Makna dan Hikmah Maulid Nabi Muhammad saw

  

Arti Makna dan Hikmah Maulid Nabi Besar Muhammad saw
 


Arti makna dan hikmah maulid nabi besar Muhammad saw menjadi penting untuk dikaji, ditelaah dan diselami agar perayaan dan tradisi untuk memperingati kelahiran baginda Nabi Muhammad tidak sebatas pada seremonial belaka, tetapi mengandung makna yang filosofis-substantif.

Kata maulid sama artinya dengan milad yang diambil dari bahasa Arab
dengan arti: "hari lahir". Peringatan terhadap kelahiran baginda Nabi
Muhammad ternyata bukanlah tradisi yang ada ketika rasul hidup.

Perayaan ini menjadi tradisi dan berkembang luas dalam masyarakat dan kehidupan umat Islam dari berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, jauh sesudah Rasulullah Muhammad saw wafat.

Jadi, selama rasul hidup ternyata tidak ada namanya tradisi maulid nabi, bahkan pada zaman sahabat sekalipun. Lantas, bagaimana sejarah dan asal usul adanya tradisi maulid nabi besar Muhammad saw?

Peringatan itu kali pertama dilakukan Raja Irbil yang saat ini berada di
wilayah Irak, yakni Muzhaffaruddin al kaukabri pada sekitar abad ke-7
hijriah.

Perayaan itu dilakukan pada bulan Rabi'ul Awal dan dirayakan secara
besar-besaran. Tradisi ini kemudian berkembang pesat dan luas di seluruh dunia hingga Indonesia.

Bisa dibayangkan, pada zaman rasul, sahabat dan sesudahnya ternyata
peringatan maulid nabi tidak ada. Setelah selang waktu sekitar 600
hingga 700 tahun kemudian, tradisi itu muncul. Karena itu, jika tidak
mengerti arti, makna dan hikmah maulid besar nabi Muhammad saw justru menimbulkan "hura-hura" seremonial saja tanpa ada makna yang substantif.

Karena itu, kami mencoba untuk menyelami apa sih arti makna dan hikmah maulid besar nabi Muhammad saw sesungguhnya?

Arti maulid nabi
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, maulid sama halnya dengan milad yang artinya hari lahir. Jadi, maulud nabi bisa diartikan sebagai hari lahir
baginda rasulullah Muhammad saw.

Seperti hari kelahiran pada umumnya yang dirayakan dengan ulang tahun
atau birthday, maulid nabi dirayakan dengan tujuan memperingati ulang
tahun kelahiran tokoh besar umat Islam, yakni Muhammad Saw.

Makna maulid nabi
Dengan adanya seremonial maulid nabi, umat Islam diharapkan bisa
mengingat kembali betapa gigih perjuangan rasul dalam merintis dan
mengembangkan ajaran Islam di tengah tradisi dan budaya Arab yang waktu itu dalam keadaan jahiliyah.

Satu hal yang harus dilakukan umat Muslim ketika merayakan maulid nabi adalah meneladani sikap dan perbuatan, terutama akhlak mulia nan agung dari baginda nabi besar Muhammad saw.

Bukan hanya seremonial belaka, perayaan itu mestinya diresapi dalam hati yang begitu dalam dan mencoba untuk meneladani dan mempraktikkan akhlak mulia dari nabi.

Saat melontarkan pujian-pujian dan sholawat yang begitu menggebu-gebu, hendaknya tidak hanya ditujukan kepada fisik maupun keduniawiannya saja tetapi juga akhlak nabi yang begitu agung dan mulia.

Dalam hal ibadah, akhlak mulia dan agung dari nabi itulah yang harus
ditiru, dicontoh dan diteladani. Padahal kita tahu, Islam sebagai agama yang dibawa nabi Muhammad adalah rahmatan lil alamin.

Artinya, Islam membawa rahmat bagi alam semesta, bukan hanya umat Muslim saja atau manusia saja, tetapi semua makhluk seperti hewan,
tumbuh-tumbuhan, dan alamnya.

 Hikmah maulid nabi
Terkadang seremonial itu perlu. Hal ini untuk mengingatkan kembali
tentang betapa hebat perjuangan beliau dan akhlak serta moralitas beliau.

Manusia itu tempatnya lupa. Meski setiap hari sholawat, tetapi kalau
hati tidak meresapinya pasti lupa dengan makna substantif dari shalawat.

Dengan adanya maulid, manusia atau umat Muslim diharapkan bisa tergugah kembali untuk selalu berikhtiar secara konstan dalam meneladani dan mengamalkan ajaran-ajaran serta akhlak baginda nabi Muhammad saw.

Demikian sekelumit artikel seputar arti, makna dan hikmah maulid nabi
besar Muhammad saw. Semoga bermanfaat. Amien.

************************************

  Makna di balik Maulid Nabi

Di Negara kita, perayaan maulid Nabi Muhammad saw sudah menjadi
rutinitas tahunan. Hampir seluruh lapisan masyarakat islam
memperingatinya, mulai dari istana negara sampai sudut mushala. Sebagian muslimin bahkan memperingati maulid Nabi saw pada tiap malam senin ataupun jum’at. Maulid Nabi saw biasanya diperingati dengan berkumpulnya beberapa orang membaca al-Quran dan kisah teladan nabi saw sepanjang
hidupnya. Kisah itu biasanya berupa karya prosa maupun puisi yang
berbahasa arab. Tidak jarang pula acara peringatan maulid diisi dengan
ceramah agama.  Beberapa daerah di Indonesia memiliki ciri khas dalam
merayakan maulid nabi, seperti Jogjakarta yang terkenal dengan grebek maulid, Surakarta dengan sekaten, dan Banyuwangi dengan
endog-endog’an-nya.

Sejarah
Rabi’ul Awal sebelum kelahiran baginda Nabi saw, merupakan bulan yang tidak memilki keistimewaan bagi orang Arab.
Berbeda halnya dengan asyhur al-hurum, yang telah di-nash
kemuliannya oleh Allah swt dalam surah al-Taubah;36 serta diagungkan oleh bangsa Arab kala itu dengan melakukan gencatan senjata pada bulan-bulan tersebut, yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Menarik juga mengapa Nabi Muhammad saw tidak dilahirkan pada bulan-bulan tersebut. Padahal bulan muharram adalah bulan penuh keutamaan dengan diselamatkannya beberapa nabi terdahulu. Menurut As-Sayid Muhammad Alawi al-Maliki, Allah swt menjadikan bulan Rabi’ul Awwal sebagai bulan kelahiran Nabi agar keistimewa-an dan keutamaan Nabi
Muhammad muncul dari diri beliau. Jika Nabi saw dilahirkan pada salah
satu bulan asyhur al–hurum, maka seakan-akan keutamaan Nabi saw bersumber dan mengikut pada keutamaan dan keisti-mewaan
bulan-bulan tersebut.
Setelah Nabi saw dilahirkan pada bulan Rabi’ul Awal, bulan yang asalnya tidak memilki keistimewaan ini menjadi istimewa dan mulia berkat kelahiran Nabi saw pada bulan itu. Hal ini juga terjadi pada hari
kelahiran nabi, yaitu hari senin.  Dahulu, orang arab hanya menge-tahui kemuliaan dan keutamaan bagi hari jum’at. Setelah nabi lahir pada hari senin, hari itu menjadi mulia dan istimewa berkat Nabi saw.
Sebagian ahli sejarah mencatat Al-Mudzaffar Abu Sa’id Kaukabari (W. 360 H) sebagai orang yang pertama kali memperingati Maulid Nabi saw, ia adalah seorang penguasa daerah Irbil yang masuk dalam wilayah Mosul, Iraq. Sejarawan islam, Ibnu Katsir men-ceritakan bahwa sosok penguasa Irbil ini setiap bulan Rabi’ul Awal memperingati maulid Nabi dengan perayaan yang begitu semarak.

Nilai dan Makna
Memperingati maulid Nabi Muhammad saw memiliki beberapa nilai dan makna, diantaranya: Pertama, nilai spiritual. Setiap insan muslim akan mampu menumbuhkan dan menambah rasa cinta pada beliau saw dengan maulid.
Luapan kegembiraan terhadap kelahiran nabi saw merupakan bentuk cerminan rasa cinta dan penghormatan kita terhadap Nabi pembawa rahmat bagi seluruh alam sebagaimana surah Yunus; 58. Karena figur teladan ini diutus untuk membawa rahmat bagi seluruh alam (surah al-Anbiya’; 107).
Kegembiraan Abu Jahal dengan kelahiran Nabi saw saja dapat mengurangi siksa neraka yang ia cicipi tiap hari senin. Apalagi kegembiraan itu disertai dengan keimanan. Dengan memperingati maulid, kita akan sendirinya ingat dengan perintah bershalawat kepada Nabi saw. Allah swt dan malaikat pun telah memberi contoh bagi kita dengan selalu bershalawat kepada beliau saw (surah al-Ahzab;56).
Kedua, nilai moral dapat dipetik dengan menyimak akhlak terpuji dan
nasab mulia dalam kisah teladan Nabi Muhammad saw. Mempraktikan
sifat-sifat terpuji yang bersumber dari Nabi saw adalah salah satu
tujuan dari diutusnya Nabi saw. Dalam peringatan maulid Nabi saw, kita juga bisa mendapat nasehat dan pengarahan dari ulama agar kita selalu berada dalam tuntunan dan bimbingan agama.
Keempat, nilai sosial. Memuliakan dan mem-berikan jamuan makanan
para tamu, terutama dari golongan fakir miskin yang menghadiri majlis
maulid sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Maha Pencipta. Hal ini
sangat dianjurkan oleh agama, karena memiliki nilai sosial yang tinggi (surah al-Insan;8-9).
Kelima, nilai persatuan akan terjalin dengan berkumpul bersama dalam
rangka bermaulid dan bershalawat  maupun berdzikir. Diceritakan bahwa
Shalahuddin al-Ayubi mengumpulkan umat islam dikala itu untuk
memperingati maulid Nabi saw. Hal itu dilakukan oleh panglima islam ini
bertujuan untuk mempersolid kekuatan dan persatuan pasukan islam dalam menghadapi perang salib di zaman itu.
Semoga dengan memperingati Maulid Baginda Nabi saw kita dapat memetik nilai-nilai positif.
**************************************

Hikmah Dan Fadilah Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw
 


Makna Maulid Nabi yang dalam dunia kita terus diperingati setiap tanggal
kelahiran beliau (setiap tanggal 12 Rabiul Awwal) bukan lagi sebuah
kesemarakan seremonialbelaka, tapi sebuah momen spiritual untuk
mentahbiskan beliau sebagai figur tunggal yang mengisi pikiran, hati dan pandangan hidup kita.


Dalam maulid kita tidak sedang membikin sebuah upacara, tapi perenungan dan pengisian batin agar tokoh sejarah tidak menjadi fiktif dalam diri kita, tapi betul-betul secara kongkrit tertanam, mengakar, menggerakkan detak-detak jantung dan aliran darah ini.




Arti Maulid NabiKataMauliddberasal dari bahasa Arab yang beratrtilahir, peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw merupakan suatu tradisi yang berkembang setelah Nabi SAW wafat, dengan di peringatinya Maulid Nabi Saw ini yang merupakan suatu wujud ungkapan rasa syukur dan kegembiraan serta penghormatan kepada sang utusan Allah karena berkat jasa beliau ajaran agama islam sampai kepada kita

Selain sebagai ekspresi rasa syukur atas kelahiran Rasulullah SAW.,
substansi dari peringatan Maulid Nabi adalah mengukuhkan komitmen
loyalistas pada beliau. Setidaknya, ini terwujud dengan beberapa hikmah,



Hikmah Perayaan Maulid Nabi


1.Peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya.” (QS Al-Ahzab: 56).


2.Peringatan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiraan itu (Ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman Nabi, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam
Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya. Sebagai tanda suka cita. Dan karena kegembiraannya, kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya diringankan setiap hari Senin tiba).


Demikianlah rahmat Allah terhadap siapa pun yang bergembira atas
kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafir pun Allah merahmatikarena kegembiraannya atas kelahiran sang Nabi, apalagi anugerah Allah bagi umatnyayang beriman dan bertakwa.



3.Meneguhkan kembali kecintaan kepada Rasulullah SAW. Bagi seorang
mukmin, kecintaan terhadap Rasulullah SAW. adalah sebuah keniscayaan, sebagai konsekuensi dari keimanan. Kecintaan pada utusan Allah ini harus berada di atas segalanya, melebihi kecintaan pada anak dan isteri, kecintaan terhadap harta, kedudukannya, bahkan kecintaannya terhadap dirinya sendiri. Rasulullah bersabda,

“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian hingga aku lebih
dicintainya daripada orangtua dan anaknya. (HR. Bukhari).”

4.Meneladani perilaku dan perbuatan mulia Rasulullah SAW. dalam setiap
gerak kehidupan kita. Allah SWT. bersabda :

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab:
21)”

Kita tanamkan keteladanan Rasul ini dalam keseharian kita, mulai hal
terkecil, hingga paling besar, mulai kehidupan duniawi, hingga urusan
akhirat. Tanamkan pula keteladanan terhadap Rasul ini pada putra-putri
kita, melalui kisah-kisah sebelum tidur misalnya. Sehingga mereka tidak menjadi pemuja dan pengidola figur publik berakhlak rusak yang mereka tonton melalui acara televisi.

5.Melestarikan ajaran dan misi perjuangan Rasulullah, dan juga para
Nabi. Sesaat sebelum menghembuskan nafas terakhir, Rasul meninggalkan pesan pada umat yang amat dicintainya ini. Beliau bersabda :

“Aku tinggalkan pada kalian dua hal, kalian tidak akan tersesat
dengannya, yakni Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya sallallahu alaihi wa
sallam” (HR. Malik)



Fadilah Perayaan Maulid Nabi

Menurut fatwa seorang Ulama besar : Asy-Syekh Al Hafidz As-Suyuthi
menerangkan bahwa mengadakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw, dengan cara mengumpulkan banyak orang, dan dibacakan ayat-ayat al-Quran
dan diterangkan (diuraikan) sejarah kehidupan dan perjuangan Nabi sejak kelahiran hingga wafatnya, dan diadakan pula sedekah berupa makanan dan hidangan lainnya adalah merupakan perbuatan Bid’ah hasanah (bid’ah yang baik), dan akan mendapatkan pahala bagi orang yang mengadakannya dan yang menghadirinya, sebab terdapat rincian beberapa ibadah yang dituntut oleh stara’ serta sebagai wujud kegembiraan, kecintaan atau mahabbah kapada Rosullullah saw.

Seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw :


مَنْ أَحَبَّنِى كَانَ مَعِيْ فِي الْجَنـَّةِ


“Barang siapa yang senang, gembira, dan cinta kepada saya maka akan
berkumpul bersama dengan saya masuk surga”.


Dalam sebuah hadits dikatakan :


مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدِىْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَـوْمَ الْقِيَا مَةِ. وَمَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا فِى مَوْلِدِى فَكَأَ نَّمَا
اَنْفَقَ جَبَلاً مِنْ ذَ هَبٍ فِى سَبِيْلِ اللهِ


“Barang siapa yang memulyakan  memperingati hari kelahiranku maka aku akan memberinya syafa’at pada hari kiamat. Dan barang siapa memberikan infaq satu dirham untuk memperingati kelahiranku, maka akan diberi pahala seperti memberikan infaq emas sebesar gunung fi sabilillah.

Sahabat Abu Bakar Ash-Shidiq berkata :


مَنْ أَنْفَقَ دِرْ هَماً فِى مَوْ لِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ رَفِيْقِيْ فِى الْجَنَّةِ


“Barang siapa yang memberikan infaq satu dirham untuk memperingati
kelahiran Nabi Saw : akan menjadi temanku masuk surga”.



Sahabat Umar Bin Khoththob berkata :


مَنْ عَظَّمَ مَوْ لِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ أَحْيَا اْلإِسْلاَمَ


“Barang siapa yang memuliakan  memperingati kelahiran Nabi Saw, berarti telah menghidupkan Islam”.



Sahabat Ali Bin Abi Tholib berkata :


مَنْ عَظَّمَ مَوْ لِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَخْرُجُ مِنَ الدُّنْياَ اِلاَّ بِاْلإِ يْمَانِ


“Barang siapa yang memuliakan  memperingati kelahiran Nabi Saw, apabila pergi meninggalkan dunia pergi dengan membawa iman”.



Melihat besarnya pahala tersebut maka banyaklah kaum muslimn muslimat yang selalu melahirkan rasa cintanya kepada Nabi dan mengagungkan hari kelahiran Nabi dengan cara-cara yang terpuji seperti pada tiap-tiap malam Senin atau malam Jum’at mengadakan jama’ah membaca kitab Al- Barzanji, sholawat maulud, dan ada pula yang menyediakan tabungan yang
berwujud uang hasil tanaman atau sebagian gajinya untuk kepentingan
memperingati kelahiran Nabi Saw.
************************************

    PERINGATAN MAULID NABI (Lengkap Dengan Bantahan Terhadap Kaum Wahabi Yang Mengharamkannya)

PERINGATAN MAULID NABI

Sejarah Peringatan Maulid Nabi

Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh raja Irbil (wilayah
Irak sekarang), bernama Muzhaffaruddin alKaukabri, pada awal abad ke 7
hijriyah. Ibn Katsir dalam kitab Tarikh berkata: “Raja Muzhaffar
mengadakan peringatan maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awwal. Beliau
merayakannya secara besarbesaran. Beliau adalah seorang pemberani,
pahlawan, alim dan seorang yang adil semoga Allah merahmatinya”.

Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn alJauzi bahwa dalam peringatan
tersebut  raja alMuzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh
para ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama fiqh, ulama hadits,
ulama kalam, ulama ushul, para ahli tasawwuf dan lainnya. Sejak tiga
hari sebelum hari pelaksanaan beliau telah melakukan berbagai persiapan.
Ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan para tamu yang akan
hadir dalam perayaan Maulid Nabi tersebut.

Segenap para ulama saat itu membenarkan dan menyetujui apa yang
dilakukan oleh raja alMuzhaffar tersebut. Mereka semua mengapresiasi
dan menganggap baik perayaan maulid Nabi yang digelar untuk pertama
kalinya itu. Ibn Khallikan dalam kitab Wafayat alA’yan  menceritakan
bahwa alImam alHafizh Ibn Dihyah datang dari Maroko menuju Syam
untuk selanjutnya menuju Irak, ketika melintasi daerah Irbil pada tahun
604 H, beliau mendapati Raja alMuzhaffar, raja Irbil tersebut sangat
besar perhatiannya terhadap perayaan Maulid Nabi. Oleh karenanya
alHafzih Ibn Dihyah kemudian menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi
yang diberi judul “atTanwir Fi Maulid alBasyir anNadzir”. Karya
ini kemudian beliau hadiahkan kepada raja alMuzhaffar.


Para ulama, semenjak masa raja alMuzhaffar dan masa sesudahnya hingga
sampai sekarang ini menganggap bahwa perayaan maulid Nabi adalah sesuatu
yang baik. Jajaran para ulama terkemuka dan Huffazh alHadits  telah
menyatakan demikian. Di antara mereka seperti alHafizh Ibn Dihyah
(abad 7 H), alHafizh al'Iraqi (W 806 H), AlHafizh Ibn Hajar
al'Asqalani (W 852 H), alHafizh asSuyuthi (W 911 H), alHafizh
asSakhawi (W 902 H), Syekh Ibn Hajar alHaitami (W 974 H), alImam
anNawawi (W 676 H), alImam al‘Izz ibn 'Abd asSalam (W 660 H),
mantan mufti Mesir; Syekh Muhammad Bakhit alMuthi'i (W 1354 H), Mantan
Mufti Bairut Lebanon; Syekh Mushthafa Naja (W 1351 H) dan masih banyak
lagi para ulama besar yang lainnya. Bahkan alImam asSuyuthi menulis
karya khusus tentang maulid yang berjudul “Husn alMaqsid Fi ‘Amal
alMaulid”. Karena itu perayaan maulid Nabi, yang biasa dirayakan di
bulan Rabi’ul Awwal menjadi tradisi ummat Islam di seluruh belahan
dunia, dari masa ke masa dan dalam setiap generasi ke generasi.

 

Hukum Peringatan Maulid Nabi


Peringatan Maulid Nabi Muhammad yang dirayakan dengan membaca sebagian
ayatayat alQur’an dan menyebutkan sebagian sifatsifat nabi yang
mulia, ini adalah perkara yang penuh dengan berkah dan kebaikan kebaikan
yang agung. Tentu jika perayaan tersebut terhindar dari bid’ahbid’ah
sayyiah yang dicela oleh syara’.


Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa perayaan Maulid Nabi mulai
dilakukan pada permulaan abad ke 7 H. Ini berarti kegiatan ini tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah, para sahabat dan generasi Salaf. Namun
demikian tidak berarti hukum perayaan Maulid Nabi dilarang atau sesuatu
yang haram. Karena segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh
Rasulullah atau tidak pernah dilakukan oleh para sahabatnya belum tentu
bertentangan dengan ajaran Rasulullah sendiri. Para ulama menggolongkan
perayaan Maulid Nabi sebagai bagian dari bid’ah hasanah. Artinya bahwa
perayaan Maulid Nabi ini merupakan perkara baru yang sejalan dengan
ajaranajaran alQur’an dan haditshadits Nabi dan sama sekali tidak
bertentangan dengan keduanya.

 


Dalil Dalil Peringatan Maulid Nabi



 1.  Peringatan Maulid Nabi masuk dalam anjuran hadits nabi untuk
membuat sesuatu yang baru yang baik dan tidak menyalahi syari’at Islam.
Rasulullah bersabda:


مَنْ  سَنَّ  فيِ  اْلإِسْـلاَمِ  سُنَّةً  حَسَنـَةً  فَلَهُ  أَجْرُهَا وَأَجْرُ  مَنْ  عَمِلَ  بِهَا بَعْدَهُ
مِنْ  غَيْرِ  أَنْ يَنْقُصَ مِنْ  أُجُوْرِهِمْ  شَىْءٌ  (رواه مسلم في صحيحه)

“Barang siapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebuah perkara baik
maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan baiknya tersebut, dan ia
juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa
berkurang pahala mereka sedikitpun”. (HR. Muslim dalam kitab Shahihnya).


Faedah Hadits:


Hadits ini memberikan keleluasaan kepada ulama ummat Nabi Muhammad untuk
merintis perkaraperkara baru yang baik yang tidak bertentangan dengan
alQur’an, Sunnah, Atsar maupun Ijma’. Peringatan maulid Nabi adalah
perkara baru yang baik dan sama sekali tidak menyalahi satupun di
antara dalildalil tersebut. Dengan demikian berarti hukumnya boleh,
bahkan salah satu jalan untuk mendapatkan pahala. Jika ada orang yang
mengharamkan peringatan Maulid Nabi, berarti  telah mempersempit
keleluasaan yang telah Allah berikan kepada hambaNya untuk melakukan
perbuatanperbuatan baik yang belum pernah ada pada masa Nabi.

 
2.  Dalil dalil tentang adanya Bid’ah Hasanah yang telah disebutkan dalam pembahasan mengenai Bid’ah.


3.  Hadits riwayat Imam alBukhari dan Imam Muslim dalam kedua kitab
Shahihnya. Diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah tiba di Madinah,
beliau mendapati orangorang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura’ (10
Muharram). Rasulullah bertanya kepada mereka: “Untuk apa mereka
berpuasa?” Mereka menjawab: “Hari ini adalah hari ditenggelamkan Fir'aun
dan diselamatkan Nabi Musa, dan kami berpuasa di hari ini adalah karena
bersyukur kepada Allah”. Kemudian Rasulullah bersabda:


أَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ

 “Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian”.

 

Lalu Rasulullah berpuasa dan memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa.


Faedah Hadits:


Pelajaran penting yang dapat diambil dari hadits ini ialah bahwa sangat
dianjurkan untuk melakukan perbuatan syukur kepada Allah pada harihari
tertentu atas nikmat yang Allah berikan pada harihari tersebut. Baik
melakukan perbuatan syukur karena memperoleh nikmat atau karena
diselamatkan dari marabahaya. Kemudian perbuatan syukur tersebut diulang
pada hari yang sama di setiap tahunnya.

Bersyukur kepada Allah dapat dilakukan dengan melaksanakan berbagai
bentuk ibadah, seperti sujud syukur, berpuasa, sedekah, membaca
alQur’an dan semacamnya. Bukankah kelahiran Rasulullah adalah nikmat
yang paling besar bagi umat ini?! Adakah nikmat yang lebih agung dari
dilahirkannya Rasulullah pada bulan Rabi’ul Awwal ini?! Adakah nikmat
dan karunia yang lebih agung dari pada kelahiran Rasulullah yang
menyelamatkan kita dari jalan kesesatan?! Demikian inilah yang telah
dijelaskan oleh alHafizh Ibn Hajar al‘Asqalani.


4. Hadits riwayat Imam Muslim dalam kitab Shahih. Bahwa Rasulullah
ketika ditanya mengapa beliau puasa pada hari Senin, beliau menjawab:


ذلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ

 “Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan”.  (HR Muslim)


Faedah Hadits:


Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah melakukan puasa pada hari senin
karena bersyukur kepada Allah, bahwa pada hari itu beliau dilahirkan.
Ini adalah isyarat dari Rasulullah, artinya jika beliau berpuasa pada
hari senin karena bersyukur kepada Allah atas kelahiran beliau sendiri
pada hari itu, maka demikian pula bagi kita sudah selayaknya pada
tanggal kelahiran Rasulullah tersebut untuk melakukan perbuatan syukur,
misalkan dengan membaca alQur’an, membaca kisah kelahirannya,
bersedekah, atau perbuatan baik lainnya.


Kemudian, oleh karena puasa pada hari senin diulang setiap minggunya,
maka berarti peringatan maulid juga diulang setiap tahunnya. Dan karena
hari kelahiran Rasulullah masih diperselisihkan oleh para ulama mengenai
tanggalnya, bukan pada harinya, maka sahsah saja jika dilakukan pada
tanggal 12, 2, 8, atau 10 Rabi'ul Awwal atau pada tanggal lainnya.
Bahkan tidak masalah bila perayaan ini dilaksanakan dalam sebulan penuh
sekalipun, sebagaimana ditegaskan oleh alHafizh asSakhawi seperti
yang akan dikutip di bawah ini.

 

Fatwa Beberapa Ulama Ahlussunnah


 1. FatwaSyaikh alIslam Khatimah alHuffazh Amir alMu’minin Fi
alHadits alImam Ahmad Ibn Hajar al‘Asqalani. Beliau menuliskan
menuliskan sebagai berikut:

 

    أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ،
    وَلكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ
    وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً" وَقَالَ: "وَقَدْ ظَهَرَ لِيْ تَخْرِيْجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ.

    “Asal peringatan maulid adalah bid’ah yang belum pernah dinukil dari
    kaum Salaf saleh yang hidup pada tiga abad pertama, tetapi demikian
    peringatan maulid mengandung kebaikan dan lawannya, jadi barangsiapa
    dalam peringatan maulid berusaha melakukan halhal yang baik saja
    dan menjauhi lawannya (halhal yang buruk), maka itu adalah bid’ah
    hasanah”. AlHafizh Ibn Hajar juga mengatakan: “Dan telah nyata
    bagiku dasar pengambilan peringatan Maulid di atas dalil yang
    tsabit (Shahih)”.


2. Fatwa alImam alHafizh asSuyuthi. Beliau mengatakan dalam
risalahnya Husn alMaqshid Fi ‘Amal alMaulid: Beliau menuliskan
sebagai berikut:

 

    عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوِلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ
    القُرْءَانِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ وَمَا وَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ
    الآيَاتِ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذلِكَ هُوَ مِنَ
    الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ
    وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ. وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ ذلِكَ صَاحِبُ إِرْبِل
    الْمَلِكُ الْمُظَفَّرُ أَبُوْ سَعِيْدٍ كَوْكَبْرِيْ بْنُ زَيْنِ الدِّيْنِ ابْنِ بُكْتُكِيْن أَحَدُ الْمُلُوْكِ
    الأَمْجَادِ وَالْكُبَرَاءِ وَالأَجْوَادِ، وَكَانَ لَهُ آثاَرٌ حَسَنَةٌ وَهُوَ الَّذِيْ عَمَّرَ الْجَامِعَ
    الْمُظَفَّرِيَّ بِسَفْحِ قَاسِيُوْنَ.

    “Menurutku: pada dasarnya peringatan maulid, berupa kumpulan
    orangorang, berisi bacaan beberapa ayat alQur’an, meriwayatkan
    haditshadits tentang permulaan sejarah Rasulullah dan tandatanda
    yang mengiringi kelahirannya, kemudian disajikan hidangan lalu
    dimakan oleh orangorang tersebut dan kemudian mereka bubar
    setelahnya tanpa ada tambahantambahan lain, adalah termasuk bid’ah
    hasanah yang pelakunya akan memperoleh pahala. Karena perkara
    semacam itu merupakan perbuatan mengagungkan terhadap kedudukan
    Rasulullah dan merupakan penampakan akan rasa gembira dan suka cita
    dengan kelahirannya yang mulia. Orang yang pertama kali merintis
    peringatan maulid ini adalah penguasa Irbil, Raja alMuzhaffar Abu
    Sa'id Kaukabri Ibn Zainuddin Ibn Buktukin, salah seorang raja yang
    mulia, agung dan dermawan. Beliau memiliki peninggalan dan jasajasa
    yang baik, dan dialah yang membangun alJami’ alMuzhaffari di
    lereng gunung Qasiyun”.

3. Fatwa alImam alHafizh asSakhawi seperti disebutkan dalam
alAjwibah alMardliyyah, sebagai berikut:

    لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ فِيْ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ الْفَاضِلَةِ، وَإِنَّمَا حَدَثَ
    بَعْدُ، ثُمَّ مَا زَالَ أَهْـلُ الإِسْلاَمِ فِيْ سَائِرِ الأَقْطَارِ وَالْمُـدُنِ الْعِظَامِ يَحْتَفِلُوْنَ
    فِيْ شَهْرِ مَوْلِدِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ يَعْمَلُوْنَ الْوَلاَئِمَ الْبَدِيْعَةَ
    الْمُشْتَمِلَةَ عَلَى الأُمُوْرِ البَهِجَةِ الرَّفِيْعَةِ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ فِيْ لَيَالِيْهِ بِأَنْوَاعِ
    الصَّدَقَاتِ، وَيُظْهِرُوْنَ السُّرُوْرَ، وَيَزِيْدُوْنَ فِيْ الْمَبَرَّاتِ، بَلْ يَعْتَنُوْنَ بِقِرَاءَةِ مَوْلِدِهِ
    الْكَرِيْمِ، وَتَظْهَرُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَرَكَاتِهِ كُلُّ فَضْلٍ عَمِيْمٍ بِحَيْثُ كَانَ مِمَّا جُرِّبَ". ثُمَّ قَالَ:
    "قُلْتُ: كَانَ مَوْلِدُهُ الشَّرِيْفُ عَلَى الأَصَحِّ لَيْلَةَ الإِثْنَيْنِ الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ شَهْرِ رَبِيْع
    الأَوَّلِ، وَقِيْلَ: لِلَيْلَتَيْنِ خَلَتَا مِنْهُ، وَقِيْلَ: لِثَمَانٍ، وَقِيْلَ: لِعَشْرٍ وَقِيْلَ غَيْرُ ذَلِكَ،
    وَحِيْنَئِذٍ فَلاَ بَأْسَ بِفِعْلِ الْخَيْرِ فِيْ هذِهِ الأَيَّامِ وَاللَّيَالِيْ عَلَى حَسَبِ الاسْتِطَاعَةِ
    بَلْ يَحْسُنُ فِيْ أَيَّامِ الشَّهْرِ كُلِّهَا وَلَيَالِيْهِ.

    “Peringatan Maulid Nabi belum pernah dilakukan oleh seorangpun dari
    kaum Salaf Saleh yang hidup pada tiga abad pertama yang mulia,
    melainkan baru ada setelah itu di kemudian. Dan ummat Islam di semua
    daerah dan kotakota besar senantiasa mengadakan peringatan Maulid
    Nabi pada bulan kelahiran Rasulullah. Mereka mengadakan
    jamuanjamuan makan yang luar biasa dan diisi dengan halhal yang
    menggembirakan dan baik. Pada malam harinya, mereka mengeluarkan
    berbagai macam sedekah, mereka menampakkan kegembiraan dan suka
    cita. Mereka melakukan kebaikankebaikan lebih dari biasanya. Mereka
    bahkan meramaikan dengan membaca bukubuku maulid. Dan nampaklah
    keberkahan Nabi dan Maulid secara merata. Dan ini semua telah teruji”.

    Kemudian asSakhawi berkata: “Aku Katakan: “Tanggal kelahiran Nabi
    menurut pendapat yang paling shahih adalah malam Senin, tanggal 12
    bulan Rabi’ul Awwal. Menurut pendapat lain malam tanggal 2, 8, 10
    dan masih ada pendapatpendapat lain. Oleh karenanya tidak mengapa
    melakukan kebaikan kapanpun pada harihari dan malammalam ini
    sesuai dengan kesiapan yang ada, bahkan baik jika dilakukan pada
    harihari dan malammalam bulan Rabi'ul Awwal seluruhnya”[1].

Jika kita membaca fatwafatwa para ulama terkemuka ini dan
merenungkannya dengan hati yang jernih, kita akan mengetahui bahwa
sebenarnya sikap “sinis” yang timbul dari sebagian orang yang
mengharamkan Maulid Nabi tidak lain hanya didasarakan kepada hawa nafsu
belaka. Orangorang semacam itu sama sekali tidak peduli dengan
fatwafatwa para ulama saleh terdahulu. Di antara pernyataan mereka yang
sangat merisihkan ialah bahwa mereka seringkali menyamakan peringatan
maulid Nabi ini dengan perayaan Natal yang dilakukan oleh orangorang
Nasrani. Bahkan salah seorang dari mereka, karena sangat benci terhadap
perayaan Maulid Nabi ini, dengan tanpa malu dan tanpa risih sama sekali
berkata:


إِنَّ الذَّبِيْحَةَ الَّتِيْ تُذْبَحُ لإِطْعَامِ النَّاسِ فِيْ الْمَوْلِدِ أَحْرَمُ مِنَ الْخِنْزِيْرِ.

“Sesungguhnya binatang sembelihan yang disembelih untuk menjamu orang
dalam peringatan maulid lebih haram dari daging babi”.

Orangorang anti maulid ini menganggap bahwa perbuatan bid’ah semcam
Maulid Nabi ini adalah perbuatan yang mendekati syirik. Dengan demikian,
menurut mereka, lebih besar dosanya dari pada memakan daging babi yang
hanya haram saja dan tidak mengandung unsur syirik.


Jawab:

Na’udzu Billah. Sungguh sangat kotor dan buruk perkataan orang semacam
ini. Bagaimana ia berani dan tidak punya rasa malu sama sekali
mengatakan peringatan Maulid Nabi, yang telah disetujui oleh para ulama
dan orangorang saleh dan telah dianggap sebagai perkara baik oleh para
ahli hadits dan lainnya, dengan perkataan seburuk seperti ini?! Orang
seperti ini benarbenar tidak tahu diri. Apakah dia merasa telah menjadi
seperti alHafizh Ibn Hajar al‘Asqalani, alHafzih asSuyuthi atau
alHafizh asSakhawi atau bahkan merasa lebih alim dari mereka?!
Bagaimana ia membandingkan makan daging babi yang telah nyata dan tegas
hukum haramnya di dalam alQur’an, lalu ia samakan dengan peringatan
Maulid Nabi yang sama sekali tidak ada pengharamannya dari nashnash
syari’at?! Ini artinya, bahwa orangorang semacam dia yang mengharamkan
maulid ini tidak mengetahui Maratib alAhkam; tingkatantingkatan
hukum. Mereka tidak mengetahui mana yang haram dan mana yang mubah, mana
yang haram dengan nash dan mana yang haram dengan istinbath. Tentunya
orangorang semacam ini sama sekali tidak layak untuk diikuti dan
dijadikan panutan atau ikutan dalam mengamalkan ajaran agama Allah ini.

 

Pembacaan Buku Buku Maulid


Di antara rangkaian acara peringatan Maulid Nabi adalah membaca
kisahkisah tentang kelahiran Rasulullah. AlHafizh asSakhawi
menuliskan sebagai berikut:



    وَأَمَّا قِرَاءَةُ الْمَوْلِدِ فَيَنْبَغِيْ أَنْ يُقْتَصَرَ مِنْهُ عَلَى مَا أَوْرَدَهُ أَئِمَّةُ الْحَدِيْثِ فِيْ
    تَصَانِيْفِهِمْ الْمُخْتَصَّةِ بِهِ كَالْمَوْرِدِ الْهَنِيِّ لِلْعِرَاقِيِّ – وَقَدْ حَدَّثْتُ بِهِ فِيْ الْمَحَلِّ
    الْمُشَارِ إِلَيْهِ بِمَكَّةَ، وَغَيْرِ الْمُخْتَصَّةِ بِهِ بَلْ ذُكِرَ ضِمْنًا كَدَلاَئِلِ النُّـبُوَّةِ
    لِلْبَيْهَقِيِّ، وَقَدْ خُتِمَ عَلَيَّ بِالرَّوْضَةِ النَّـبَوِيَّةِ، لأَنَّ أَكْثَرَ مَا بِأَيْدِيْ الْوُعَّاظِ مِنْهُ
    كَذِبٌ وَاخْتِلاَقٌ، بَلْ لَمْ يَزَالُوْا يُوَلِّدُوْنَ فِيْهِ مَا هُوَ أَقْبَحُ وَأَسْمَجُ مِمَّا لاَ تَحِلُّ
    رِوَايَتُهُ وَلاَ سَمَاعُهُ، بَلْ يَجِبُ عَلَى مَنْ عَلِمَ بُطْلاَنُهُ إِنْكَارُهُ، وَالأَمْرُ بِتَرْكِ
    قِرَائِتِهِ، عَلَى أَنَّهُ لاَ ضَرُوْرَةَ إِلَى سِيَاقِ ذِكْرِ الْمَوْلِدِ، بَلْ يُكْتَفَى بِالتِّلاَوَةِ
    وَالإِطْعَامِ وَالصَّدَقَةِ، وَإِنْشَادِ شَىْءٍ مِنَ الْمَدَائِحِ النَّـبَوِيَّةِ وَالزُّهْدِيَّةِ الْمُحَرِّكَةِ
    لِلْقُلُوْبِ إِلَى فِعْلِ الْخَيْرِ وَالْعَمَلِ لِلآخِرَةِ وَاللهُ يَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ.

    “Adapun pembacaan kisah kelahiran Nabi maka seyogyanya yang dibaca
    hanya yang disebutkan oleh para ulama ahli hadits dalam
    karangankarangan mereka yang khusus berbicara tentang kisah
    kelahiran Nabi, seperti alMaurid alHaniyy karya al‘Iraqi (Aku
    juga telah mengajarkan dan membacakannya di Makkah), atau tidak
    khusus dengan karyakarya tentang maulid saja tetapi juga dengan
    menyebutkan riwayatriwayat yang mengandung tentang kelahiran Nabi,
    seperti kitab Dalail anNubuwwah karya alBaihaqi. Kitab ini juga
    telah dibacakan kepadaku hingga selesai di Raudlah Nabi. Karena
    kebanyakan kisah maulid yang ada di tangan para penceramah adalah
    riwayatriwayat bohong dan palsu, bahkan hingga kini mereka masih
    terus memunculkan riwayatriwayat dan kisahkisah yang lebih buruk
    dan tidak layak didengar, yang tidak boleh diriwayatkan dan
    didengarkan, justru sebaliknya orang yang mengetahui kebatilannya
    wajib mengingkari dan melarang untuk dibaca. Padahal sebetulnya
    tidak mesti ada pembacaan kisahkisah maulid dalam peringatan maulid
    Nabi, melainkan cukup membaca beberapa ayat alQur’an, memberi makan
    dan sedekah, didendangkan baitbait Madaih Nabawiyyah
    (pujianpujian terhadap Nabi) dan syairsyair yang mengajak kepada
    hidup zuhud, mendorong hati untuk berbuat baik dan beramal untuk
    akhirat. Dan Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki”.



Kerancuan Faham Kalangan Anti Maulid


1. Kalangan yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi
berkata:“Peringatan Maulid Nabi tidak pernah dilakukan oleh
Rasulullah, juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabatnya. Seandainya
hal itu merupakan perkara baik niscaya mereka telah mendahului kita
dalam melakukannya”.


Jawab: 


Baik, Rasulullah tidak melakukannya, apakah beliau melarangnya? Perkara
yang tidak dilakukan oleh Rasulullah tidak sertamerta sebagai sesuatu
yang haram. Tapi sesuatu yang haram itu adalah sesuatu yang telah nyata
dilarang dan diharamkan oleh Rasulullah. Karena itu Allah berfirman:

 

وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا (الحشر: 7)

“Apa yang diberikan oleh Rasulullah kepadamu maka terimalah  dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”.  (QS. alHasyr: 7)


Dalam firman Allah di atas disebutkan “Apa yang dilarang ole Rasulullah
atas kalian maka tinggalkanlah”, tidak mengatakan “Apa yang ditinggalkan
oleh Rasulullah maka tinggalkanlah”. Ini artinya bahwa perkara haram
adalah sesuatu yang dilarang dan diharamkan oleh Rasulullah, bukan
sesuatu yang ditinggalkannya. Suatu perkara itu tidak haram hukumnya
hanya dengan alasan tidak dilakukan oleh Rasulullah. Melainkan ia
menjadi haram ketika ada dalil yang melarang dan mengharamkannya.


Lalu kita katakan kepada mereka: Apakah untuk mengetahui bahwa sesuatu
itu boleh atau sunnah harus ada nash dari Rasulullah langsung yang
secara khusus menjelaskannya?! Apakah untuk mengetahui boleh atau
sunnahnya perkara maulid harus ada nash khusus dari Rasulullah yang
berbicara tentang maulid itu sendiri?! Bagaimana mungkin Rasulullah
berbicara atau melakukan segala sesuatu secara khusus dalam umurnya yang
sangat singkat?! Bukankah jumlah nashnash syari’at, baik ayatayat
alQur’an maupun haditshadits nabi, itu semua terbatas, artinya tidak
membicarakan setiap peristiwa, padahal peristiwaperistiwa baru akan
terus bermunculan dan selalu bertambah?! Jika setiap perkara harus
dibicarakan oleh Rasulullah langsung, lalu dimanakah posisi ijtihad dan
apa fungsi ayatayat atau haditshadits yang memberikan pemahaman umum?!
Misalkan firman Allah:


وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (الحج: 77)

“Dan lakukan kebaikan oleh kalian supaya kalian beruntung” (QS. al Hajj: 77)

Apakah kemudian setiap bentuk kebaikan harus dikerjakan terlebih dahulu
oleh Rasulullah supaya dihukumi bahwa kebaikan tersebut boleh
dilakukan?! Tentunya tidak demikian. Dalam masalah ini Rasulullah hanya
memberikan kaedahkaedah atau garis besarnya saja. Karena itulah dalam
setiap pernyataan Rasulullah terdapat apa yang disebut dengan Jawami’
alKalim. Artinya bahwa dalam setiap ungkapan Rasulullah terdapat
kandungan makna yang sangat luas.


Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah bersabda:


مَنْ  سَنَّ  فيِ  اْلإِسْـلاَمِ  سُنَّةً  حَسَنـَةً  فَلَهُ  أَجْرُهَا وَأَجْرُ  مَنْ  عَمِلَ  بِهَا بَعْدَهُ
مِنْ  غَيْرِ  أَنْ يَنْقُصَ مِنْ  أُجُوْرِهِمْ  شَىْءٌ (رواه الإمام مسلم في صحيحه)

“Barang siapa yang memulai (merintis perkara baru) dalam Islam sebuah
perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatannya
tersebut dan pahala dari orangorang yang mengikutinya sesudah dia,
tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun”. (HR. Muslim dalam Shahihnya).


Dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah bersabda:


مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ (رواه مسلم)

“Barang siapa merintis sesuatu yang baru dalam agama kita ini yang bukan
berasal darinya maka ia tertolak”. (HR. Muslim)


Dalam hadits ini Rasulullah menegaskan bahwa sesuatu yang baru dan
tertolak adalah sesuatu yang “bukan bagian dari syari’atnya”. Artinya,
sesuatu yang baru yang tertolak adalah yang menyalahi syari’at Islam itu
sendiri. Inilah yang dimaksud dengan pernyataan Rasulullah dalam hadits
di atas: “Ma Laisa Minhu”. Karena, seandainya semua perkara yang belum
pernah dilakukan oleh Rasulullah atau oleh para sahabatnya adalah
perkara yang pasti haram dan sesat dengan tanpa terkecuali, maka
Rasulullah tidak akan mengatakan “Ma Laisa Minhu”, tapi mungkin akan
berkata: “Man Ahdatsa Fi Amrina Hadza Syai’an Fa Huwa Mardud”
(Siapapun yang merintis perkara baru dalam agama kita ini maka ia pasti
tertolak). Dan bila maknanya seperti ini maka berarti hal ini
bertentangan dengan hadits riwayat Imam Muslim di atas sebelumnya. Yaitu
hadits: “Man Sanna Fi alIslam Sunnatan Hasanatan....”. Padalah hadits
riwayat Imam Muslim ini megandung isyarat anjuran bagi kita untuk
membuat suatu yang baru, yang baik, dan yang sejalan dengan syari’at Islam.

Dengan demikian tidak semua perkara baru adalah sesat dan tertolak.
Namun setiap perkara baru harus dicari hukumnya dengan dilihat
persesuaiannya dengan dalildalil dan kaedahkaedah syara’. Bila sesuai
maka boleh dilakukan, dan jika menyalahi maka tentu tidak boleh
dilakukan. Karena itulah alHafizhIbn Hajar al‘Asqalani menuliskan
sebagai berikut:


وَالتَّحْقِيْقُ أَنَّهَا إِنْ كَانَتْ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَحْسَنٍ فِيْ الشَّرْعِ فَهِيَ حَسَنَةٌ، وَإِنْ كَانَتْ
مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَقْبَحٍ فِيْ الشَّرْعِ فَهِيَ مُسْتَقْبَحَةٌ

“Cara mengetahui bid’ah yang hasanah dan sayyiah menurut tahqiq
(penelitian) para ulama adalah; bahwa jika perkara baru tersebut masuk
dan tergolong kepada hal yang baik dalam syara’ berarti termasuk bid’ah
hasanah, dan jika tergolong kepada hal yang buruk dalam syara’ maka
berarti termasuk bid’ah yang buruk”.


Pantaskah dengan keagungan Islam dan keluasan kaedahkaedahnya jika
dikatakan bahwa setiap perkara baru adalah sesat?


2. Kalangan yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi biasanya
berkata:“Peringatan maulid itu sering dibarengi dengan perkaraperkara
haram dan maksiat”.


Jawab:


Apakah karena alasan tersebut lantas peringatan maulid menjadi haram
secara mutlak?! Pendekatannya; Apakah seseorang haram baginya untuk
masuk ke pasar, dengan alasan di pasar banyak yang sering melakukan
perbuatan haram, seperti membuka aurat, menggunjingkan orang, menipu dan
lain sebagainya?! Tentu tidak demikian. Maka demikian pula dengan
peringatan maulid, jika ada kesalahankesalahan atau perkaraperkara
haram dalam pelaksanaannya, maka kesalahankesalahan itulah yang harus
diperbaiki. Dan memperbaikinya tentu bukan dengan mengharamkan hukum
maulid itu sendiri. Karena itulah alHafizh Ibn Hajar telah mengatakan:


أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلكِنَّهَا مَعَ
ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ
بِدْعَةً حَسَنَةً

“Asal peringatan maulid adalah bid’ah yang belum pernah dinukil dari
kaum Salaf saleh pada tiga abad pertama, tetapi meski demikian
peringatan maulid mengandung kebalikan dan lawannya. Barangsiapa dalam
memperingati maulid berusaha melakukan halhal yang baik saja dan
menjauhi lawannya (halhal buruk yang diharamkan), maka itu adalah
bid’ah hasanah”.


3.   Kalangan yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi
berkata:“Peringatan Maulid itu seringkali menghabiskan dana yang
sangat besar. Hal itu adalah perbuatan tabdzir. Mengapa tidak
dialokasikan saja untuk kebutuhan ummat yang lebih penting?”.


Jawab:


Laa Hawla Walaa Quwwata Illa Billah.Perkara yang telah dianggap baik
oleh para ulama disebutnya sebagai tabdzir?! Orang yang berbuat baik,
bersedekah, ia anggap telah melakukan perbuatan haram, yaitu perbuatan
tabdzir?! Mengapa orangorang seperti ini selalu saja berprasangka
buruk (suuzhzhann) terhadap umat Islam?! Mengapa harus mencaricari
dalih untuk mengharamkan perkara yang tidak diharamkan oleh Allah dan
RasulNya?! Mengapa mereka selalu saja beranggapan bahwa peringatan
maulid tidak ada unsur kebaikannya sama sekali untuk ummat ini?!
Bukankah peringatan Maulid Nabi mengingatkan kita kepada perjuangan
Rasulullah dalam berdakwah sehingga membangkitkan semangat kita untuk
berdakwah seperti yang telah dicontohkan beliau?! Bukankah peringatan
Maulid Nabi memupuk kecintaan kita kepada Rasulullah dan menjadikan kita
banyak bershalawat kepadanya?! Sesungguhnya maslahatmaslahat besar
semacam ini bagi orang yang beriman tidak bisa diukur dengan harta.


4. Kalangan yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi sering
berkata:“Peringatan Maulid itu pertama kali diadakan oleh Sultan
Shalahuddin alAyyubi. Tujuan beliau saat itu adalah memobilisasi ummat
untuk berjihad. Berarti orang yang melakukan peringatan maulid bukan
dengan tujuan itu, telah menyimpang dari tujuan awal maulid. Oleh
karenanya peringatan maulid tidak perlu”.


Jawab:


Pernyataan seperti ini sangat aneh. Ahli sejarah mana yang mengatakan
bahwa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah sultan
Shalahuddin alAyyubi. Para ahli sejarah, seperti Ibn Khallikan, Sibth
Ibn alJauzi, Ibn Katsir, alHafizh asSakhawi, alHafizh
asSuyuthi dan lainnya telah sepakat menyatakan bahwa orang yang pertama
kali mengadakan peringatan maulid adalah Raja alMuzhaffar, bukan sultan
Shalahuddin alAyyubi.

Orang yang mengatakan bahwa sultan Shalahuddin alAyyubi yang pertama
kali mengadakan Maulid Nabi telah membuat “rekayasa jahat” terhadap
sejarah. Perkataan mereka bahwa sultan Shalahuddin membuat maulid untuk
tujuan mobilisasi umat untuk jihad dalam perang salib, maka jika
diadakan bukan untuk tujuan seperti ini berarti telah menyimpang, adalah
perkataan yang menyesesatkan. Target mereka yang berkata demikian adalah
hendak mengharamkan maulid, atau paling tidak hendak mengatakan tidak perlu.


Kita katakan kepada mereka: Apakah jika orang hendak berjuang harus
bergabung dengan bala tentara sultan Shalahuddin? Apakah menurut mereka
yang berjuang untuk Islam hanya bala tentara sultan Shalahuddin saja?
Dan apakah dalam berjuang harus mengikuti metode dan strategi
Shalahuddin saja, dan jika tidak, berarti tidak berjuang namanya?!


Hal yang sangat mengherankan ialah kenapa bagi sebagian mereka yang
mengharamkan maulid ini, dalam keadaan tertentu, atau untuk kepentingan
tertentu, kemudian mereka mengatakan maulid boleh, istighotsah boleh,
bahkan ikutikutan tawassul, tapi kemudian terhadap orang lain mereka
mengharamkannya?! Hasbunallah. Para ahli sejarah yang telah kita
sebutkan di atas, tidak ada seorangpun dari mereka yang mengisyaratkan
bahwa tujuan maulid adalah untuk memobilisasi ummat untuk jihad dalam
perang di jalan Allah. Lalu dari mana muncul pemikiran seperti ini?!
Tidak lain, pemikiran tersebut hanya muncul dari hawa nafsu belaka.
Benar, mereka selalu mencaricari celah sekecil apapun untuk
mengungkapkan “kebencian” dan “sinisme” mereka terhadap peringatan
Maulid Nabi ini. Apa dasar mereka mengatakan bahwa peringatan maulid
baru boleh diadakan jika tujuannya mobilisasi massa untuk jihad?! Apa
dasar perkataan seperti ini?! Sama sekali tidak ada.


AlHafizh Ibn Hajar, alHafizh asSuyuthi, alHafizh asSakhawi
dan para ulama lainnya yang telah menjelaskan tentang kebolehan
peringatan Maulid Nabi, sama sekali tidak mengaitkannya dengan tujuan
mobilisasi massa untuk berjihad. Kemudian dalildalil yang mereka
kemukakan dalam masalah maulid tidak menyebut prihal jihad sama sekali,
bahkan mengisyaratkan saja tidak. Dari sini kita tahu betapa rancu dan
tidak berdasar perkataan mereka bila sudah berkaitan dengan hukum,
istinbath dan istidlal.


Semoga Allah merahmati para ulama kita. Sesungguhnya mereka adalah
cahaya penerang bagi umat ini dan sebagai penuntun bagi kita semua
menuju jalan yang diridlai Allah. Amin.
********************************

    DALIL PERINGATAN MAULID NABI
 
Peringatan maulid Nabi s.a.w. adalah salah satu peringatan agung bagi kalangan umat
Islam, karena di dalamnya terdapat beberapa hikmah yang sangat besar,
baik untuk pribadi maupun untuk pejuangan agama Islam.
Di bawah ini ada beberapa dalil pentingnya mengadakan peringatan maulid Nabi s.a.w. dari
al-Qur’an, al-Hadits dan Kaidah Fiqh:

Dalil 1

وَكُلًّا نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ*ۦفُؤَادَكَ ,وَجَاءَكَ فِى هٰذِهِ
الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ ﴿هود:١٢۰﴾

Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah
kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini
telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi
orang-orang yang beriman. (QS. Hud,120)

Keterangan:

Al-Qur’an telah menceritakan kisah para nabi terdahulu kepada Rasulullah
SAW untuk memperoleh hikmah dan pelajaran. Begitujuga kita perlu
mendapatkan kisah Rasulullah SAW agar bisa diikuti dan diteladani.

Dalil 2

Firman Allah

  قُلْ بِفَضْلِ اللَّـهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا.هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
﴿يونس:٥٨﴾


Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu
mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan”.(QS. Yunus, 10: 58)

Keterangan:

Kita memperingati maulid  sebagai ungkapan rasa bahagia atas lahirnya
Rasulullah SAW sebagi pembawa risalah “rahmatan lil’alamin”.

Dalil 3

Sabda Rasulullah SAW

(( من سن سنة حسنة فله أجرها .. )) إلى أن قـــــــال (( ومن سنَّ سنة سيئة
…  ))  الحديث .

(Lihat Shahih Muslim : 2395, Menurut Syekh al-Albani Hadist Hasan Shahih
; Sunan Ibnu Majjah : 203, Sunan al-Baihaqi al-Kubra : 7531, Sunan
at-Tarmidzi : 2675)

Keterangan:

Rasulullah membagi kebiasaan (sunnah) atas dua bagian, yaitu kebiasaan
yang baik dan kebiasaan yang buruk. Maulid adalah kebiasaan yang baik,
karena didalamnya dibaca dan dipelajari riwayat hidup Rasulullah SAW.
Dan dengan demikian kita berusaha terus menerus untuk mengikuti sunnahnya.

 

Dalil 4

Sabda Rasulullah SAW

قول ابن مسعود رضي الله عنه ” ما رآه المسلمون حسناً فهو عند الله حسن “.

(Lihat kitab al-Intishor li ashabil hadist juz: 1 hal. 27)

Keterangan:

Kita melihat dan menyaksikan bahwa maulid  merupakan sesuatu yang baik,
begitujuga umat Islam di banyak penjuru bumi melakukannya, maka tentu
hal ini baik pula di sisi Allah SWT.

Dalil 5

Qiyas (Analogi)

Analogi didasarkan atas disyareatkannya puasa hari Senin. Dalam sebuah
hadits shahih,

أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يصوم يوم الاثنين ، وسنه للأمة ، فلما
سئل عن ذلك قال:ذلك يوم ولدت فيه

Keterangan:

Menurut hadits diatas, disunnahkannya puasa hari Senin adalah karena
pada hari itu Rasulullah dilahirkan. Disini jelas, ada perbedaan hari
Senin dengan hari lainnya. Analoginya adalah tidak ada perbedaan
menghormati hari itu untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan puasa
atau melaksanakan maulid dimana didalamnya ada momen memberi makan
kepada fakir miskin dan membaca kisah Rasulullah SAW.

Dalil 6

Qiyas (Analogi)

Analogi didasarkan atas disyareatkannya puasa hari 10 Muharam. Dalam
sebuah hadits.  Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah beliau melihat
orang-orang Yahudi puasa dan memuliakan hari Asyura (10 Muharam).
Kemudian beliau ditanya tentang hal itu oleh sahabat. Beliau menjawab,
hari itu adalah hari dimana Nabi Musa AS diselamatkan Allah dari kejaran
Fir’aun. Lalu nabi Musa berpuasa sebagai ungkapan rasa syukur, dan hal
itu diikuti oleh umat Yahudi.  Lalu Rasulullah menyatakan :

هُوَ يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ فَقَالَ أَنَا
أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

“Allah telah melepaskan Musa dan Umatnya pada hari itu dari (musuhnya)
Fir’aun dan bala tentaranya, lalu Musa berpuasa pada hari itu”. Nabi
bersabda : “Aku lebih berhak terhadap Musa dari mereka”. Maka Nabipun
berpuasa pada hari itu dan menyuruh para sahabatnya agar berpuasa juga.
(H.R. Bukhari, No: 1865  & Muslim, No: 1910).

Keterangan:

Penghormatan kepada hari yang mulia itu (orang Yahudi mengikuti dan menghormati nabi Musa) dianalogikan dengan maulid yang digunakan untuk
menghormati kelahiran Rasulullah SAW dan mengikuti sunnahnya.

Dalil 7

Qiyas (Analogi)

Analogi didasarkan atas inovasi (ihdats) yang dilakukan oleh para sahabat Nabi.
Abu Bakar mengumpulkan Al-Qur’an; Umar mengumpulkan jamaah  shalat tarawih yang sendiri-sendiri untuk berjamaah; Usman melakukan
inovasi dengan azan tiga kali pada hari Jum’at. Bahkan Umar mengatakan :

…..نعمت البدعة هذه

Keterangan:

Artinya, bid’ah yang dilakukan Abu Bakar, Umar, dan Usman  itu adalah
bid’ah hasanah. Karena lebih banyak bermanfaat bagi umat Islam.

Dalil 8

Qiyas (Analogi)

Analogi didasarkan atas keringanan (remisi)  adzab Abu Lahab karena ia bergembira atas kelahiran Rasulullah SAW.  Sebagaimana dinyatakan dalam
hadits :

 قد ثبت في صحيح البخاري أن أبا لهب يخفف عنه العذاب كل إثنين بسبب فرحه
يوم ولد النبي صلى الله عليه وسلم ، فأعتق من أجل ذلك جاريته ثويبة

Dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan, Bahwa sesungguhnya siksaan Abu
Lahab setiap hari Senin  diringankan, sebab ia merasa bahagia pada hari
kelahiran Nabi s.a.w. sehingga ia memerdekakan budak perempunnya yang bernama Tsuwaibah

Keterangan :

Jika orang yang mengingkari Rasulullah SAW seperti Abu Lahab saja menerima keringanan (remisi) dari Allah, maka tentu orang yang beriman
kepada Rasulullah akan lebih berhak atas pahala karena gembira atas kelahiran Rasulullah SAW,

Dalil 9

Qiyas (Analogi)

Analogi didasarkan atas  perayaan nasional atau adat istiadat daerah. Di hampir semua Negara, ada perayaan hari kemerdekaan atau kemenangan,
begitujuga perayaan yang dilakukan oleh suku bangsa di seluruh dunia.
Maka perayaan maulid Nabi jauh lebih utama dari semua perayaan tersebut.

Dalil 10

Kaedah Ushul Fiqh menyatakan :

الأصل  في الاشياء والعادة والمعا ملة الاباحة حتى يقوم دليل فى
التحريم

Hukum asal dari masalah yang berkaitan dengan adat dan muamalah adalah
boleh, kecuali jelas ada dalil yang melarangnya.

Keterangan:

Maulid merupakan masalah adat, bukan ibadah. Bahkan hokum asal yang
netral itu akan menjadi baik manakala didalamnya ada hal-hal yang bermanfaat (membaca dan berupaya mencontoh nabi & member makanan, dst)

*********************************
Dalil - dalil Peringatan  Perayaan Maulid Nabi saw

Seperti bahasan sebelumnya mengenai Hukum perayaan atau peringatan Maulid Nabi Muhammad saw serta sejarah diadakannya Maulidunnabiy

kini kita masuk dalam bahasan dalil-dalil yang menguatkan hukum bolehnya peringatan  perayaan Maulid Nabi Muhammad saw.


Banyak dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, sebagaimana ada banyak alasan
dan argumentasi pula untuk tidak merayakan tradisi ini.


      Diantara dalil-dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar
      diperbolehkannya memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah:


Firman Allah SWT:
ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ

"Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan."(QS.Yunus:58).

Jadi, Allah SWT menyuruh kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya,
sedangkan Nabi SAW merupakan rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut
dalam Al-Quran, "Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat
bagi semesta alam." (QS Al-Anbiya’: 107).

Dalam sebuah hadist disebutkan:

وذكر السهيلي أن العباس بن عبد المطلب رضي الله عنه قال : لما مات أبو لهب
رأيته في منامي بعد حول في شر حال فقال ما لقيت
بعدكم راحة الا أن العذاب يخفف عني كل يوم اثنين قال وذلك أن النبي صلى
الله عليه وسلم ولد يوم الإثنين وكانت ثويبة بشرت أبا
لهب بمولده فاعتقها
.As-Suhaeli telah menyebutkan” bahawa Abbas bin Abdul mutholibmelihat
abu lahab dalam mimpinya,dan Abbas bertanya padanya,"Bagaimana
keadaanmu? Abu lahab menjawab, di neraka, cuma setiap senin siksaku diringankan karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw."(shahih bukhari hadits no.4813, sunan Baihaqi al-kubra hadits no.13701, syi’bul Iman no.281, fathul Baari
al-Masyhur juz 11 hal431)

Peringatan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan
dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan
kegembiraan itu (Ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman
Nabi, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam
Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya sebagai tanda suka cita. Dan
karena kegembiraannya, kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya diringankan setiap hari Senin tiba.

Demikianlah rahmat Allah terhadap siapa pun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir sekalipun. Maka jika
kepada seorang yang kafir pun Allah merahmati, karena kegembiraannya
atas kelahiran sang Nabi, bagaimanakah kiranya anugerah Allah bagi umatnya, yang iman selalu ada di hatinya?

Beliau saw. sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah pada hari itu atas nikmatNya yang terbesar kepadanya.

Rasulullah SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara
berpuasa setiap hari kelahirannya, yaitu setiap hari Senin Nabi SAW berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﻗَﺘَﺎﺩَﺓَ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِﻱِّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ: ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺳُﺌِﻞَ
ﻋَﻦْ ﺻَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺈِﺛْﻨَﻴْﻦِ ﻓَﻘَﺎﻝَ” :ﻓِﻴْﻪِ ﻭُﻟِﺪْﺕُ ﻭَﻓِﻴْﻪِ ﺃُﻧْﺰِﻝَ ﻋَﻠَﻲَّ
(ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ)

Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah
ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.(H.R. Muslim).

Firman Allah :
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ
"Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu.." (QS.Hud :120)

Dari ayat ini nyatalah bahwa hikmah dikisahkannya para rasul adalah untuk meneguhkan hati Nabi. Tidak diragukan lagi bahwa saat ini kita pun
butuh untuk meneguhkan hati kita dengan berita-berita tentang beliau,
lebih dari kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya

Peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan
shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala, Allah SWT berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيماً

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai
orang-orang yang beriman,bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya." (QS Al-Ahzab: 56).

Apa saja yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu yang dituntut oleh
syara’, berarti hal itu juga dituntut oleh syara’. Berapa banyak manfaat
dan anugerah yang diperoleh dengan membacakan salam kepadanya5.
Peringatan Maulid Nabi masuk dalam anjuran hadits nabi untuk membuat sesuatu yang baru yang baik dan tidak menyalahi syari ‘at Islam.
Rasulullah bersabda:َ

ﻣَﻦْ ﺳَﻦَّ ﻓﻲِ ﺍْﻹِﺳْـﻼَﻡِ ﺳُﻨَّﺔً ﺣَﺴَﻨـَﺔً ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﺟْﺮُﻫَﺎ ﻭَﺃَﺟْﺮُ ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﺑِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﻘُﺺَ
ﻣِﻦْ ﺃُﺟُﻮْﺭِﻫِﻢْ ﺷَﻰْﺀٌ

"Barang siapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebua perkara baik maka ia akan mendapatkan pahala dari

perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga mendapatkan pahala dari orang
yang mengikutinya setelahnya, tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun."
(HR.Muslim dalam kitab Shahihnya).

Hadits ini memberikan keleluasaan kepada ulama ummat Nabi Muhammad untuk
merintis perkara-perkara baru yang baik yang tidak bertentangan dengan
al-Qur ‘an, Sunnah, Atsar maupun Ijma’.

Peringatan maulid Nabi adalah perkara baru yang baik dan sama sekali
tidak menyalahi satu- pun di antara dalil-dalil tersebut. Dengan demikian berarti hukumnya boleh, bahkan salah satu jalan untuk mendapatkan pahala. Jika ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi, berarti telah mempersempit keleluasaan yang telah Allah berikan
kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada masa Nabi.

Dalam peringatan Maulid disebut tentang kelahiran beliau,
mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadi beliau.
Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk meneladaninya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya.

Kitab-kitab Maulid menyampaikan semuanya dengan lengkap.Peringatan
Maulid merupakan ungkapan membalas jasa beliau dengan menunaikan sebagian kewajiban kita kepada beliau dengan menjelaskan sifat-sifatnya
yang sempurna dan akhlaqnya yang utama.

Dulu, di masa Nabi, para penyair datang kepada beliau melantunkan qashidah-qashidah yang memujinya. Nabi ridha (senang) dengan apa yang
mereka lakukan dan memberikan balasan kepada mereka dengan kebaikan-kebaikan. Jika beliau ridha dengan orang yang memujinya,
bagaimana beliau tidak ridha dengan orang yang mengumpulkan keterangan
tentang perangai-perangai beliau yang mulia. Hal itu juga mendekatkan diri kita kepada beliau, yakni dengan manarik kecintaannya dan keridhaannya.

Mengenal perangai beliau, mukjizat-mukjizatnya, dan irhash-nya
(kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan pada diri seorang rasul
sebelum diangkat menjadi rasul), menimbulkan iman yang sempurna kepadanya dan menambah kecintaan terhadapnya.

Manusia itu diciptakan menyukai hal-hal yang indah, balk fisik (tubuh)
maupun akhlaq, ilmu maupun amal, keadaan maupun keyakinan. Dalam hal ini
tidak ada yang lebih indah, lebih sempurna, dan lebih utama dibandingkan
akhlaq dan perangai Nabi. Menambah kecintaan dan menyempurnakan iman
adalah dua hal yang dituntut oleh syara’. Maka, apa saja yang memunculkannya juga merupakan tuntutan agama.

Mengagungkan Nabi SAW itu disyariatkan. Dan bahagia dengan hari kelahiran beliau dengan menampakkan kegembiraan, membuat jamuan,
berkumpul untuk mengingat beliau, serta memuliakan orang-orang fakir,
adalah tampilan pengagungan, kegembiraan, dan rasa syukur yang paling nyata.

Dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari Jum’at, disebutkan bahwa
salah satu di antaranya adalah, "Pada hari itu Adam diciptakan." Hal
itu menunjukkan dimuliakannya waktu ketika seorang nabi dilahirkan.
Maka bagaimana dengan hari di lahirkannya nabi yang paling utama dan
rasul yang paling mulia?

Peringatan Maulid adalah perkara yang dipandang bagus oleh para ulama
dan kaum muslimin di semua negeri dan telah dilakukan di semua tempat.
Karena itu, ia dituntut oleh syara’, berdasarkan qaidah yang diambil
dari hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud, "Apa yang dipandang
balk oleh kaum muslimin, ia pun balk di sisi Allah; dan apa yang
dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah."

Dalam peringatan Maulid tercakup berkumpulnya umat, dzikir, sedekah, dan
pengagungan kepada Nabi SAW. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh syara’
dan terpuji. Tidak semua yang tidak pernah dilakukan para salaf dan
tidak ada di awal Islam berarti bid’ah yang munkar dan buruk, yang haram
untuk dilakukan dan wajib untuk ditentang. Melainkan apa yang "baru" itu
(yang belum pernah dilakukan) harus dinilai berdasarkan dalii-dalil syara’.

Tidak semua bid’ah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah
pengumpulan Al-Quran, yang dilakukan Abu Bakar, Umar, dan Zaid, dan
penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya
para sahabat yang hafal Al-Quran. Haram pula apa yang dilakukan Umar
ketika mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan
shalat Tarawih, padahal ia mengatakan, "Sebaik-baik bid’ah adalah ini."
Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan umat akan dikatakan
bid’ah yang haram apabila semua bid’ah itu diharamkan.

Peringatan Maulid Nabi, meskipun tidak ada di zaman Rasulullah SAW,
sehingga merupakan bid’ah, adalah bid’ah hasanah (bid’ah yang baik),
karena ia tercakup di dalam dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah
kulliyyah (yang bersifat global).

Jadi, peringatan Maulid itu bid’ah jika kita hanya memandang bentuknya,
bukan perinaan-perinaan amalan yang terdapat di dalamnya (sebagaimana
terdapat dalam dalil kedua belas), karena amalan-amalan itu juga ada di
masa Nabi.Semua yang tidak ada pada awal masa Islam dalam bentuknya
tetapi perincian-perincian amalnya ada, juga dituntut oleh syara’.
Karena, apa yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara’, pun
dituntut oleh syara’.

Imam Asy-Syafi’i mengatakan, "Apa-apa yang baru (yang belum ada atau
dilakukan di masa Nabi SAW) dan bertentangan dengan Kitabullah, sunnah,
ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid’ah yang
sesat. Adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan
yang tersebut itu, adalah terpuji.

Setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil syar’i dan tidak
dimaksudkan untuk menyalahi syariat dan tidak pula mengandung suatu
kemunkaran itu termasuk ajaran agama.

Memperingati Maulid Nabi SAW berarti menghidupkan ingatan (kenangan)
tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyariatkan dalam Islam.
Sebagaimana yang kita lihat sebagian besar amaliah haji pun menghidupkan
ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji yang telah lalu.

Semua dalil-dalil yang disebutkan sebelumnya tentang dibolehkannya
secara syariat peringatan Maulid Nabi SAW hanyalah pada
peringatan-peringatan yang tidak disertai perbuatan-perbuatan munkar
yang tercela, yang wajib ditentang. Adapun jika peringatan Maulid
mengandung hal-hal yang disertai sesuatu yang wajib diingkari, seperti
bercampurnya laki-laki dan perempuan, dilakukannya perbuatanperbuatan
yang terlarang, dan banyaknya pemborosan dan perbuatan-perbuatan lain
yang tidak diridhai Shahibul Maulid, tak diragukan lagi bahwa itu
diharamkan. Tetapi keharamannya itu bukan pada peringatan Maulidnya itu
sendiri, melainkan pada hal-hal yang terlarang tersebut.
===================

  Dalil dan Keutamaan Maulid Nabi Muhammad SAW

Ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, maka kegelapan yang tebal
hampir saja menyelimuti akal. Di sana tidak tersisa orang-orang yang
bertauhid kecuali sedikit dari orang-orang yang masih mempertahankan
nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Allah SWT berkehendak dengan rahmat-Nya
yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa ajaran langit untuk
mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan. Dan ketika malam
mencekam, datanglah matahari para nabi. Kedatangan Nabi tersebut sebagai
bukti terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih Allah SWT, dan sebagai
bukti kebenaran berita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa as.

Allah SWT menyampaikan shalawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk
rahmat dan keberkahan. Para malaikat pun menyampaikan shalawat kepadanya
sebagai bentuk pujian dan permintaan ampunan, sedangkan orang-orang
mukmin bershalawat kepadanya sebagai bentuk penghormatan. Allah SWT
berfirman:

إنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Azhab: 56)

Di bulan Rabi’ul Awal yang penuh dengan rahmat dan berkah ini seluruh
masyarakat muslim di dunia dengan penuh cinta menyambut maulid Nabi
Muhammad SAW, yakni tanggal 12 Rabi’ul Awal. Seluruh umat Islam dunia
berlomba-lomba untuk mengepresiasikan kecintaan Nabi Muhammad dengan
melakukan amalan-amalan yang tidak bertentangan dengan syariat islam
seperti halnya di dusun-dusun membaca shalawat nabi yang dimulai pada
malam pertama bulan Robiu’l awal sampai malam tanggal 12 rabiu’ul awal,
dengan bertujuan untuk mendapatkan syafa’at di dunia akhirat kelak nanti.

*Keutamaan Maulid*

Banyak keutamaan-keutamaan yang dapat diperoleh bagi seorang muslim yang
mau mengangungkan baginda Nabi Muhammad.

*Ungkapan Kecintaan Kepada Nabi Muhammad *

Peringatan maulid Nabi Muhammad adalah sebuah ungkapan kecintaan dan
kegembiraan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat
dengan kegembiran it.

فقد جاء في البخاري أنه يخفف عن أبي لهب كل يوم الإثنين بسبب عتقه لثويبة
جاريته لما بشّرته بولادة المصطفى صلى الله عليه وسلم. وهذا الخبر رواه
البخاري في الصحيح في كتاب النكاح معلقا ونقله الحافظ ابن حجر في الفتح.
ورواه الإمام عبد الرزاق الصنعانيفي المصنف ج ٧ ص ٤٧٨

Dalam hadits di atas yang diriwayatkan Imam al-Bukhori. dikisahkan
ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu lahab, paman nabi , menyampaikan
berita gembira tentang kelahiran sang jabang bayi yang sangat mulia ,
Abu Lahab pun memerdekan Tsuwaibah sebagai tanda cinta dan kasih. Dan
karena kegembiraannya, kelak di hari kiamat siksa atas dirinya
diringankan setiap hari senin tiba.

*Meneguhkan Kembali Kecintaan kepada Beliau*

Meneguhkan kembali kecintaan kepada Nabi Muhammad. Bagi seorang mukmin,
kecintaan kepada Nabi adalah sebuah keharusan, salah satu untuk
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Kecintaan kepada nabi harus berada
diatas segalanya, bahkan melebihi kecintaan kepada istri, anaknya,
bahkan  kecintaan diri sendiri.

لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحبّ إليه من ولده ووالده والناس أجمعين.

Artinya:

“Tidak sempurna iman salah satu diantara kamu sehingga aku lebih
dicintai olehnya daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia.”
(HR. Bukhori Muslim).

*Mendapatkan Rahmat Allah SWT*

Mendapatkan rahmat Allah berupa taman surga dan dibangkitkan
bersama-sama golongan orang yang jujur, orang yang mati syahid dan orang
yang sholeh. Imam Sirri Saqathi Rahimahullah  berkata:

من قصد موضعا يقرأ فيه مولد النبي صلى الله عليه وسلم فقد قصد روضة من رياض
الجنة لأنه ما قصد ذلك الموضع إلا لمحبة النبي صلى الله عليه وسلم : وقد
قال صلى الله عليه وسلم: من أحبني كان معي في الجنة.

Artinya:

“Barang siapa menyengaja (pergi) ke suatu tempat yang dalamnya
terdapat pembacaan maulid nabi, maka sungguh ia telah menyengaja (pergi)
ke sebuah taman dari taman-taman surga, karena ia menuju tempat tersebut
melainkan kecintaannya kepada baginda rasul. Rosulullah bersabda:
barang siapa mencintaku, maka ia akan bersamaku di syurga.

Sedangkan Imam Syafi’i Rohimahullah berkata:

من جمع لمولد النبي صلى الله عليه وسلم إخوانا وهيأ طعاما وأخلى مكانا وعمل
إحسانا وصار سببا لقراءته بعثه الله يوم القيامة مع الصادقين والشهداء
والصالحين ، ويكون في جنات النعيم.

Artinya :

“Barang siapa yang mengumpulkan saudara-saudara untuk memperingati
Maulid nabi, kemudian menyediakan makanan, tempat, dan berbuat kebaikan
untuk mereka serta ia menjadi sebab untuk atas dibacakannya maulid nabi,
maka Allah akan membangkitkan dia bersama-sama orang yang jujur,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang sholeh. Dan dia akan
dimasukkan dalam syurga na’im.”

*Dalil-dalil tentang Maulid Nabi Muhammad SAW*

Banyak dalil-dalil, baik al-Qur’an, al-Sunnah, maupun perkataan ulama,
yang menunjukkan dianjurkannnya memperingati Maulid Nabi. Diantaranya
dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 58 dan surat al-Abiya’ ayat 107.

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ.(يونس: ٨٥

Artinya:

Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu
mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan”. (QS. Yunus: 58)

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ. الأنبياء: ١٠٧

Artinya:

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam” (QS al-Anbiya: 107)

Kelahiran Nabi Muhammad digambarkan oleh al-Qur’an sebagai keutamaan dan
rahmat yang universal dan agung, memberikan kebahagiaan dan kebaikan
bagi seluruh manusia. dalam dua ayat di atas Allah SWT dengan lahirnya
beliau dan diutusnya beliau sebagai rasul adalah sebuah rahmat yang
tidak terkira bagi seluruh alam semesta ini, rahmatan lil ‘alamin.
Merayakan tahun kelahiran raja, negara, atau hanya orang biasa, saja
bermegah-megahan, kenapa kita sebagai muslim merayakan kelahiran  Nabi
yang disanjung-sanjung, cukup dengan shalawat, salam, dzikir, doa, dan
berbuat kebaikan seperti sedekah dan membahagiakan orang, ogah-ogahan?

►   Peringati Maulid Nabi, Madrasah Mu'allimin Lantik Pengurus Makhis Baru

عن أبي قتادة رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سُئل عن صوم
يوم الإثنين؟ فقال “فيه ولدت، وفيه أنزل علي” رواه الإمام مسلم في الصحيح
في كتاب الصيام.

Artinya:

Dari Abi Qotadah Ra, bahwa Rasulullah SAW ditanya mengenai puasa hari
senin. Maka beliau menjawab “Di hari itu aku dilahirkan, dan di hari itu
diturunkan padaku (al-Qur’an)” (HR. Imam Muslim dalam Shohih-nya
pembahasa tentang puasa)

Hari  senin, hari kelahiran Nabi, oleh beliau dianjurkan untuk melakukan
puasa. Hal tersebut menunjukkan keutamaan hari itu, dimana cayaha
kebenaran terbentang di negeri padang pasir yang jahiliyyah. Pantas jika
kelahiran beliau adalah sebuah hari yang patut untuk diperingati dan
diisi dengan kegiatan yang baik dan tidak bertentangan dengan syariat.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibn Asyakir, Ibn Warrahawi, dan
al-Dhiya’ dari shahabat Abu Sa’id al-Khurdi disebutkan:

أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ إِنَّ رَبِّيْ وَرَبَّكَ يَقُوْلُ لَكَ: تَدْرِى كَيْفَ رَفَعْتُ ذِكْرَكَ؟ قُلْتُ: اَللهُ
أَعْلَمُ. قَالَ: لاَ أَذْكُرُ إِلاَّ ذُكِرْتَ مَعِيْ (ع حب) وابن عساكر وابن والرهاوي في
الأربعين، والضياء في المختارة عن أبى سعيد الخدري . (فيض القدير جزء ١ ص:١٢٨

Artinya:

“Jibril datang kepadaku, lalu berkata ‘Sesungguhnya Tuhanku dan Tuhanmu
berkata kepadamu: Kamu tahu, bagaimana aku mengangkat sebutanmu? Lalu
aku menjawab: Allahu a’lam. Jibril berkata: Aku tidak akan menyebut,
kecuali engkau disebut bersamaku.” (HR. Ibnu ‘Asyakir, Ibnu Warrohawi
dalam kitab al-‘Arbain, dan al-Dhiya’ dalam kitab al-Mukhtarah dari
Sahabat Abu Sa’id al-Khudri)

Bahkan Ibnu Taimiyah yang menjadi kiblat pemikiran para tokoh Islam
kanan, dan digambarkan sangat menolak peringatan Maulid Nabi Muhammad
SAW. malah menganjurkan untuk melakukannya, bahkan dikatakan memiliki
faedah pahala. Hal tersebut tidak dijelaskan oleh siapapun, tapi oleh
beliau sendiri dalam kitab beliau Iqtidla’u al-Shirati al-Mustaqim,
Mukholafatu Ashhabi al-Jahim halaman 297. Berikut stetemen beliau dalam
kitab tersebut:

فَتَعْظِيْمُ الْمَوْلِدِ وَاتِّخَاذُهُ مَوْسِمًا قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيْمٌ
لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَمَا قَدَّمْتُهُ لَكَ.
(الشيخ ابن تيمية، اقتضاء الصراط المستقيم، مخالفة أصحاب الجحيم: ص٢٩٧.

Artinya:

Mengagungkan maulid (Nabi Muhammad) dan melakukannya rutin (setiap
tahun), yang kadang dilakukan oleh sebagian orang. Dan baginya dalam
merayakan maulid tersebut, pahala yang agungbesar karena tujuan yang
baik dan mengagungkan Rasulullah SAW. dan keluarga beliau. Sebagaimana
yang telah aku sampaikan padamu. (Syaikh Ibn Taimiyah, Iqtidla’u
al-Shirati al-Mustaqim, Mukholafatu Ashhabi al-Jahim: 297)

فقام عند ذلك السبكي، وجميع من عنده فحصل أنس كبير في ذلك المجلس ، وعمل
المولد واجتماع الناس له كذلك مستحسن. قال الإمام أبو شامة شيخ النووي: من
أحسن ما إبتدع في زماننا ما يفعل كل عام في اليوم الموافق ليوم مولده صلى
الله عليه وسلم من الصدقة والمعروف وإظهار الزينة والسرور فإن فيه مع
الإحسان للفقراء إشعارا بمحبته صلى الله عليه وسلم وتعظيمه وشكر على ما من
به علينا.  قال السخاوي وحدوث عمل المولد بعد القرون الثلاثة ، ثم لا زال
المسلمون يفعلونه. وقال إبن الجوزي من خواصه أنه أمان في ذلك العام وبشري
عاجلة، واول من أحدثه من الملوك المظفر. قال سبط إبن الجوزي في مرأة
الزمان: حكي لي من حضر سماط المظفر في بعض المولد أنه عد فيه خمسة الاف رأس
غنم شواء وعشرة ألاف دجاجة ومائة ألف زبدية وثلاثين الف صحن حلواء ، وكان
يحضره أعيان العلماء والصوفية ، ويصرف عليه ثلاثمائة الف دينار.   (إسعاد
الرفيق جزء 1 ص 26).

Imam Subkhi dan para pengikutnya juga menganggab baik peringatan maulid
dan berkumpulnya manusia untuk merayakannya. Imam Abu Syammah Syaikh
al-Nawawi mengatakan bahwa barang siapa yang melakukan kebaikan seperti
hal-hal baik yang terjadi di zaman kami yang dilakukan oleh masyarakat
umum di hari yang bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
diantarnya sedekah, berbuat baik, memperlihatkan hiasan dan kebahagiaan.
Maka sesungguhnya dalam hari tersebut beliau menganjurkan agar umat
muslim berbuat baik kepada para fakir sebagai syiar kecintaan terhadap
baginda Rasul. mengangungkan beliau, dan sebagai ungkapan rasa syukur.

Menurut Imam al-Sakhawi, adanya peringatan itu sejak abad ketiga
hijriyah. Sejak itu, orang-orang Islam terus mengerjakannya.

Bahkan, Ibnu al-Jauzi, yang biasanya dijadikan hujjah oleh para kaum
ekstrimis kanan mengharamkan perayaan maulid, sama seperti Ibn Taimiyah,
malah menukil sejarah maulid itu sendiri. Ibn al-Jauzi mengatakan bahwa
perayaan maulid dimulai pada masa Raja al-Mudhafar. Beliau menceritakan
parayaan tersebut sangat besar, megah, dan penuh dengan kebahagiaan yang
tidak terkira. Disediakan 5.000 kambing, 10.000 ayam, 100.000 porsi, dan
30.000 piring manisan. Dihadiri oleh para ulama dan para sufi, yang oleh
Raja al-Mudhaffar diberikan setiap orang 300.000 dinar. (Is’adur
Rofiq:1:26)

Kalau saja rasul masih hidup, apa yang hendak kita banggakan di hadapan
beliau? Kemaksiatan, dosa, dan tidak menjalankan ajaran beliau, apa itu
yang bisa kita sampaikan? Hanya sekedar merayakan dengan sederhana namun
bermakna dan penuh rahmat dan berkah, kita merasa enggan dan justru
secara buta mengharamkannnya, umat Islam lain dikafirkan dan dianggap
melenceng dari ajaran Nabi? Kalau Maulid Nabi dilarang, bagimana dengan
perayaan Maulid Raja? Allahumma sholli wa sallim la Sayyidina Muhammad
wa a’la ali wa shohbihi ajma’in. Selamat hari Maulid Nabi Muhammad SAW.
=================


  Inilah Dalil Peringatan Maulid Nabi

Pertanyaan yang selalu diajukan oleh penentang peringatan maulid nabi
adalah Mana dalil Peringatan Maulid Nabi. Untuk menjawab pertanyaan itu
maka saya katakan Inilah Dalil Peringatan Maulid Nabi.


Apa Itu Peringatan Maulid Nabi?


Syekh Muhammad Ayidi dalam kitab Maulid Nabi menjelaskan pengertian
peringatan maulid nabi sebagai berikut:

الاحتفال بالمولد النبوي هو القيام بأعمال وتصرفات تدل على الفرح والمحبة
لرسول الله صلى الله عليه وسلّم

Artinya: “Peringatan maulid nabi adalah melakukan beberapa perbuatan
yang menunjukan rasa senang dan cinta kepada Rosululloh SAW.”

Peringatan maulid nabi bukanlah suatu ibadah melainkan adat. Sayyid
Muhammad Bin Alawi Al-Maliki dalam Mafahim berkata: “Berkumpul untuk
memperingati maulid nabi adalah adat dan bukan ibadah.”

Adat ini telah berlangsung sejak abad ke tujuh hijriyah. Pelopornya
adalah raja Muzhofar; penguasa Ibril, Irak. Untuk lebih jelasnya
silahkan baca artikel saya berjudul Sejarah Kelam Maulid Nabi?

Waktu pelaksanaan peringatan maulid nabi tidak dihususkan. Jadi tidak
harus pada tanggal 12 robiul awal. Kita boleh melaksanakannya pada
tanggal 1 atau 2 atau 3 atau... atau... hingga tanggal ahir bulan robiul
awal. Bahkan kita boleh membaca kitab-kitab maulid nabi setiap hari
diluar bulan robiul awal.

Setelah mengetahui pengertian Peringatan Maulid Nabiselanjutnya kita
akan membahas dalil peringatan maulid nabi.

Dalil Pertama


Inilah Dalil Peringatan Maulid Nabi

Peringatan maulid nabimerupakan wujud rasa senang dan syukur atas kelahiran Nabi
Muhammad SAW. Kita merasa senang dan bersyukur atas rahmat Alloh yang
dianugrahkan kepada kita dengan mengutus Nabi Muhammad SAW. Dalam surat
Yunus : 58 Alloh SWT memerintahkan kita untuk menunjukan rasa senang
sebab rahmat Alloh.

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Artinya: “Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah
dengan itu mereka bergembira.”

Wahhabi berkata: “Rahmat dalam ayat di atas bukan Nabi Muhammad. Tidak
ada satupun ulama ahli tafsir yang menafsirkan karunia dan rahmat dalam
ayat itu sebagai Nabi Muhammad.”

Kepadanya saya katakan: Anda benar, Ulama berbeda pendapat dalam
menafsirkan maksud rahmat dalam ayat itu. Dan mayoritas ulama
menafsirkan rahmat dalam yunus : 58 sebagai Al-Quran.

Namun tahukah anda bahwa metode tafsir yang paling baik adalah
menafsirkan quran dengan quran.

Jika kita baca al-quran dari awal hingga ahir, maka kita akan temui
banyak sekali hal-hal yang disebut sebagai rahmat Alloh. Al-baqoroh :
178 menyebut qishos sebagai rahmat Alloh. An-Nisa : 175 menyebut surga
sebagai rahmat Alloh. Al-An’am : 154 menyebut taurot sebagai rahmat
Alloh. Hud : 11 menyebut kesehatan dan kekayaan sebagai rahmat Alloh dan
masih banyak hal selain al-quran yang disebut sebagai rahmat Alloh.

Jadi maksud rahmat Alloh dalam yunus : 58 tidak terbatas hanya pada
Al-quran. Ini menjadi alasan mengapa para ulama berbeda pendapat dalam
menafsirkan kata rahmat pada ayat itu.

Jika kita menggunakan metode tafsir quran dengan quran maka tidak ada
salahnya jika kita memasukan nabi Muhammad sebagai salah satu dari
rahmat Alloh. Sebab dalam al-anbiya’ : 107 dijelaskan bahwa tujuan di
utusnya Nabi Muhammad adalah sebagai rahmat bagi semesta alam.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Artinya: “Tidaklah aku mengutus mu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat
bagi semesta alam.”

Ibn Katsir ketika menafsirkan ayat di atas meriwayatkan hadits dari Abu
Huroiroh bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ

Artinya: “Sesungguhnya aku adalah rahmat yang memberi petunjuk.”

Ibn Katsir juga meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar bahwa Rosululloh SAW
bersabda:
إن الله بعثني رحمة مهداة

Artinya: “Alloh mengutusku sebagai rahmat yang pemberi petunjuk.”

Ayat dan dua hadits di atas menunjukan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah
termasuk rahmat Alloh. Alloh memerintah kita untuk bergembira sebab
rahmat Alloh. Oleh karena itu kami bergembira dan bersyukur atas
lahirnya Nabi Muhammad SAW dengan cara memperingati maulid beliau.

Dalil Ke-dua


Tujuan dari maulid Nabi adalah menceritakan sejarah Nabi Muhammad SAW.
Menceritakan sejarah nabi adalah merupakan perintah al-quran. Alloh
sendiri menceritakan kisah-kisah para nabi, Hud : 120

وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ
وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ

Artinya: Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah
kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini
telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi
orang-orang yang beriman.

Wahhabi: “Yang dikisahkan oleh Alloh bukan sejarah Nabi Muhammad
melainkan nabi-nabi sebelum beliau. Bagaimana bisa Hud : 120 dijadikan
sebagai dalil peringatan maulid nabi.

Sunni : “silahkan anda baca baik-baik al-quran dari awal hingga ahir.
Maka anda akan menemukan banyak sekali kisah tentang Nabi Muhammad.
Sebagai contoh adalah surat al-alaq dan surat abasa.”

Wahhabi: “Ok, menceritakan sejarah nabi adalah hal yang baik. Namun
untuk mengetahui sejarah beliau tidak harus dengan memperingati maulid
nabi.”

Sunni: “Yang bilang harus dengan maulid nabi itu siapa? Saya tidak
pernah bilang begitu. Tetapi saya bilang bahwa tujuan peringatan maulid
nabi adalah untuk mengkisahkan sejarah nabi Muhammad SAW. Tujuan ini
merupakan refleksi dari surat hud : 120.

Wahhabi: “tetapi peringatan maulid nabi menyebabkan terjadinya
kemaksiatan seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan.”

Sunni : “Barangkali itu memang terjadi pada sebagian acara peringatan
maulid nabi. Namun itu bukan tujuan. Apakah setiap hal yang di dalamnya
terjadi percampuran antara laki-laki dan perempuan kemudian anda
mengharamkannya?

Jika demikian, mengapa anda tidak mengharamkan towaf. Bukankah ketika
kita towaf terjadi percampuran antara laki-laki dan perempuan. Mengapa
juga anda tidak mengharamkan berdirinya pasar dan swalayan. Bukankah
ditempat-tempat itu terjadi percampuran antara laki-laki dan perempuan?

Dalil Ke-tiga


Dalam peringatan maulid nabi, kita juga membaca syair-syair pujian
kepada Nabi Muhammad SAW. Ini merupakan wujud pengamalan terhadap
kandungan Al-Quran. Mengapa? Sebab dalam banyak ayat, Alloh memuji Nabi
Muhammad. Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki berkata:

إن الله سبحانه تعالى مدح رسوله في كتابه العظيم بالخلق العظيموبالأوصاف
العظيمة

Artinya: Sesungguhnya Alloh SWT memuji Rosululloh SAW di dalam kitabnya
yang agung dengan menyebut beliau sebagai manusia yang berahlak dan
sifat-sifat mulia {Haulal Ihtial Bilmaulidin Nabi 113}

Alloh memuji Nabi Muhammad sebagai manusia yang berahlak mulia. Al-Qolam : 4

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

Artinya: “Dan seungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas ahlak yang
mulia.”
Sayyidatuna Aisyah Rha juga memuji Nabi Muhammad SAW dengan pujian yang
sangat luar biasa. Kata beliau:
كان خلقه القرآن
Artinya: “Ahlak beliau adalah Al-quran.”

Alloh memuji Nabi Muhammad sebagai manusia mulia At-Taubah : 128
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Artinya: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan
(keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang
terhadap orang-orang mukmin.”

Apakah kemudian orang-orang ahmaq dari golongan wahhabi itu akan
berkata: “ooo... ternyata Alloh telah melakukan perbuatan ghuluw
(berlebihan) dalam memuji Nabi.”

Dalil Ke-empat


Peringatan maulid nabi diisi dengan berbagai kegiatan yang diperintahkan
oleh agama seperti mendengarkan bacaan sebagian ayat al-quran dan
sholawat; sodaqoh dan mendengarkan ceramah.
Apakah orang-orang ahmaq yang tersebar dalam aliran wahhabi akan
berkata: “ooo semua kegitan itu adalah perbuatan sesat?

Wahhabi: “bukan kegiatan-kegiatan itu yang sesat tetapi yang sesat
adalah memperingati maulid nabi.”

Sunni: “Apakah anda akan mengatakan bahwa Alloh sesat sebab dalam
al-quran Alloh menyinggung maulid nabi Yahya. Maryam : 15
وَسَلَامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا
Artinya: “Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada
hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.”

Alloh juga menyinggung maulid Nabi Isa. Maryam : 33
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
Artinya: “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku
dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup
kembali.”

Wahhabi: Dua ayat di atas, bukan perintah merayakan maulid nabi.
Bagaimana bisa anda menjadikan dua ayat itu sebagai dalil?

Sunni: “Saya tidak mengatakan bahwa dua ayat di atas merupakan perintah
memperingati maulid nabi tetapi saya mengatakan bahwa dua ayat di atas
menyinggung masalah maulid.
Mengapa saya menjadikan dua ayat di atas sebagai dalil maulid nabi?
Alasannya adalah karena dua ayat itu membicarakan kisah kelahiran. Dan
saya menyebut pembicaraan tentang kelahiran adalah sebentuk peringatan.

Terserah anda mau menyebutnya sebagai apa namun apapun sebutan yang anda
berikan tetap saja mengandung makna peringatan kelahiran nabi.

Berkenaan dengan peringatan maulid, Nabi Muhammad juga memperingati hari
kelahiran beliau. Ketika nabi Muhammad SAW ditanya mengenai puasa hari
senin beliau menjawab bahwa karena pada hari itu beliau dilahirkan.

Apakah anda juga akan mengatakan nabi Muhammad sebagai orang yang sesat
karena beliau juga memperingati hari kelahiran beliau?

Wahhabi: memang benar nabi Muhammad merayakan hari kelahiran beliau
tetapi dengan cara berpuasa bukan dengan cara yang kalian lakukan.
Memperingati maulid nabi dengan cara berpuasa adalah sunah. Tetapi
dengan cara selain puasa adalah bidah yang sesat.

Sunni: ucapan anda mengalami kontradiksi. Tadi anda mengatakan bahwa
yang bidah sesat adalah peringatan maulid nabi namun sekarang anda
mengakui bahwa memperingati hari kelahiran nabi adalah sunah. Tadi anda
mengatakan bahwa kegiatan yang kami lakukan tidak sesat namun sekarang
anda mengatakan sesat.

Saya teringat sebuah kaidah bahwa Al-batil mutanaqidh. Kebatilan pasti
saling bertentangan. Karena ucapan anda saling bertentangan, maka dengan
tanpa rasa sungkan dan kikuk lagi saya katakan bahwa pendapat anda batil.

Runtuhnya Dalil Wahhabi


Dalam membidahkan peringatan maulid nabi, wahhabi menggunakan dua dalil.
Pertama, karena peringatan maulid nabi menyerupai orang kafir yakni
peringatan natal. Kedua, karena ulama salaf tidak melakukan peringatan
maulid nabi.

Tanggapan Pertama


Letak kesamaan maulid nabi dan natal hanya karena keduanya sama-sama
memperingati hari kelahiran. Namun ada perbedaan mendasar yang
menyebabkan keduanya berbeda.
Maulid nabi adalah untuk memperingati kelahiran seorang nabi sedangkan
natal adalah untuk memperingati kelahiran tuhan. Apakah anda akan
menyamakan antara nabi dan tuhan?

Wahhabi: “Itukan anggapan orang kristen. Dalam islam, Isa adalah nabi.
Bukan tuhan.”

Sunni: “Anda itu raksyek. Tadi anda mengatakan maulid nabi menyerupai
orang kafir. Giliran saya tunjukan perbedaan maulid nabi dengan natal,
anda malah memosisikan nabi Isa dalam pandangan islam. :D

Jika Isa diposisikan sebagai nabi, maka peringatan maulid nabi tidak
menyerupai orang kafir. Mengapa? Sebab natal bukan memperingati
kelahiran nabi melainkan kelahiran tuhan.

Wahhabi berkata: “Ucapan anda membuat saya bingung.”

Sunni: “Itu wajar sebab kemampuan anda memang dibawa rata-rata.. hehehe.
Begini: anda bilang maulid nabi menyerupai natal. Coba anda tanya sama
orang kristen, natal itu untuk memperingati hari kelahiran nabi atau tuhan?

Wahhabi: “Menurut mereka natal adalah untuk memperingati kelahiran tuhan.”

Sunni: “maulid nabi yang kami lakukan adalah untuk memperingati
kelahiran nabi. Pertanyaan saya: tuhan dan nabi sama kagak?

Wahhabi: tidak.

Sunni: lalu dimana letak kesamaan peringatan maulid nabi dan natal?

Wahhabi: “Keduanyakan sama-sama memperingati kelahiran.”

Sunni: anda itu keras kelapa ya.. (Ups salah) maksud saya keras kepala
(He he he)Begini: monyet punya mata, hidung dan mulut. Syekh Al-Bani
juga punya mata, hidung dan mulut. Apakah anda akan bilang: “ooo, Syekh
Al-bani menyerupai monyet.” :D

 Itu jawaban humor saya. Biar suasana agak adem dikit. Bagi yang
ingin membaca jawaban ilmiyah, silahkan meluncur ke artikel Apakah
Peringatan Maulid Nabi Menyerupai Orang Kafir


 Tanggapan Kedua


Alasan karena ulama salaf tidak melakukan peringatan maulid nabi
merupakan kedustaan wahhabi untuk menipu umat islam. Mengapa? Sebab
ulama salaf sepakat atas kesunahan puasa hari senin. Mengapa mereka
puasa hari senin? Sebab nabi melakukannya. Mengapa Nabi melakukannya?
Karena untuk memperingati hari kelahiran beliau. Jadi ulama salaf
memperingati maulid nabi.

Ternyata wahhabi tidak konsisten dengan alasan ini. Dalam kasus lain
mereka melegalkan amalan yang tidak dilakukan oleh ulama salaf. Buktinya
bisa anda lihat dalam artikel Runtuhnya Dalil Wahhabi Terkait Peringatan
Maulid Nabi


Menjadikan ketiadaan dimasa lampau sebagai dalil disebut istishab.
Wahhabi menggunakan istishab sebagai dalil untuk mengharamkan peringatan
maulid nabi.

Padahal menurut Ibnu taimiyah, istishab adalah dalil lemah dan rendah
yang derajatnya dibawah dalil keumuman suatu lafal. Ketika keduanya
bertentangan, maka dalil istishab kalah. Selengkapnya bisa anda baca
dalam artikel Dalil Wahhabi Runtuh Oleh Fatwa Ibn Taimiyah
******************************

  Inilah Dalil Perayaan Maulid Nabi Muhammad

Katib Syuriah PCNU Jombang H Abd Kholiq Hasan mengajak warga nahdliyin
mengetahui dalil-dalil anjuran merayakan atau memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW. Pasalnya tak sedikit golongsn yang menganggap perayaan itu
adalah bid’ah yang sesat.

Dalam pandangan Gus Kholiq, sapaan akrabnya, peringatan Maulid Nabi pada
dasarnya adalah ungkapan rasa senang dan gembira dengan lahirnya Nabi
Muhammad SAW.  Rasa senang dan gembira itu sendiri merupakan perintah
Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an surah Yunus ayat 58, lanjut dia, disebutkan anjuran
untuk bergembira dengan karunia Allah dan rahmat-Nya sebab Karunia Allah
dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

Rasa senang dan gembira ini, kata dia, sebagaimana yang telah Nabi
contohkan sendiri dengan cara berpuasa pada hari kelahiran beliau. Dalam
sebuah hadits diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari yang artinya
bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang puasa Senin. Nabi menjawab, pada
hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.

Sedangkan untuk memperingati Maulid Nabi ini, menurut Gus Kholiq,
terdapat dorongan kuat untuk membaca shalawat dan salam kepadanya. Sebab
dijelaskan dalam Al-Qur’an surah QS. al-Ahzab ayat 56, Allah dan para
malaikatnya bershalawat kepada Nabi Muhammad saat lahir.

“Innallaaha wa malaaikatahu yushalluna alan nabi. Yaa ayyuhalladzina
amanu shallu ‘alaihi asallimu taslima. (Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya),” terangnya kepada NU Online, Senin (7/12).

Segala sesuatu yang menjadi dorongan untuk melakukan perbuatan yang
dianjurkan oleh syara’, berarti dianjurkan pula dalam syara’. Dan segala
sesuatu yang menjadi dorongan melakukan perbuatan yang diperintahkan
oleh syara’, berarti diperintahkan pula dalam syara’. “Salah satu kaidah
ushuliyah disebutkan maa laa yutimmul wajibu illa bihi fahua wajibun
(Sesuatu yang tidak dapat sempurna sesuatu yang wajib kecuali dengannya,
maka sesuatu tersebut juga berhukum wajib),” imbuhnya.

Ia menjelaskan, sekitar lima abad yang lalu, Imam Jalaluddin al-Suyuthi
(849-901 H/1445-1505 M) pernah menjawab polemik tentang perayaan Maulid Nabi ini. Beberapa orang mempertanyakan tentang hukum merayakan Maulid Nabi, menukil dalam kitab al-Hawi li al-Fatawi beliau menjelaskan.

“Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awal, bagaimana hukumnya menurut syara’. Apakah terpuji ataukah tercela?
Dan apakah orang yang melakukan diberi pahala ataukah tidak? Beliau
menjawab: “Jawabannya menurut saya bahwa semula perayaan Maulid Nabi yaitu manusia berkumpul, membaca Al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupan-nya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinik-mati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah hasanah. Orang yang melakukan diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad yang mulia,” tuturnya.

Terahir, Kholiq menjelaskan beberapa fadilah (keutamaan) dalam merayakan Maulid Nabi muhammad. Di antaranya adalah sebagaimana yang dikutip oleh al-Imam Syihâbuddin Ahmad bin Hajar al-Haitami asy-Syafi’i (899-974 H/1494-1566 M) dalam kitabnya al-Ni’matu al-Kubra ‘ala al-‘Alam fî Maulidi Sayyidi Waladi Adam. “Sayyidina Abû Bakar ash-Shiddiq berkata, barangsiapa yang menginfaqkan satu dirham atas dibacanya Maulid Nabi, maka ia adalah temanku di surga,” katanya.

“Sayyidina ‘Umar bin Khaththâb  berkata barangsiapa yang mengagungkan Maulid Nabi, sungguh ia telah menghidupkan agama islam. Dan Sayyidina
Abu Bakar ash-Shiddiq berkata, Barangsiapa yang menginfaqkan satu dirham atas dibacanya Maulid Nabi, maka seakan-akan ia rela mengorbankan jiwanya untuk membela agama pada perang Badar dan perang Hunanin.
Sayyidina ‘Ali bin Abî Thâlib juga berkata, barangsiapa yang
mengagungkan Maulid Nabi dan ia menjadi sebab dibacanya Maulid Nabi, maka ia tidak akan meninggal kecuali dengan iman dan masuk surga tanpa hisab,” lanjutnya. (Syamsul)

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kitab Lubabul Hadist dan Terjemahan

Manaqib jawahirul ma’ani atau MANAQIB ASY-SYEICH ABDUL QADIR AL-JILANI

Fiqih Puasa Mazhab Syafi’i