengan perkara-perkara tersebut juga adalah ditolak
kerana ia adalah bid’ah dhalalah. Maka beramal dengan
perkara-perkara bid’ah dhalalah adalah haram hukumnya. Dan ada banyak lagi kepercayaan dan amalan-amalan yang karut berkaitan dengan bulan Safar ini mengikut kawasan-kawasan dan kaum-kaum tertentu.
Oleh itu ilmu agama yang berpandukan al-Qur’an dan as-Sunnah adalah neraca untuk menilai setiap sesuatu sama ada mengikut
Syarak atau sebaliknya. Dalam memperbetulkan perlakuan
segelintir umat di kalangan masyarakat Islam yang masih
berpegang dengan kepercayaan dan amalan-amalan karut ini, maka
pendakwah dan individu yang faham dan ingin membetulkannya
hendaklah melengkapkan diri dengan ilmu agama dan methodologi dakwah itu sendiri agar kerja dakwah itu menjadi lebih berkesan dan lancar.
*****************************
Keutamaan Bulan Safar
Bulan Safar adalah bulan kedua setelah Muharam dalam kalendar Islam (Hijriyah) yang berdasarkan tahun Qamariyah (perkiraan bulan
mengelilingi bumi). Safar artinya kosong. Dinamakan Safar karena dalam bulan ini orang-orang Arab dulu sering meninggalkan rumah untuk menyerang musuh.
Jelas, itu amalah khurafat dan bid’ah yang tidak bersumber dari ajaran Islam dan tidak dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan para sahabat.
Kesialan, naas, atau bala bencana dapat terjadi kapan saja, tidak hanya bulan Safar, apalagi khusus banyak terjadi pada bulan Safar.
Allah Swt menegaskan: “Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”
(QS. At-Taubah: 51 ).
Tidak amalan istimewa atau tertentu yang dikhususkan untuk dirayakan pada bulan Safar. Amalan bulan Safar adalah sama seperti amalan-amalan pada bulan-bulan lain.
Kepercayaan mengenai perkara sial atau bala pada sesuatu hari, bulan dan tempat itu merupakan kepercayaan orang jahiliah sebelum kedatangan Islam.
Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan
binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan
diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa” (HR. Bukhari).
Pergantian malam dan siang, pekan demi pekan dan bulan demi bulan adalah merupakan salah satu tanda kekuasaanNya, sehingga semua itu tidak ada hubungannya dengan nasib celaka atau keberuntungan manusia.
Manusia akan mendapatkan keberuntungan atau sebaliknya mendapatkan bencana dan malapetaka adalah karena takdir dariNya, bukan berkaitan
dengan suatu masa tertentu.
Namun sangat disayangkan sekali tradisi Jahiliyah yang berkeyakinan
bahwa ada hari baik dan ada hari buruk telah terwariskan oleh hampir seluruh wilayah di dunia ini, dari kawasan Jazirah Arab pada zaman sebelum Islam hingga saat ini di kawasan India dan sampai di Indonesia (khususnya jawa).
Mereka berkeyakinan bahwa ada hari-hari yang baik dan ada hari-hari yang naas, demikian juga ada bulan-bulan yang membawa kebaikan dan ada bulan-bulan yang membawa malapetaka. Di antara bulan-bulan yang mereka anggap sebagi bulan penuh bala adalah bulan shafar.
Awal mula kesyirikan yang menganggap bahwa adanya hari dan bulan yang
baik dan yang buruk berawal dari adat jahiliyah yang mereka terima dari tukang-tukang sihir (kahin).
Dan bulan shafar ini mereka masukan ke dalam bulan yang penuh dengan malapetaka. Beberapa jenis keyakinan syirik yang bertentangan dengan Islam yang terjadi pada bulan Shafar adalah:
1. Masyarakat Arab Jahiliyah menganggap bulan shafar sebagai bulan penuh
kesialan.( Shahih Bukhari no. 2380 dan Abu Dawud no. 3915 ).
2. Masyarakat Arab Jahiliyah juga meyakini adanya penyakit cacing atau ular dalam perut yang disebut shafar, yang akan berontak pada saat lapar dan bahkan dapat membunuh orangnya, dan yang diyakini lebih menular dari
pada Jarab ( penyakit kulit / gatal ). ( Shaih Muslim : 1742, Ibnu Majah
: 3539 )
3. Keyakinan masyarakat Arab Jahiliyah bahwa pada bulan shafar tahun sekarang diharamkan untuk berperang dan pada shafrar tahun berikutnya boleh berperang. ( Abu Dawud : 3913, 3914 ).
4. Keyakinan sebagian mereka yang menganggap bahwa umrah pada
bulan-bulan haji termasuk bulan Muharam ( shafar awal ) adalah sebuah kejahatan paling buruk di dunia. ( Bukhari no. 1489, Muslim : 1240, 1679 ).
5. Sebagian orang-orang di India yang berkeyakinan bahwa tiga belas ( 13 ) hari pertama bulan shafar adalah hari naas yang banyak diturunkan bala’. ( Ad-Dahlawi, Risalah Tauhid )
6. Keyakinan sebagian umat Islam di Indonesia bahwa pada setiap tahun tepatnya pada hari rebo wekasan Alloh menurunkan 320.00 ( tiga ratus dua pulun ) malapetaka atau bencana. ( Al-Buni dalam Kitab Al-Firdaus serta Faridudin dalam Kitab Awradu Khawajah dan tokoh-tokoh sufi lainnya ).
7. Mengenai rebo wekasan ini mereka juga berkeyakinan tidak boleh melakukan pekerjaan yang berharga atau penting seperti pernikahan,
perjalanan jauh, berdagang dan lain-lain, jika tetap dilakukan maka
nasibnya akan sial.
Tapi, meskipun banyak sekali komentar dan kepercayaan negatif tentang bulan safar ini, tidak memundurkan rasa cinta terhadap bulan ini.
Bulan safar adalah salah satu perjalanan yang memang harus dilalui.
Suatu perjalanan menjadi seseorang yang lebih baik dengan
mengintrospeksi diri kita.
Setiap orang pasti punya jalan hidupnya sendiri-sendiri. Layaknya jalan raya, jalan kehidupan ini pun tak selamanya lurus-lurus aja. jalan itu berliku, menanjak, menurun, ada yang mulus, ada yang rusak…
Nasib seseorang itu tergantung pada peran seseorang tersebut dalam menjalani kehidupan. Allah SWT pernah bersabda:
“Mereka (para Rasul) berkata: “Kesialan / Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib sial?). Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas.”(QS. Yaasiin, ayat 19)
Islam tidak mengenal adanya hari atau bulan naas, celaka, sial, malang dan yang sejenis. Yang ada hanyalah bahwa setiap hari dan atau bulan itu baik, bahkan dikenal hari mulia (Jum’at) dan bulan mulia (seperti bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah).
Kalaupun memang ada kenaasan atau kejadian yang kurang baik itu adalah takdir-Nya. tidak ada hubungannya dengan bulan yang tidak baik.
************************************
Peristiwa Penting yang terjadi di Bulan Safar
BULAN Safar, yaitu bulan kedua setelah Muharam dalam kalendar Islam
(Hijriyah) yang berdasarkan tahun Qamariyah (perkiraan bulan
mengelilingi bumi). Safar artinya kosong atau nol. Dinamakan Safar
karena dalam bulan ini orang-orang Arab dulu sering meninggalkan rumah
untuk menyerang musuh.
Telah menjadi kepercayaan keliru oleh sebagian umat bahwa Safar adalah
bulan sial atau bulan bencana. Padahal, mitos Safar bulan sial ini
sebenarnya sudah dibantah oleh Rasulullah Muhammad saw yang menyatakan
bahwa bulan Safar bukanlah bulan sial.
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada penyakit
menular (yang berlaku tanpa izin Allah), tidak ada buruk sangka pada
sesuatu kejadian, tidak ada malang pada burung hantu, dan tidak ada bala
(bencana) pada bulan Safar (seperti yang dipercayai).”
Rasulullah Saw juga bersabda: “Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan
binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan
diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari
seekor singa” (HR. Bukhari)
Dalam sejarah Islam, bulan shafar menempatkan peristiwa-peristiwa
penting yang berkaitan dengan perkembangan Islam dari zaman Rasulullah
hingga kejayaan dan keruntuhunnya. Berikut 11 peristiwa penting di bulan
Safar.
1. Pernikahan Rasulullah saw dengan Khadijah binti Khuwailid
Menurut beberapa sumber Rasulullah saw menikahi khadijah rha pada bulan
Shafar. Menurut Sirah Nabawiyah yang ditulis oleh Syeikh Shafiyyurrahman
Al Mubarakfuri Rasulullah muda menikahi khadijah atas prakarsa Nafisah
binti Munabbih. Mahar yang diberikan Rasulullah saw berupa unta 20 ekor
dengan jarak usia lebih tua khadijah 15 tahun.
2. Peristiwa Perang Al-Abwa
Dalam Zaadul Maad Peristiwa ini terjadi pada bulan Shafar tahun ke 12
Hijrah. Perang Al Abwa disebut pula dengan Perang Waddaan. Pembawa panji
perang saat itu Hamzah bin Abdul Muthalib. Ketika itu panji yang dibawa
berwarna putih. Kepemimpinan kota Madinah sementara waktu diserahkan
kepada Saad bin Ubadah. Perang ini Dilakukan khusus untuk menyergap
kafilah Quraisy namun tidak membuahkan hasil.
Pada peristiwa ini Nabi berpesan kepada Makhsyi bin Amr adh-Dhamari,
yang merupakan pemimpin Bani Dhamrah kala itu, untuk tidak saling
berperang dan tidak membantu lawan. Perjanjian dibuat tertulis. Itu
berlangsung selama lima belas malam.
3. Tragedi Ar Raji’
Pada tahun 3 H bulan Shafar datanglah kepada Nabi saw kaum dari Bani
‘Adhal dan al-Qaaroh dan menyatakan bahwa mereka masuk Islam. Dalam
Zaadul Maad dikisahkan Kedua kabilah itu meminta dikirim orang-orang
yang dapat mengajarkan mereka tentang Islam dan membacakan kepada mereka
al-Quran. Nabi saw mengutus kepada mereka enam orang. -Ibnu Ishaq dan
al-Bukhari menyebutkan: sepuluh orang.- yang dipimpin oleh Mursyid bin
Abi Mursyid al-Ghanawi, yang salah satunya Khabib bin Adi. Namun, ketika
rombongan sampai pada suatu tempat bernama Ar Raji’ dua kabilah tersebut
berkhianat. Para utusan Islam dibantai dengan dibantu oleh kabilah
Hudzail dan menawan Khabib bin Adi dan Zaid bin ad-Datsiah. Kemudian
keduanya dijual di Mekkah. Mereka berdualah yang nantinya membunuh tetua
kabilah Hudzail pada perang Badar.
4. Tragedi Bi’ir Ma’unah
Peristiwa Bi’ir Ma’unah terjadi pada bulan Shafar tahun 4 H selang
beberapa saat setelah tragedi Ar Raji’. Diceritakan dalam Hayat Muhammad
karya M Husain Haikal pada waktu itu Rasulullah saw menawarkan keIslaman
kepada Abu Bara’ Amr bin Malik. Namun Abu Bara’menolak dengan halus.
Kemudian ia menawarkan kepada Rasulullah saw agar mengutus sahabatnya ke
Najd untuk mengajak kaum Najd memeluk Islam. Atas jaminan dari Abu Bara’
Rasulullah saw kemudian mengutus Al Mundhir bin Amr dari Bani Sa’idah
beserta 40 sahabat pilihan menuju Najd.
Ketika sampai di Bi’ir Ma’unah Para utusan berhenti dan mengutus Haram
bin Milhan membawa dari Rasulullah kepada Amir bin Thufail. Namun surat
itu tidak dibaca Amr, bahkan Amr membunuh Haram bin Milhan. Kemudian
Amir bin Thufail meminta bantuan kabilah Bani Amir yang akhirnya
ditolaknya karena ada jaminan perlindungan (suaka) dari Abu Bara’. Amir
Bin Thufail kemudian mengajak kabilah Bani Sulaim dan mendapat sambutan.
Pecahlah pertempuran antara Amir dan sekutunya dengan utusan Rasululah,
akhirnya semua utusan terbunuh kecuali Ka’ab bin Zaid bin an-Najjar
walaupun terluka dan bergelimpangan bersama jasad-jasad lain. Dia hidup
hingga gugur pada peristiwa perang Khandak.
Pada pertempuran ini terbunuh pula ketua utusan Mundzir bin Uqbah bin
Aamir sedangkan Amr bin Amiah adh-Dhamari ditawan. Ketika tahu bahwa Amr
dari kabilah Mudhar, Aamir memotong rambut dahinya (jambulnya) dan
membebaskannya dengan jaminan yang ada pada Amiah.
Amr bin Amiahpun kembali ke Madinah. Ketika sampai di Qorqorah di Sodr
Qonaah (nama tempat) dia berteduh di sebuah pohon. Pada saat yang sama
datanglah dua orang dari Bani Kilaab turut berteduh bersamanya. Manakala
kedua orang dari bani Kilaab tertidur, Amr membunuh keduanya. Amr merasa
sedikit telah membalaskan apa yang telah dilakukan terhadap para
sahabatnya. Tetapi ayalnya, ternyata kedua orang yang dibunuh itu telah
memiliki perjanjian dengan Rasulullah saw, dan dia tidak menyadarinya.
Ketika sampai di Madinah Amr mengabarkan apa yang terjadi kepada
Rasulullah saw dan apa yang dia lakukan terhadap dua orang dari Bani Kilaab.
(Mendengar itu) Nabi pun bekata,
لَقَدْ قَتَلْت قَتِيلَيْنِ لَأُودِيَنَّهُمَا
“Sungguh engkau telah membunuh dua orang yang harus aku bayar diah
(denda) pembunuhan keduanya”.
5. Kemengan Perang Khaibar
Menurut Ibnu Qayim Al Jauziyah dalam Zaadul Maad Sesungguhnya keluarnya
Rasulullah r ke Khaibar adalah di akhir bulan Muharram, bukan
permulaannya. Fath (kemenangannya) adalah di bulan Shafar.
Perang Khaibar merupakan peperangan kaum muslimin dengan Yahudi di
Khaibar karena bersekutu denga Raja Hiraklius. Kaum Muslimin menaklukkan
sebuag benteng yang berlapis dengan membutuhkan waktu berhari-hari untuk
mengepung dan menembus masuk ke bentng tersebut.
6. Peristiwa Pengepungan di Khats’am
Peristiwan ini jatuh pada bulan Shafar tahun 9 H. Ibnu Mas’ud berkata,
“Mereka menceritakan:
Rasulullah saw mengutus Qutbah bin Aamir dengan dua puluh orang ke distrik dari wilayah Khast’am pinggiran Tabbaalah. Nabi memerintahkannya
untuk mengepung tempat itu. Merekapun keluar dengan berbekal sepuluh onta. Mereka manawan seorang lelaki dan menginterogasinya. Tetapi bahasa
orang itu tidak dapat dimengerti dan dia berteriak-teriak. Karena
membahayakan merekapun memenggal lehernya. Ketika penduduk al-Hadiroh
telah tertidur lelap, pengepunganpun dilakukan, sehingga terjadilah
pertempuran yang sengit, banyak yang terluka dari kedua belah pihak.
Qutbah bin Aamir memerangi siapa saja yang melawan. Ternak, wanita dan apapun yang bisa dibawa digiring ke Madinah. Dikisahkan bahwa lawan berkumpul untuk menyusul dan mengikuti jejak mereka, tetapi Allah swt
mengirim banjir bandang yang mencegat mereka untuk bisa sampai kepada
para sahabat dan apa yang mereka bawa. Kaum itu hanya bisa menatap
hingga rombongan menghilang dari pandangan mereka, tidak dapat
menyeberang (Zaadul Maad).
7. Masuk Islamnya Bani Udzrah
Bani Udzrah adalah salah satu bani yang mempunyai garis keturunan sampai kepada Qushai salah satu kakek Rasulullah saw. Pada waktu itu datang
kepada Rasulullah utusan dari Udzroh pada bulan Shafar, tahun kesembilan
sebanyak dua belas orang. Di antaranya Jumroh bin an-Nu’maan. Mereka menyatakan diri memeluk Islam. Rasulullah saw kemudian menceritakan
kepada mereka akan datangnya kemenangan atas Syam dan diperanginya
Hiraklius hingga akhir imperiumnya.
8. Pengangkatan Usamah Bin Zaid
Pada bulan safar Rasulullah mempersiapkan kaum muslimin untuk berperang.
Pasukan kaum muslimin yang berjumlah 3000 ribu dan didalamnya terdapat
banyak sahabat. Rasulullah memerintahkan untuk berangkat ke tanah al-Balqa yang berada di Syam, persisnya tempat gugur (syahidnya) Zaid
bin Haritsah. Keesokan hari, 29 Safar tahun 11 H atau 24 Mei 632
Rasululllah memanggil Usamah bin Zaid supaya menghadap beliau. Setelah
Usamah menghadap, Nabi mengangkatnya menjadi panglima perang untuk memimpin pasukan yang akan diberangkatkan itu.
Nabi bersabda, “Pergilah kamu ke tempat terbunuhnya bapakmu, injaklah mereka dengan kuda. Aku menyerahkan pimpinan ini kepadamu, maka
perangilah penduduk Ubna pada pagi hari dan bakarlah (hancur
binasakanlah) mereka. Cepatlah kamu berangkat, sebelum berita ini
terdengar oleh mereka. Jika Allah memberi kemenangan kepadamu atas mereka, janganlah kamu berlama-lama bersama mereka. Bawalah bersamamu
petunjuk-petunjuk jalan dan dahulukanlah mata-matamu.”
Usamah Bin Zaid adalah sahabat Rasulullah saw yang masih belia usianya.
Dikatakan belia karena usia Usamah ketika diangkat menjadi panglima
perang belum mencapai 20 tahun. Usamah diangkat menjadi panglima perang sudah dalam kondisi menikah dan siap perang.
9. Penaklukan Persia
Peristiwa ini terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab pada
tanggal 14 Safar 16 H atau 17 Maret 637 M. Kaum muslimin dibawah
pimpinan Saad bin Abi Waqash memperoleh kemenangan atas Persia.
Sebelumnya kaum muslimin berperang hebat di qadisiyah (masuk negara
Irak) serta menduduki istananya. Saad Bin waqash sebelumnya sempat mengalami luka pedang cukup parah akibat pertempuran. Namun pertempuran
berhasil dimenangkan kaum muslimin.
10. Jatuhnya kota Baghdad ke tangan Hulakhu Khan
Kota Baghdad yang pada masa itu menjadi pusat pemerintahan Daulah Bani Abasiyah sungguh kehilangan daya. Pada tanggal 9 safar tahun 565 H/ 14 februari 1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Mu’tashim, penguasa terakhir Bani Abbasiyah di Baghdad betul-betul tidak berdaya dan tidak
mampu membendung tentara Hulughu Khan.Tentara tar tar ini membantai
serta menghancurkan seluruh isi kota Baghdad termasuk produk Ilmu
pengetahuan. Jatuhnya kota Baghdad yang menandakan runtuhnya Daulah Bani
Umayah disebabkan oleh pengkhiantan yang dilakukan oleh al-wazir Umayyiduddien Muhammad bin al-Alqami ar-tafidhi seorang Syiah Rafidhah.
11. Meninggalnya Pembebas Jerusalem Shalahuddin Al Ayyubi
Pada tanggal 27 Safar 859 atau 15 Februari 1455 Sholahuddin
menghembuskan nafas terakhir di damaskus. Para pengurus jenazah
terkaget-kaget karena Sholahuddin tidak memiliki harta. Ia hanya
memiliki kain kafan dan uang senilai 66 dirham nasirian (mata uang suriah pada waktu itu). Menjelang wafatnya beliau menyampaikan pesan yang luar biasa “Jangan Tumpahkan Darah, Sebab darah yang terpecik tak
akan pernah tidur”. Beliau meninggalkan penasihat yang merupakan ulama terkenal yakni Ibnu Qudamah, Ibnu Az-Zaki Asy-Syafi’i, dan Ibnu Naja’
al-Qadiri al Hambali.
Komentar
Posting Komentar